05

716 44 0
                                    

Hujan turun deras pada pagi itu, baik Rosaline maupun Xavier tetap berada dikamar mereka masing-masing menikmati hujan yang turun. Xavier menutup kedua matanya pelan menikmati suara hujan yang memasuki pendengarannya kedua tangannya terulur merasakan guyur hujan yang membasahi tangannya.

Sebuah kenangan lama, memasuki pikirannya dan hatinya mulai berdenyut kala merindukan sosok yang berada didalam pikirannya.

"Ibu lihatlah hujannya sangat deras!" tunjuk Xavier kecil dengan semangat. Sang ibu tersenyum lebar melihat betapa menggemaskannya putranya. Ia mendekati putranya dan memeluknya erat.

"Putra kesayangan ibu sangat menyukai hujan ya." Ujar sang ibu menggoda.

Xavier mengangguk semangat, kemudian berlari keluar dari rumah kecil itu. Tentu saja, hal itu membuat ibunya panik.

"Xavier, jangan bermain hujan nanti kau bisa sakit!" panggil ibunya dari dalam yangtak Xavier hiraukan.

Maddy yang melihat tingkah putranya hanya mampu menggelengkan kepalanya heran.

"Segera masuk dan mandi jika sudah selesai!" perintah Maddy yang membuat Xavier menengok kearahnya.

"Kan aku sudah terkena air ibu. Jadi tidak perlu mandi lagi." Jawaban Xavier yang membuat emosi ibunya meningkat lantas Maddy berlari mengejar putra kecilnya yang nakal itu sedangkan Xavier bukannya takut justru tertawa bahagia. Hingga akhirnya Maddy berhasil menangkap nya barulah Xavier memohon ampun.

Xavier menitikkan air matanya kala mengingat kenangan yang ia punya bersama sang ibu. Kemudian memilih untuk duduk diatas ranjangnya melihat hujan yang turun dari balkon kamarnya.

"Aku merindukan ibu." Rintihnya yang tetap sama seperti dulu sejak kepergian Maddy yang entah kemana. Sekuat-kuatnya Xavier pemuda itu tetap membutuhkan ibunya untuk berada bersamanya.

Walaupun, sesungguhnya ikatan mereka bukan hubungan ibu dan anak kandung tetapi Xavier menyanyangi ibunya seperti itu.
Disisi lain, Rosaline menatap langit yang mendung itu dengan sendu, rasa rindu dan menyedihkan itu kembali datang padanya.

"Seandainya, saat itu aku tidak membiarkanmu pergi demi membawaku keluar dari rumah akan kah kau masih tetap disini?" tanyanya entah pada siapa.

Menunggu sesuatu yang tidak pasti membuatnya lelah, bertahun-tahun sudah ia lewati tetapi kenangan itu masih tersimpan rapat di dalam hatinya.

Kenangan tentang sosok pemuda tampan yang menjadi bawahan dari ayahnya,

"Sean, jangan pergi." Ujar Rosaline memohon pada pemuda tampan itu. Sedangkan, yang dipanggil namanya hanya tersenyum kecil melepaskan tangan Rosaline yang menahannya.

"Aku harus pergi kesana jika ingin menikahimu. Tenang, aku akan segera kembali dan kita bisa segera menikah. Rosa, jangan terluka dan bersedih selama aku tidak ada percayalah aku akan kembali membawa apa yang ayahmu minta. Dengan begitu, kita bisa menikah." Pesan Sean pada Rosaline yang menangis.

Rosaline mengalihkan tatapannya menatap langit guna menahan air matanya yang hendak jatuh namun sayangnya tetap saja sama seperti hari-hari biasanya ia tidak akan mampu menahan kesedihannya jika itu tentang pria yang ia cintai.

"Sean bodoh, aku membencimu." Rutuk Rosaline kesal namun air matanya tetap tak ingin berhenti. Entah bagaimana keadaan pria yang ia cintai itu, entah sudah berapa lama semenjak kepergiannya. Rasanya, Rosaline ingin mengakhiri hidupnya jika saja bukan karena pria itu memintanya untuk bertahan.

"Sean, cepatlah kembali atau jika tidak maka akan aku serahkan hatiku pada pria menyebalkan dan sombong itu." Ancam Rosaline sembari menggenggam rantai kalung yang berada dilehernya.

Dalam pikirannya, Rosaline selalu bertanya-tanya mengenai kebahagiaan dan apa bentuknya. Semenjak Sean meninggalkan dirinya hidupnya terasa hampa dan menyedihkan, entah kapan ia dan Sean akan bertemu namun Rosaline berharap jika bukan Sean yang menjadi jawaban dari keinginannya maka semoga akan ada seseorang yang ditakdirkan untuk menjadi 'rumahnya'

"Aku harap, pria itu bukanlah seseorang yang memiliki kepribadian seperti tuan rumah kediaman ini karena jika ia seperti itu maka entah akan jadi seperti apa hidupku nanti."

"HACHU!!"

Xavier mengusap hidungnya saat tiba-tiba bersin, ia keheranan padahal cuaca saat ini sedang turun hujan dan ia berada didalam kamarnya tetapi mengapa tiba-tiiba bersin tanpa sebab? Apakah ada seseorang yang menyumpahinya? Menyadari pikirannya itu Xavier mendengus kesal.

"Siapa pun orang itu, pastinya dia adalah orang bodoh."

Tetapi, tidak ada yang tau bagaimana jalan kehidupan manusia baik,  Xavier maupun Rosaline tidak akan menyangka kejutan apa yang dibuat takdir untuk mereka. Kebencian mereka berdua kepada satu sama lain, entah akan mendatangkan perasaan macam apa diantara mereka berdua. Kedua orang itu memiliki masa lalu yang kelam, banyak kesedihan dan rasa putus asa yang mengerubungi hati keduanya. Namun, ada sebuah kalimat yang pernah terdengar.

Seburuk apapun masa lalu, itu adalah masa lalu. Masa depan adalah masa yang lebih indah dari masu lalu, tidak perlu mengkhawatirkan ketakutan dan penyesalan karena masa depan pasti akan indah untuk siapapun yang menantikannya.

 Masa depan adalah masa yang lebih indah dari masu lalu, tidak perlu mengkhawatirkan ketakutan dan penyesalan karena masa depan pasti akan indah untuk siapapun yang menantikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


RED ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang