DUA PULUH ENAM

65 9 1
                                    

🌷🌷🌷

vote+komen sebelum baca!

ada typo, tandain

Happy Reading 🌷


"Lo sadar gak sih, style nya si anak baru itu kok sekarang meledak bombasta banget." Annia membuka obrolan setelah bel istirahat baru saja terdengar, pula dibersamai dengan circle kelas Tanula yang berjalan beriringan ke kantin.

"Siapa? Tanula?" tanya Acel bingung, tidak paham dengan orang yang dimaksud Annia.

"Iya, sekarang jadi sohibnya Alhena, buset."

"Nggak heran sih." Acel memakan roti yang baru dirinya buka bungkusnya. "Dari jaman dinosaurus ngesot udah kaya gitu."

"Emang lo kenal dia?" tanya Annia penasaran, pasti ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya ini.

"Temen gue itu." Acel dengan santai memakan satu potongan roti. "Dulu tapi."

Annia tersedak minumannya sendiri. "Anjir, Cel? Gak usah bercanda." Lawan bicara Acella itu bergidik ngeri, sedikit tersedak. "Tipe khodam ulet sagu gitu, ih."

Acel tertawa kecil. "Omongannya dijaga, Nia. Walaupun bener, sih."

Kedua siswi yang tengah sibuk berbincang itu menatap heran kearah pintu, Alta masuk ke kelas Acel dengan buru-buru, dan berjalan mendekati keduanya.

"Lo ngapain kesini?" tanya Acel dengan melihat sekilas kearah Hael.

"Mau ngomong bentar."

"Hael, lo gak usah—"

"Gue bukan Hael, gue Althario." Alta memotong ucapan Acel, membuat gadis itu menunggu lawan bicaranya melanjutkan ucapannya. "Bisa ke taman belakang, sebentar?"

Annia kebingungan disana, hanya mengedipkan matanya berulang kali menatap keduanya. "Udah punya pawang, bjir, El."

Tidak ada yang menimpali ucapan Annia. Acel bangun dari duduknya, kemudian terlebih dahulu berjalan untuk menuju taman belakang sekolah. Diikuti dengan Alta.

"Weh, gue ditinggal?" monolog Annia. Ekspresi gadis menjadi kontras, saat dirinya menemukan dua bungkus roti di kursi Acel. "Pergi lah sono, gue mau makan aja."

Di sisi lainnya, Acel duduk di kursi taman dan Althario berdiri. Masih diam seribu kata.

"Mau ngomong apa?" tanya Acel memecah hening.

"Gue Althario Gentala, kepribadian ganda punya Hael." Acella masih bertahan dengan tatapan datarnya. "Lo ada masalah sama Hael?"

Acella menghembuskan nafasnya panjang. "Soal kepribadian ganda, gue udah tau jelas ceritanya."

Alta terkejut dengan ucapan gadis itu. "Darimana lo tau?"

"Ada yang bilangin gue. Oh iya, gue gak ada masalah sama Hael, kok. Everything okay." Acel mengubah topik. "Udah ngobrolnya? Gue mau balik, nanti roti gue dimakan Nia."

Gadis itu berdiri dan pergi dari lapangan belakang.

"ACELLA!" Alta memanggilnya, membuat Acel menengok kebelakang.

"Gue suka sama lo!" Alta berujar lumayan keras, beruntung tidak ada orang disana.

"Gue nggak!"

_🌷_

"Awalnya gue beneran nepis fakta itu, karna gue kira emang nggak bener."

"Lo pergi sama Hael?" lanjut Javier.

Acel baru saja pulang, dan langsung kesini karena mengingat novelnya tertinggal.

Acel menatap datar ke Javier. "Kalo iya, kenapa?"

"Gue nggak suka."

"Dan gue, lebih nggak suka sama lo, Javier." Acel menjawab.

Javier menyunggingkan senyum miring. "Lo mau bernasib sama kayak Arthur?"

"Udah waktunya lo tau dimana keberadaan si bajingan itu." Semakin penasaran, Acel mengikuti langkah kaki Javier, entah hendak kemana.

Di ruangan dapur, baru Acel sadari jika ada sebuah tombol di belakang kotak sendok diatas meja.

"Ini, dimana?"

"Masuk, kalo lo pengen liat Arthur." Acel melangkah dengan rasa penasaran yang meledak-ledak.

Mata Acella semakin melebar saat melihat seseorang dibalik kaca besar yang membatasi mereka.

Seorang pria dengan tubuh kurus kering yang tertawa melihat kehadirannya. Acel bahkan nyaris tidak mengenal orang itu.

Dia Arthur, dengan tubuhnya yang jauh berbeda sejak terakhir bertemu dengannya.

"Lo tau? Sebelum gue pindah ke sekolah lo, Arthur selalu minta uang kesini buat dia main judi dan minum. Setiap malem."

"Dan akhirnya, setelah bokap gue udah muak, dia dibawa bokap gue kesini, ruangan bawah tanah. Biar sekalian mati."

"Dan saking baiknya bokap gue, dia masih dikasih makan."

"And then, bokap gue sekarang lagi di AS, ngerjain proyek barunya. Dan dia bilang, semua tentang Arthur, dipasrahin ke gue."

"Karna lo udah susah diatur, gue ada hadiah buat lo."

Javier menepuk tangannya dua kali, mengisyaratkan pada seseorang dibalik pintu dekat Arthur.

DOR!

DOR!

Orang yang diisyaratkan Javier, menarik pelatuk dua kali. Terdengar jelas suara tembakan, dibersamai dengan Arthur yang kehilangan banyak darahnya.

Javier bertepuk tangan, seolah baru saja terjadi pertunjukan luar biasa didepannya.

"What do you think, Danisha Leia?" tanya Javier.

Tatapan Acel kosong, detak jantungnya berdesir kencang.

"Lo ... Gila."

"Ya, gue gila." Javier tersenyum lebar. "Dan gue, orang gila yang bisa ngendaliin semua orang ditangan gue."

"Semakin lo ngelak, bakalan semakin rumit, Acella."

🖇

🌷Dear, Staryn

Aku disini sebagai author cerita Semesta untuk Hael, amat sangat berterima kasih sama kalian yang masih sempat baca ceritaku ini.

Aku sempet ada niatan buat stop cerita ini karena plot hole dan udah lupa sama alurnya.

Pun, nggak ada setengah vote dari yang baca dan buat mood aku semakin anjlok buat lanjutin cerita ini.

Menurut kalian, mending cerita ini distop atau lanjut dengan alur yang mungkin sedikit beda dari beberapa scene dari bab awal?

Kalian boleh ngasih saran lewat dm, komen, ataupun board ya. Terimakasih banyak buat pendapat yang kalian kasih🌷

- 3 Oktober 2024
🌷Floweryn

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Semesta untuk Hael [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang