14 | penyatuan jiwa

277 42 2
                                    

Zayyan mengangguk dengan tegas, menerima segala konsekuensi yang sudah dijelaskan oleh Sang Dewi. Dia tahu, ini adalah satu-satunya jalan untuk melindungi dunia yang ia cintai. Penyatuan jiwa ini adalah syarat mutlak agar ia bisa menjaga keseimbangan dunia dan menghentikan ancaman yang mengintai.

Sang Dewi mulai melakukan penyatuan jiwa dengan sihir lembut, membuat Zayyan merasa mengantuk. Indra-indranya perlahan-lahan ditutup, seolah terlelap dalam kedamaian yang mendalam. Sihir penyatuan itu membuat jiwanya seperti puzzle yang sedang disusun ulang, memori-memori teraduk-aduk, saling bertautan satu sama lain. Cahaya terang memenuhi ruangan itu, sangat menyilaukan hingga seandainya penyatuan ini dilakukan di dunia luar, dampaknya bisa merusak sekitarnya karena kekuatan magis yang terlalu besar dan memori yang berterbangan tak terkendali.

Penyatuan pun selesai. Zayyan merasakan tubuhnya berubah, mengecil dengan tiba-tiba. Saat dia memandang ke dirinya, ia terkesiap.

"Eh? Aku jadi anak kecil?!" serunya bingung.

Sang Dewi tersenyum lembut. "Hanya bentuk jiwamu saja yang berubah, bukan tubuh fisikmu."

Zayyan, masih bingung, bertanya, "Kenapa bisa begitu?"

Dewi menjelaskan, "Karena kekuatanmu sekarang tumbuh sangat besar. Jiwa yang sebesar itu membutuhkan bentuk baru, sebuah wadah yang lebih sesuai. Kekuatanmu akan terus bertambah seiring waktu, dan wujud baru ini adalah cara tubuhmu menyesuaikan diri."

Zayyan terkejut. "Jadi, kekuatan ini akan semakin besar?"

"Benar," jawab Sang Dewi.

"Itulah mengapa kamu spesial, dan mengapa kamu menjadi incaran banyak makhluk—bahkan oleh para dewa."

Zayyan mengangguk, mulai memahami betapa besarnya tanggung jawab yang kini ada di pundaknya. Dia menatap tubuh barunya yang kini sedikit transparan, dihiasi bintang-bintang berkilauan. Jubah putih menyelimuti tubuhnya, namun dilapisi lagi dengan jubah hitam berkerudung, menambah aura misterius yang baru ia miliki.

Sang Dewi berbicara lagi, suaranya lembut namun serius, "Baiklah, tugasmu di sini sudah selesai. Namun, bukan berarti kau akan segera kembali ke dunia luar."

Zayyan mengerutkan kening. "Apa maksudnya?"

Sang Dewi menatapnya dalam-dalam. "Kau masih harus menghadapi monster yang ada di dalam dirimu sendiri."

"Ehh? Tunggu! Apa maksudnya—"

Zayyan belum sempat menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba ia merasa tubuhnya jatuh. Seperti ditarik ke dalam jurang tanpa dasar, perasaan dingin dan mencekam menyelimutinya.

Zayyan jatuh, terhuyung-huyung ke dalam kegelapan yang tak berujung. Suara-suara berbisik mengelilinginya, dan bayangan-bayangan gelap mulai muncul, menyatu dengan kegelapan. Monster-monster dari masa lalu, rasa takut, dan rasa bersalah yang lama terpendam kini muncul, menantangnya dalam bentuk nyata.

Ini bukan hanya sekadar perjalanan fisik—ini adalah pertempuran batin.

Zayyan mendapati dirinya berada di tempat yang sunyi, dengan pilar-pilar menjulang tinggi yang seolah tidak berujung. Tempat itu begitu luas, namun terasa hampa. Udara dingin menusuk tulang, membuat Zayyan merasakan keheningan yang aneh. Di bawah kakinya, sebagian lantai berkilauan, seperti air yang dangkal, hanya setinggi mata kaki. Zayyan menatap sekeliling dengan bingung, lalu berbisik pada dirinya sendiri,

"Aneh... di sini ada kolam?"

Didorong oleh rasa ingin tahu, Zayyan menghampiri permukaan air itu. Ketika tangannya menyentuh air, dia terpesona oleh keindahan yang dilihatnya. Air itu layaknya cermin yang sempurna, memantulkan segala hal di sekitarnya dengan jelas. Namun, tiba-tiba, bayangan muncul dari dalam pantulan air—seekor naga besar yang tampak sangat mengerikan. Naga itu muncul dengan cepat, tubuhnya yang masif keluar dari air, seperti bangkit dari dalam kegelapan.

Terlempar ke dunia kerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang