"Bunda! Aku mau lihat lukisan yang di ujung sana!" Seruan itu terdengar begitu nyaring menembus indra pendengaran. Seorang gadis kecil dengan balutan gaun merah muda itu berlari kecil menghampiri orang tuanya.
Sedangkan perempuan yang dipanggil bunda itu segera menoleh, begitu putri kecilnya memanggil dan berusaha untuk menarik dirinya menuju ujung ruangan ini. Ia tersenyum tipis,
"Iya, ayo sayang kita lihat," Sahutnya begitu lembut. Dengan riang, gadis kecil itupun segera menarik perempuan yang telah melahirkannya itu menuju kerumunan di ujung ruangan."Bunda.. aku nggak bisa lihat! Orang-orang di sini kenapa tinggi banget ya?" Keluhnya sedikit kesal, sang Bunda terkekeh pelan melihat raut wajah menggemaskan putrinya. Tanpa pikir panjang, ia pun segera meraih tubuh mungil itu, membawanya ke dalam gendongan.
"Udah kelihatan belum?" Binar di netra gadis manis itu adalah jawaban. Kedua sudut bibir gadis kecil itu tertarik membentuk sebuah lengkungan manis.
"Wah! Bunda ini bagus banget! Aku suka!" Pekiknya heboh.
Bunda tersenyum, "Eugenie suka?" Dengan sekali gerakan, gadis yang dipanggil Eugenie itu mengangguk mantap.
"Suka banget!" Seru Eugenie girang. Melihat putri kecilnya yang begitu bahagia, senyuman di bibir sang Bunda kian mengembang. Ia mengecup kedua pipi putrinya itu bergantian lantas menoleh begitu suara seseorang mengintrupsi dirinya.
"Mama telpon, mau ngomong sama kamu katanya." Seorang pria datang menghampiri sembari menjulurkan sebuah benda pipih kepadanya.
Kening perempuan itu mengerut tipis, "Mama? Tumben, yaudah kamu jagain Eugenie dulu ya," Katanya kepada sang suami.
Laki-laki itu mengangguk, Eugenie turun dari gendongan sang Bunda yang perlahan menjauh dari kerumunan itu. "Eugenie suka sekali ya pameran seni?" Tanya sang Ayah lembut.
Yang ditanya spontan mengangguk cepat, "Banget! Aku suka ngelihat hasil karya seni di setiap pameran, bagus dan juga menenangkan," Ungkap Eugenie kagum.
Kedua netranya tak dapat berpaling dari salah satu lukisan milik seorang seniman yang entah siapa namanya. Seniman itu seolah sengaja menyembunyikan identitasnya yang asli, sehingga Eungenie semakin penasaran sehebat apa sosok yang ada di balik karya seni ini?
Eugenie berpaling, begitu mendengar suara isak tangis seseorang yang berhasil mengalihkan atensinya, setelah meminta izin kepada sang Ayah, dengan langkah pasti ia berjalan menghampiri seorang bocah laki-laki yang terlihat sebaya dengannya.
Ia menatap bocah laki-laki itu bingung, "Hai kamu, ngapain sendirian di sini? Orang tua kamu di mana?" Eugenie bertanya sembari menoleh ke sana kemari mencari tahu keberadaan orang tua dari laki-laki ini.
Bukannya mendapat jawaban, Eugenie justru menerima tatapan sinis dari si laki-laki. Eugenie yang tidak tahu salah nya apa itupun semakin dibuat bingung, apalagi saat melihat laki-laki itu yang tidak henti menggigiti kukunya hingga berdarah.
Eugenie, si gadis manis berhati lembut itu tidak tega melihatnya, ia reflek meraih tangan laki-laki itu agar berhenti menggigiti ujung kukunya yang sudah berdarah. "Jangan digigit, tangan kamu jadi berdarah," Tuturnya sendu.
Si bocah laki-laki yang merasa terganggu itupun segera menarik tangannya menjauh, ia menatap gadis di hadapannya itu sinis, "Apa sih pegang-pegang?!"
Eugenie tidak peduli, iapun kembali meraih tangan laki-laki itu sembari berujar pelan, "Kasihan tangan kamu, sini aku bantu obatin. Ayo ikut!"
Perlahan, Eugenie menarik laki-laki itu menuju salah satu bangku panjang yang ada di ruangan. Si anak laki-laki yang tidak tahu apa-apa itu hanya bisa menurut begitu dirinya di tarik menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT HATI : 831
RomanceDi dunia ini ada ribuan lelaki yang sekiranya bisa dijadikan pasangan, pun sebaliknya. Tapi bagi seorang Eugenie Kahyana, terlahirnya sosok Althair Saskara yang nyaris sempurna itu adalah hal paling indah yang diukir semesta dalam sejarah kehidupann...