Prologue : The Interview and The Porn Magz

91 10 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


~~Happy Reading~~

Tampilan wawancaranya sengaja di-setting melebar karena Jungkook menginginkannya seperti itu. Perbedaan style antara tamu dengan pembawa acara terlihat sangat kontras. Joaquin Jeon bertubuh tinggi kekar dengan gunung-gunung otot keras menghiasi kedua lengan, malam itu dia tampil memakai rompi kulit dan celana jeans belel yang sengaja dirobek di lutut seperti bintang Rock 80-an. Sementara pembawa acara tampil memakai setelan jas dan celana kain, seperti pria paruh baya yang ingin berangkat kantor. 

Lengan Jungkook yang panjang direntangkan ke sandaran kursi beludru ungu, kakinya yang jenjang dan pahanya yang berotot sengaja dibuka lebar-lebar, posturnya mendominasi. Cuma dia seorang diri sudah membuat kursi sofa itu tampak penuh. Jungkook sepertinya sukses bikin nyali lawan bicara menciut.

Melihat pria besar bertampang cuek seperti Jungkook, otomatis yang terlintas di pikiran Benjamin Leon adalah, "This one is big son of a bitch..."

Riasan akhir selesai dan penata rias mundur dari panggung. Sang jurnalis yang dikenal dengan gaya wawancara pedas dan mendapat julukan "Benjamin The Lion" mulai menemukan ritmenya. Setiap tamu yang dia undang ke acaranya berbeda-beda, tidak semuanya sulit, tetapi Ben cukup bangga dengan kemampuannya dalam membaca karakter orang dan tahu tipe orang seperti apa yang sedang diajaknya berbincang-bincang. Sejauh ini dia tidak pernah kesulitan "menguliti" bintang tamu.

Meski begitu, Badland Nation memiliki cerita yang berbeda.

"Jadi, katakan padaku, Jo. Bolehkah aku memanggilmu Jo?" Ben menurunkan kacamatanya ke pangkal hidung, menatap lurus-lurus pemberontak berambut panjang yang duduk di hadapannya.

Benjamin The Lion tahu bahwa ia harus membuat orang yang diwawancarainya merasa gugup sekaligus mendapatkan rasa hormat. Sangat penting untuk menunjukkan kepada lawan bicaranya bahwa ia dapat duduk berhadapan dengan orang-orang "besar" secara metafora maupun harfiah. 

"Ini masih awal-awal," ucap Ben, "Masih banyak waktu untuk mencari tahu apa yang membuat pria besar sepertimu bersemangat."

"Jika aku boleh memanggilmu Little Man, tentu saja." Joaquin membalas dengan humor sarkas dan senyum tengil. Vokalis utama band metal Badland Nation menatap mata Benjamin bak ksatria berani mati yang kudanya berlari paling depan. Little Man bukan nama panggilan yang disukai siapa pun, termasuk Benjamin. Jungkook tahu itu. Tapi berhubung Ben baru saja memanggilnya "Big Guy", dia jelas minta dibalas dengan julukan "Little Man".

Sembari menyeringai dan menundukkan kepalanya, Benjamin tahu wawancara ini tidak akan berjalan mudah. Untungnya, dia sudah mempersiapkan diri untuk adu mulut. Jurnalis senior itu hanya senang mempermainkan psikologis lawan bicaranya.

Seringai yang segera terhapus adalah pertanda bahwa pemuda di hadapannya terlihat tidak nyaman di bawah lampu sorot terang benderang di ruang wawancara. Benjamin sudah terlalu berpengalaman untuk bisa membedakan mana yang public figure haus perhatian dan mana yang sengaja menjauh dari lampu sorot. Jika Dewa Metal paling dicari dalam dunia musik tidak tahan dengan lampu sorot ruang wawancaranya, Benjamin segera mengubah tatapan menghakiminya menjadi sorot yang sedikit lunak dan bersahabat, tatapan hormat. Itu sebagian alasannya, sebagian lagi dia tidak ingin tamunya tidak kebelet buru-buru pulang.

ONE OF THOSE GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang