PROLOG

16 1 0
                                    

***

Sakura menatap kosong buket bunga yang terarah tepat di depannya. Ia masih memproses kejadian yang terjadinya sangat cepat ini.

Dua jam lalu, tanpa ekspektasi apa pun, ia masuk ke ruang sidang tugas akhirnya. Waktu berlalu hingga sesi tanya jawab selesai dan dia diminta keluar ruangan agar para penguji bisa mendiskusikan terkait lulus atau tidaknya tugas akhir yang barusan ia paparkan.

Setelah keluar dari ruangan, ia duduk di kursi panjang yang memang tersedia di lorong depan ruangan yang digunakannya. Baru saja dia menghembuskan napas panjang untuk meredakan kegugupannya, tiba-tiba saja seseorang menyodorkan bunga dan menyatakan perasaan padanya.

"Aku suka kamu sejak pertama kita ketemu. Tolong jadi pacarku," kata pemuda itu yang ia kenali sebagai Mingyu, teman seprodi yang seangkatan dengannya.

Bagaimana ia tidak kaget.

Mereka sangat jauh dari kata dekat. Meski berada di kampus dan prodi yang sama selama 4 tahun, Sakura mengenal Mingyu hanya sebatas nama. Ia yakin pemuda itu juga sama. Dia adalah tipe-tipe cowok easy going yang temannya dimana-mana, namun pemuda itu bahkan tidak pernah bicara padanya. Sekarang dia bilang sudah menyukainya sejak awal bertemu?

Siapa yang coba ia bodohi?

Sakura menatap buket itu dengan tatapan menelisik. Lili putih. Pilihan bunganya memang anti mainstream, namun itu bahkan bukan bunga yang disukai Sakura. Mingyu tidak tahu kalau bunga anggrek adalah favoritnya, jadi untuk apa menebak-nebak dan membeli satu bunga secara spesifik demi membuatnya terkesan? Bukankah mawar merah adalah pilihan yang lebih aman?

Semua pertanyaan di benaknya terjawab ketika ia melihat kartu ucapan kecil yang terselip di tengah buket itu. Kertas itu terlipat, namun dari sela-sela lipatannya Sakura bisa mengintip isi yang tertulis di dalamnya.

I love you Lisa, be mine, disertai hati berwarna merah yang sangat mencolok dan sepertinya ditulis dengan sangat hati-hati.

Ia lalu melihat ke kerumunan dan menemukan gadis yang dimaksud diantaranya. Matanya tertuju pada sesuatu yang ada di jemari gadis itu, yang sedang memeluk buket bunga lili putih yang hampir sama dengan yang dibawa Mingyu dan sebelah tangannya menggenggam tangan seorang pemuda. Dari situ, sepertinya ia bisa menebak apa yang sedang terjadi.

Sakura tersenyum tipis. Tidak ada yang tahu betapa ia berusaha menyembunyikan seringaian mengejek yang tertahan oleh image baiknya.

'You wanna play? Then, let's play a game...'

"Oke."

Sakura menyaksikan pemuda yang berlutut di depannya kehilangan ketenangan yang berusaha ia pertahankan. Berbanding terbalik dengan ekspresi terkejut namun bahagia dari teman-teman yang mengerumuni mereka, ekspresi pemuda itu justru terlihat tidak baik.

Matanya membulat tidak percaya dengan apa bang baru saja didengarnya. Ia tidak mengira Sakura akan menerimanya semudah itu. Gadis itu bahkan mengambil buketnya dan memeluknya. Hal itu membuat sorak riuh dari kerumunan teman-teman seangkatan mereka yang menyaksikan kejadian itu.

Mereka berdua tampak bahagia. Tidak ada yang menyadari kalau diam-diam Sakura berbisik lirih di telinga pemuda itu.

"Di antara semua protagonis di sini, lo justru milih gue buat dijadiin kambing hitam? Fine. I'll be your villain, just for you, Mingyu."

Pemuda itu belum menyadari apa yang sedang terjadi. Ia masih mengumpulkan kepingan demi kepingan tentang kejadian barusan. Kenapa jadi begini?

"Meskipun gue ga suka bunga lili, niat baik lo tetep ga akan gue sia-siakan. Bunganya gue terima, tapi kartu ucapannya... gue yang buang atau mau lo ambil lagi?"

Saat itulah, Mingyu menoleh ke kanannya, melihat wajah samping Sakura yang juga menatapnya dengan ekspresi licik.

VILLAINESSWhere stories live. Discover now