04-Gue benci sama lo, Luna!

154 29 17
                                    




****

"cih kok gak bangun-bangun sih dia?"omel Wilona, menatap gadis yang terbaring diatas ranjang tepat didepannya.

Lalu Wilona mengalihkan atensinya kearah ke-empat saudaranya yang lain. "Apa kita siram aja nih bocah? biar dia bangun."

Pertanyaan dari Wilona membuat ke-lima saudaranya yang lainnya terdiam.

"Boleh juga." timpal Rhea. Ia duduk tepat dikursi meja belajar milik Luna.

Mereka sedari tadi berada didalam kamar milik Luna. Saat Luna pingsan karena ulah sang nenek, kelima gadis itu memutuskan untuk izin tidak mengikuti pelajaran hari ini. Tentu neneknya itu memberikan mereka izin tanpa harus susah-susah untuk meminta.

Dan wanita tua itu sudah kembali kekantor, sebab orang kepercayaannya menelfon memintanya untuk segera kembali kekantor, karena ada masalah serius disana.

"Ide bagus." Yuna ikut menyahuti,tentu dengan senyuman penuh arti. Gadis jangkung itu duduk disisi ranjang tepat di kaki Luna.

"Kalian jangan gila. Cukup nenek aja yang gila."Geby selaku yang paling tua disana, juga membuka suara. Dan dia duduk tepat disebelah sisi ranjang tepat di sebelah Luna.

Geby memperhatikan Yuna dan si kembar tiga secara bergantian.

"Kalian gak nyadar apa? Selama ini nenek terlalu berlebihan sama dia."Ucapan Geby membuat ke-empat gadis yang ada disana terdiam.

"Sadar. Tapi gue suka."Yuna menatap penuh arti kearah Geby. "Dia menderita, gue bahagia. Inget,di umur kita yang terbilang masih kecil, kita kehilangan peran mama papa. Dan itu karna dia!"

Sorot mata, dan nada penuh amarah begitu mendominasi dalam diri Yuna. Ia menatap Luna yang masih terbaring diatas ranjang, dan masih setia memejamkan mata.

"Bener kata kak Yuna."timpal Lista yang sedari tadi menyandar pada dinding dekat ranjang yang ditepati oleh Luna.

Lista memperhatikan ke-lima saudaranya secara bergantian. Dan atensinya jatuh pada Luna."Gara-gara dia, gue ngerasain kasih sayang mama cuma sebentar."

Mereka yang ada disana kembali dibuat terdiam.

Dan gara-gara dia juga. Gue gagal jadi anak bungsu kesayangan papa. Papa dulu lebih perhatian sama dia, daripada sama gue. batin Lista,tidak melepaskan atensinya dari Luna yang masih terbaring diatas ranjang. Lista menatap Luna penuh kebencian, dan dendam.Gue harap lo mati, Luna.

"Lo udah mulai peduli sama dia, kak?"Pertanyaan itu Wilona arahkan pada Geby. Tatapan kebencian,juga amarah begitu terpancar disorot mata Wilona. "Inget! gara-gara dia, mama kita jadi gila. Mama kita sampe sekarang masih di rawat di rumah sakit jiwa."

Geby menatap adiknya itu dengan tatapan tidak terbaca. Kemudian Ia memutuskan bangkit dari posisinya. Ia memperhatikan mereka semua yang ada disana secara bergantian. Dan tanpa menjawab pertanyaan dari Wilona, Geby pergi dari sana, keluar dari dalam kamar milik Luna.

Mereka menatap kepergian Geby. Dirasa sudah tidak terlihat lagi, mereka saling melempar tatapan satu sama lain. Detik berikutnya, mereka menyunggingkan senyuman penuh.

"Lakuin sekarang.!" titah Yuna. Mereka yang mendengarnya mengangguk mengerti.

"Nih, lo yang bagian nyiram."Wilona menyodorkan se-ember air berisi penuh. Ember berukuran menengah itu Wilona berikan pada Rhea, kembarannya.

Dengan senang hati Rhea menerima pemberian dari Wilona. Rhea tersenyum penuh arti.

Ke-empat gadis itu berdiri dikedua sisi ranjang. dua di kanan, dan dua lagi di kiri.

Luna Dan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang