Hantu

157 14 2
                                    

keadaan Taufan sangat– seperti sangat Aneh! Pertama, mukanya akan terlihat baik baik saja. Kemudian, saat kau melihatnya lagi setelah beberapa saat, wajahnya tiba tiba saja memucat seperti habis ngelihat hantu! Setelah itu, ia akan berpura pura seperti ia baik baik saja, padahal ngomongnya aja masih agak ketakutan.

Kedua, Taufan itu, memang suka kebebasan. Jadi, tidak heran kalau ia selalu kesana kemari dan berakhir nyasar/ngilang. TAPI, masa sih Gempa baru ngeliat Kakak muson nya itu cuci tangan di wastafel beberapa detik yang lalu, Terus waktu Gempa noleh lagi... Kak Taufan udah ga ada!!

Gempa kan penasaran nih, jadi Gempa noleh kanan, kiri, samping, atas dan bawah. Akhirnya, Gempa pasrah aja. Eh, tiba tiba panci ungu nya Gempa jatuh. Padahal ga ada angin, ga ada hujan, jatuh aja tiba tiba! Trus waktu Gempa ngebalikkin panci nya ke tempat semula, Gempa ga sengaja ngeliat Kak Taufan di bawah meja makan. Keadaannya waktu di meja makan pun udah gini, pingsan, pucat.

<>

Gempa menceritakan kejadian dan keanehan kakak keduanya kepada sang sulung, Halilintar. Walaupun Gempa adalah orang yang bisa dibilang tegas, saat sedang bersama kedua kakaknya itu, biarlah dia menjadi seorang adik dulu sejenak. Apalagi kondisi kakak keduanya ini malah menambah kekhawatiran Gempa.

Halilintar mendengarkan ocehan Gempa sampai gumamnya dari awal sampai akhir dengan seksama. Gempa tampak linglung karna khawatir, begitu pula Halilintar dan saudara elemental lainnya. Tapi, lama kelamaan ocehan itu berubah menjadi bisikan yang tidak jelas.

"Ya Allah.. Cobaan apa lagi ini, Kenapa bisa kak Upan Demam setinggi harapan ayah kita..
Apa jangan jangan kak Upan ngeliat hantu bermahkluk kasar?? Lho, emang kak Upan indihome.." Gempa semakin terhanyut dalam pikiran nya yang makin lama makin kejauhan.
Halilintar yang melihat nya pun, mau tidak mau harus membuyarkan lamunan Sang Adik ketiga nya.

"Gem, udah Gem. Jangan malah kamu yang kesurupan." Siapa sangka? Ternyata, kekhawatiran dapat membuat orang seperti Gempa dan Halilintar keluar dari karakter mereka.

Adik Adik Elemental lainnya yang NGELEWAT DAN TIDAK SENGAJA MENDENGAR, Menjadi saksi mata. Mereka mengintip didepan pintu kamar Taufan, sambil mendengarkan percakapan antar sulung itu.

Solar dan Ice yang sibuk untuk menguping lebih lanjut, sedangkan..

Blaze dan Duri yang mendengar sesuatu tentang hantu mulai merinding. Mereka merasa atmosfer di lorong menjadi dingin. Mereka berdua menatap satu sama lain, kemudian dengan perlahan, mereka menoleh bersamaan ke belakang.

*DUAR

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
(Btw mereka cuma ngelihat jendela trus tiba tiba ada gledek, tebak pelaku guys)

Hujan badai menutupi suara teriakan yang menggelar itu. Sedangkan sang pelaku yang membuat petir kecil tadi, hanya melihat dengan datar kepada Adik-Adiknya yang ketahuan menguping.

"Kak Hali mah gitu! Kepala Duri jadi kepentok kepala Kak blaze, kan kepala kak blaze itu keras! Kayak batu! Σ(>Д<)"

"Pfft—"

"Kepala ku gak keras!"

Candaan dan tawa itu memenuhi seluruh ruangan. Ketegangan, kecemasan, dan ketakutan tadi, semuanya hilang tergantikan oleh kehangatan. Walaupun di luar penuh dengan tangisan awan yang deras, suasana yang seharusnya dingin, telah di hangatkan oleh mereka.

Tanpa disadari, mata yang tertutup itu perlahan lahan terbuka, memamerkan manik sapphire nya yang indah. Setelah menyesuaikan cahaya dengan matanya, ia tersadar akan situasi hangat disekitarnya. Taufan hanya bisa tersenyum hangat, sembari berharap kecil. Semoga saja akan tetap seperti ini yaa, mereka tetap akur dan bersama.

"Eh"

Taufan selalu dikaitkan dengan ceria, canda, tawa dan bahagia. Nyatanya, tanpa seorang
Taufan pun kebahagiaan akan tetap ada.

"Kak?"

Taufan tidak sedih. Ia tidak boleh sedih. Ini semua terjadi juga karena dirinya sendiri.

"Kak Upan??"

Dengan keberadaannya sekarang, mungkin saja ia malah menghancurkan kehangatan itu. anehnya, ini adalah pemikiran seorang Taufan.

"Kak Taufan!"

Tapi, Angin ga mau pergi.

"Taufan!"

"Ah?.. " Taufan tersadar dari pemikirannya, seluruh perhatian teralihkan padanya. Ia membalas tatapan saudara saudaranya dengan bingung. Kemudian, Sang pengendali angin itu mengalihkan pandangannya pada kamarnya, yang entah kenapa berantakan. Tunggu..

"Kak Taufan, kuasa mu lepas kendali, lagi"

Manik silver yang terhalang oleh kecamata itu menatapnya dengan tajam. jikalau Taufan terus kehilangan kendali, Taufan dapat mencelakai dirinya sendiri dan orang lain. Untung saja, saudaranya kini tidak terluka.

Tuhkan? Kalau begini terus, mau tidak mau, Angin harus pulang

"Kak Upan, tadi kakak kenapa?" Ice, mendekati kakak biru nya itu dan bertanya. Untung saja pertanyaan itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Tapi, Taufan malah menundukkan kepalanya, mengamati tangannya sendiri.

Melihat perilaku kakaknya seperti itu, Blaze menyikut Solar. Pandangan matanya terbakar oleh amarah, ingin rasanya menonjok muka sang adik bungsu itu. Ice yang melihat niat blaze, mencubit tangan blaze.

Gempa hendak mengatakan sesuatu untuk mengisi keheningan, tapi tiba tiba saja Taufan berbicara sesuatu, sambil mendonggakkan kembali kepalanya.

"Aku ngeliat sesuatu, yang sangat menakutkan.." pernyataan Taufan, membuat ruangan itu terjatuh dalam renungan sejenak. Kemudian, terdapat sesuatu yang melesat dengan cepat kearah Taufan.

Wush

Grep

Halilintar yang melihat sesuatu menuju adik pertamanya itu, dengan cepat menangkap buku itu tepat sebelum mengenai kepala Taufan.

Taufan bergidik ngeri melihat buku dalam genggaman Halilintar. Kemudian, Ia mengatakan sesuatu dengan ragu ragu.

"Hantu~..."

Terjadilah keheningan sebelum keributan.

[]

"Kak.." Taufan memanggil kakaknya dengan suara lirih dibalik selimutnya. Kebetulan sekarang hujan telah mulai mereda, dan saudara saudara yang lain telah kembali ke kamar mereka masing masing, Kecuali Halilintar.

Tanpa menunggu balasan dari sang kakak, Taufan melanjutkan pernyataannya dengan suara lirih.

"Kak, Taufan ga mau pulang kak. Taufan mau disini aja.." mungkin saja Halilintar tidak dapat mendengarkan, karena sanking kecilnya suara Taufan. Taufan hanya ingin mengeluarkan sedikit keluh kesahnya, ia tidak mengharapkan jawaban dari kakaknya.

"Taufan udah pulang, ini rumah kita semua, termasuk kamu."  Halilintar berdoa sebanyak banyak nya agar Taufan tidak menatap wajahnya, yang sekarang menyaingi tomat. sebagai seorang Halilintar hal yang paling normal dilakukan nya tadi adalah diam dan mendengarkan. Tapi, entah kenapa rasanya Halilintar benar benar harus menyampaikan kalimat itu pada Taufan.

Angin lembut juga sejuk menerbangkan surai Halilintar. Sang penguasa petir awalnya terkejut dan wajahnya semakin memerah, namun lama kelamaan, ia menikmati angin malam yang lembut itu. hingga tanpa sadar, ia terlelap dalam mimpi dengan keadaan duduk.

"Kalau gitu, Angin mau pulang, tapi kerumah ini ya.."

[]

AUTHOR NOTE::
- thor juga gatau ini angst atau komedi,
Atau angst berkedok komedi(🤡)

Jalan Untuk AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang