Part 2

56 9 5
                                    

Marko dan Cantika itu udah bersahabat sejak mereka masih kecil. Mereka juga tinggal di lingkungan yang sama, dan hampir setiap hari bermain bersama. Cantika memiliki hobi yang sangat unik di antara anak-anak lain di lingkungan mereka sejak kecil—bermain sepatu roda. Setiap sore, Cantika akan meluncur di jalanan komplek dengan penuh percaya diri, sementara Marko bakalan selalu ada di dekat Cantika, siap membantu jika Cantika kehilangan keseimbangan.

Pernah suatu sore, ketika mereka baru saja masuk SD, seperti biasa, Cantika mengenakan sepatu rodanya. "Marko, kamu harus lihat ini! Aku udah bisa cepet!" seru Cantika, meluncur dengan kecepatan yang mengagumkan. Marko cuma tersenyum dari kejauhan, matanya selalu waspada mengiringi Cantika.

"Jangan cepat-cepat, nanti jatuh!" seru Marko memperingatkan, meskipun ia tahu Cantika jarang terjatuh.

Cantika hanya tertawa. "Tenang, aku udah pro! Lagian, kamu selalu di sini buat nangkap aku kalau jatuh, kan?"

Marko tertawa kecil, menggelengkan kepala. "Iya tapi kamu harus tetep hati - hati!"

Sejenak, Cantika kecil terdiam, lalu berkata, "Kamu tahu nggak, Marko? Aku senang kita selalu main bareng. Rasanya aku lebih aman kalau ada kamu."

Marko cuma menanggapi dengan tersenyum lembut, yang tanpa Cantika tahu bahwa pipi anak lelaki berusia 7 tahun itu memerah karena secara tidak langsung, Cantika menganggap ia pahlawan, bukan?

***

Di sekolah pun, hubungan Marko dan Cantika juga gak banyak berubah. Mereka tetap dekat, sering menghabiskan waktu bersama. Karena memang keduanya telah bersahabat sejak kecil.

Namun, sesuatu telah berubah dalam hati Cantika. Diam-diam, perasaan yang lebih dari sekadar sahabat tumbuh dalam dirinya. Cantika tahu bahwa Marko sudah punya pacar, Nana, seorang gadis cantik dan populer di sekolah. Meski begitu, gak ada yang bisa menghentikan rasa yang terus berkembang dalam hati Cantika.

Saat jam istirahat, mereka duduk di kantin seperti biasa. Marko asyik cerita tentang Nana, sementara Cantika berusaha menutupi kegundahannya dengan senyum.

"Jadi, tadi aku sama Nana ketemu di perpus," kata Marko dengan semangat. "Dia suka banget tau sama buku yang aku rekomendasiin. Aku ngerasa kalau kami makin nyambung aja."

Cantika tersenyum tipis. "Oh, iya? Bagus kalau kalian cocok," ucapnya, meski di dalam hati, ia merasa berat mendengar cerita itu.

Mata Cantika sesekali melirik Marko, berharap Marko bisa melihat apa yang selama ini dia sembunyikan. Namun, Marko tetap tak sadar. Dia masih Marko yang perhatian, yang selalu menjaga Cantika, tapi tak pernah tahu bahwa gadis yang ia anggap sahabat terbaiknya itu menyimpan perasaan yang lebih.

Suatu hari, ketika mereka duduk di bangku taman sekolah, Cantika memberanikan diri untuk bicara lebih dari biasanya. "Marko, pernah nggak kamu berpikir tentang kita... lebih dari sekadar teman?"

Marko kaget. "Maksud kamu?"

Cantika tersenyum pahit. "Nggak, lupain aja. Cuma ngelantur," ujarnya, dengan cepat mengalihkan topik. Tapi di dalam hatinya, Cantika tahu, perasaan itu gak akan hilang begitu saja.

Marko dan Cantika selalu memiliki hubungan yang istimewa sejak kecil. Mereka tumbuh bersama, menghadapi berbagai pengalaman masa kecil yang mengukir persahabatan mereka.

Di sekolah, meskipun mereka sering bersama, hubungan itu gak pernah melampaui batas persahabatan. Marko melihat Cantika sebagai sahabat terbaiknya—seorang yang selalu ada untuknya, yang memahami dirinya lebih dari siapa pun. Di sisi lain, Cantika merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan, meskipun ia tahu Marko tidak melihatnya dengan cara yang sama.

Kemudian datanglah Nana, gadis yang memikat hati Marko. Nana itu siswi baru di sekolah mereka, baru pindah saat mereka naik kelas sebelas. Cantik, cerdas, dan selalu penuh percaya diri.

Popularitas Nana cepat melesat, dan gak lama kemudian, Marko jatuh hati padanya. Nana berbeda dari Cantika dalam banyak hal—dia berani, spontan, dan selalu menjadi pusat perhatian. Sifatnya yang terbuka dan ceria membuat Marko tertarik, dan itu yang membuat Marko percaya diri buat deketin Nana, sampe akhirnya mereka pun mulai berkencan.

Cantika selalu tersenyum saat mendengar cerita Marko tentang Nana, meski di dalam hati ia merasa terluka. Cantika tahu bahwa Nana membuat Marko bahagia, dan itulah yang terpenting baginya. Namun, gak bisa dipungkiri bahwa Cantika sering membandingkan dirinya dengan Nana.

Nana seakan memiliki segalanya—pesona, kepopuleran, dan sekarang, perhatian penuh dari Marko. Cantika gak pernah merasa iri secara langsung, tapi ada perasaan hampa yang terus menyusup saat melihat Marko semakin hari semakin jauh.

Waktu itu ketika mereka sedang jalan pulang bersama, Marko bercerita lagi tentang Nana. "Kamu tahu, Can? Nana tuh bener-bener beda. Dia selalu tahu apa yang dia mau, dan aku suka cara dia melihat dunia. Dia nggak takut buat jadi diri dia sendiri."

Cantika tersenyum lemah. "Iya, dia emang hebat. Kamu beruntung bisa dapetin dia. Gak sia - sia kamu ngejar dia 3 bulan."

Marko natap Cantika sejenak, lalu tersenyum. "Tapi kamu juga hebat, sayangku. Kamu selalu ada buat aku dari dulu, dan aku nggak tahu apa jadinya aku tanpa kamu." Marko berujar dengan nada menggoda. Memang bukan lagi hal baru ketika Marko memanggil Cantika dengan sebutan sayang. Cowok itu emang sering manggil Cantik dengan petname lucu lainnya seperti Cantikku, Sayangku, Manisku, dan lain - lainnya yang bikin Cantika makin salting.

Kata-kata Marko selalu membuat hati Cantika berdebar, meski ia tahu itu hanyalah ucapan dari seorang sahabat. Bagi Cantika, perhatian Marko selalu menjadi hal yang paling berharga, meski kini harus dia bagi dengan Nana.

Di balik sosoknya yang ceria, Nana sebenarnya juga menyadari kedekatan Marko dan Cantika. Meski awalnya dia gak terlalu peduli, lama-lama ia merasa terganggu. Ada sesuatu yang tidak bisa ia miliki dari Marko—hubungan mendalam yang hanya dimiliki Marko dan Cantika. Nana sering merasa seperti orang luar, meskipun ia dan Marko kini bersama. Meskipun demikian, Nana tidak pernah mengungkapkan perasaannya itu, karena Nana juga paham betapa pentingnya Cantika buat Marko.

Di balik semua itu, Cantika semakin menerima bahwa mungkin Marko dan Nana memang ditakdirin buat bersama. Meski perasaan cinta dalam dirinya terus ada, Cantika milih untuk menyimpannya sebagai rahasia, menjaga persahabatan mereka yang telah terjalin begitu lama tanpa mengusik kebahagiaan Marko. Dalam hatinya, Cantika tahu bahwa yang terpenting adalah ngeliat Marko bahagia, meskipun itu berarti harus melepaskan perasaannya sendiri.

***

Roller Skate(s) | MarkHyuck GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang