04 : Jovian dan Malioboro

51 34 21
                                    

Waktu yang terus berlalu tanpa bisa dihentikan oleh siapapun itu membuat langit kian berwarna. Momen di akhir hari ketika matahari mulai merunduk di cakrawala, memberikan pemandangan yang memukau dan suasana yang menenangkan bagi seluruh umat manusia.

Jovian dan Eugenie baru saja menginjakkan kaki di daerah Malioboro, sesuai rencana, selepas kembali dari pasar dan berganti pakaian. Keduanya akan melanjutkan agenda mereka dengan jalan-jalan di sekitaran Malioboro.

Seperti hari-hari yang lalu, Malioboro tidak pernah sepi akan penghuni yang kerap kali datang hanya untuk sekedar mencuci mata atau kulineran di sekitarnya. Banyak hal yang bisa dieksplor jika sudah berada di Malioboro.

"Laper nggak? Kalau iya, kita makan dulu, baru jalan-jalan." Jovian buka suara setelah sesaat sebelumnya terjadi keheningan antara keduanya.

Eugenie menoleh, "Kita cari makannya sambil jalan-jalan aja, kan banyak di pinggiran sini," Kata Eugenie menyetujui.

Jovian mengangguk, "Ya udah, kalau gitu ayo makan dulu!" Tanpa menunggu jawaban dari Eugenie, Jovian dengan perlahan menarik lengan gadis itu agar tidak jauh darinya. Membawa keduanya menyusuri jalanan Malioboro yang sangat ramai kala itu. Berbagai pedagang kaki lima terlihat berjejeran sepanjang jalan.

"Udah lama banget ya aku nggak jalan-jalan sore gini, Malioboro makin rame aja," celetuk Eugenie terkesima.

"Emang sejarang itu lo keluar rumah?" tanya Jovian penasaran. Eugenie tersenyum hangat, "Kalau ditanya gitu, hampir 24 jam waktu aku di luar rumah, Jov. Tapi ya bukan buat jalan-jalan gini," Jawabnya.

Jovian manggut-manggut, "Terus kalau bukan buat jalan-jalan, ngapain aja tuh 24 jam di luar rumah?" tanyanya lagi.

"Eum, pulang sekolah biasanya aku istirahat dulu di rumah. Habis itu aku ada belajar tambahan kayak semacam bimble gitu sampai malam, jadi sekalinya sampai rumah ya langsung tepar. Capek, nggak mau ngapa-ngapain selain tidur," Ungkap Eugenie, rutinitasnya sehari-hari itu sangat padat. Bukan karena penekanan dari siapapun apalagi orang tua, melainkan dirinya sendiri yang dari awal memutuskan untuk mengisi kekosongan harinya dengan hal-hal yang bermanfaat seperti belajar.

Walaupun pada akhirnya, ia jadi banyak kehilangan waktu hanya untuk sekedar menikmati kesendiriannya. Terkadang, melihat semua teman sekolahnya yang pulang sekolah berencana untuk bermain ke suatu tempat, Eugenie ingin sekali bersorak bahwa dirinya ingin bergabung. Tetapi keputusannya dari awal sudah tidak bisa diganggu gugat, ia tidak mau mengusik jadwalnya yang sudah dengan susah payah ia tata.

Jovian mendengarkan setiap bait kalimat yang keluar dari mulut gadis itu lalu tersenyum, "Lo keren, Eugenie," tuturnya tiba-tiba membuat Eugenie memperlambat langkahnya sembari menatap lelaki itu lembut, "Keren? Kenapa keren?"

"Ya, keren. Menurut gue, lo keren aja gitu. Di saat semua teman-teman lo sibuk menikmati masa SMA mereka dengan main bareng, lo justru udah ngatur jadwal sendiri buat kehidupan lo di masa depan nanti," jelas Jovian.

Eugenie terkekeh pelan mendengarnya, "Biasa aja, Jov. Hal kayak gitu sebenarnya bukan sesuatu yang bisa aku banggakan, selagi aku belum bisa jadi orang yang benar-benar membanggakan Bunda sama Ayah, rasanya semua yang aku lakukan nggak ada artinya," sanggah Eugenie merasa kurang setuju.

Kedua alis Jovian tertaut, "Kenapa lo mikir gitu? Padahal semua yang lo lakukan pasti bikin lo sendiri capek kan?" Gadis itu mengangguk samar, "Capek, tapi Ayah sama Bunda lebih capek, Jov. Karena itu aku nggak mau menyia-nyiakan waktu dengan main-main. Padahal Bunda sama Ayah nggak minta banyak hal dari aku selain jadi anak baik yang nurut sama orang tua," jawab Eugenie.

Mendadak suasana terasa sendu, Jovian jadi merasa tak enak hati saat melihat perubahan ekspresi Eugenie di sampingnya. Tak ingin suasana ini berlanjut, Jovian berusaha memperbaiki suasana.

SURAT HATI : 831Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang