Part 3

50 14 0
                                    

Cantika menatap langit sore yang mulai memerah, sembari duduk di bangku taman sekolah tempat mereka biasanya ngobrol setelah pulang sekolah. Ada banyak hal yang ingin dia sampaikan, tapi kata-kata selalu tertahan di tenggorokan setiap kali dia bersama Marko. Hari ini bukan pengecualian.

"Can, kenapa kamu jadi pendiem gini, sih?" tanya Marko sambil menatapnya dengan tatapan khawatir.

Cantika memaksakan senyum. "Nggak, cuma capek aja. Tadi kan tugas Matematika susah banget."

Marko tertawa. "Yah, kamu sih. Kalau nyontek dari aku tadi, nggak bakal pusing begitu sayangku." Ia menepuk pelan punggung Cantika, seakan mencoba meringankan beban yang tak ia sadari lebih berat dari sekedar tugas sekolah.

Cantika tahu, Marko gak akan pernah paham apa yang sebenarnya ada di dalam hatinya. Ia terlalu fokus pada dunia di sekitar mereka—tentang Nana, tentang rencana masa depan mereka setelah lulus sekolah, dan tentang segala hal lain yang bagi Cantika terasa semakin jauh dari dirinya. Rasa cemburu yang dulu hanya samar, sekarang mulai terasa semakin nyata setiap kali ia melihat Marko berbicara penuh semangat tentang Nana.

"Kamu tau nggak, Can?" kata Marko tiba-tiba, membuyarkan lamunan Cantika. "Aku sama Nana rencananya mau nonton konser bareng minggu depan."

"Oh, ya? seru tuh," jawab Cantika dengan nada datar, meski di dalam hatinya ada rasa sesak yang sulit ia jelaskan.

"Eh, ngomong-ngomong, kamu mau ikut? Harusnya seru kalau kita pergi bertiga," tambah Marko dengan senyum lebar.

Cantika terdiam sebentar. Ikut ke konser bersama Marko dan Nana? Itu akan seperti menonton mimpinya hancur tepat di depan matanya sendiri. "Kayaknya aku gak bisa deh, soalnya minggu depan aku ada les tambahan buat ujian," jawab Cantika, mencari alasan agar bisa menghindari situasi yang pasti bikin hatinya lebih sakit.

"Oh, ya udah. Kalau kamu sibuk, nggak apa-apa kok. Mungkin lain kali kita bisa nonton bareng, sayangku." Marko tampak kecewa, tapi Cantika tahu, dia lebih bersemangat dengan ide pergi hanya dengan Nana. Pun apa apaan dengan sapaan sayang itu? Meski sudah terbiasa mendengarnya tetap saja Cantika merasa sesak.

Setelah beberapa menit dalam keheningan yang canggung, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Cantika berjalan dengan langkah pelan di sebelah Marko, berharap waktu bisa berhenti sejenak agar dia bisa terus berada di samping sahabatnya, meski hatinya terus terluka.

***

Malam itu, Cantika duduk di meja belajarnya, tapi pikirannya melayang-layang. Buku pelajaran di depannya hanya terbuka tanpa ia baca. Di luar sana, Marko mungkin sedang chatting dengan Nana, tertawa-tawa dan berbagi cerita lucu seperti yang biasa ia lakukan dengan Cantika dulu. Perasaan gelisah semakin menghantuinya, membuat Cantika sulit fokus.

Dia meraih ponselnya, membuka chat dengan Marko, dan tanpa sadar mengetikkan sebuah pesan:

"Marko, aku kangen sama kita yang dulu..."

Namun, sebelum ia bisa menekan tombol kirim, Cantika terdiam. Apa gunanya? Marko sekarang udah punya Nana. Apa yang ia rasakan hanyalah bayang-bayang masa lalu yang mungkin tak akan pernah kembali.

Akhirnya, ia menghapus pesan itu, menaruh ponsel di samping, dan memejamkan matanya, berharap besok akan lebih mudah.

***

Hari-hari berlalu, dan meskipun Cantika berusaha menyibukkan dirinya dengan kegiatan sekolah dan les, bayangan tentang Marko dan Nana selalu ada di pikirannya. Hubungan mereka semakin kuat, sementara Cantika merasa semakin jauh dari Marko.

Suatu hari, Cantika sedang di kantin ketika dia melihat Marko dan Nana duduk di meja sebelah, tertawa dan berbicara dengan penuh keakraban. Nana terlihat begitu bahagia, dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Cantika mencoba mengalihkan pandangan, tapi matanya selalu tertarik kembali pada mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Roller Skate(s) | MarkHyuck GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang