Kamar berukuran lima kali lima meter itu kini penuh dengan kertas yang berisi gambar-gambar bangunan. Beberapa tertulis informasi spesifik, sisanya penuh dengan tanda silang berwarna merah. Wu Xie memijat leher belakang, sambil terus menggerakkan pensilnya di atas selembar kertas. Cuaca di siang hari menjadi puncak panas, beberapa tetes keringat masih sempat muncul di pelipisnya, meski AC ruangan sudah pada suhu terdingin.
"Tian Zhen! Kuperingatkan, ya! Kalau kau tidak keluar dari kamar sekarang dan makan siang, aku akan membakar kamarmu!"
Teriakan terdengar dari luar, disusul ketukan pintu.
"Ck, diamlah Pangzi, jika kau marah-marah, kau akan mati lebih dahulu daripada aku yang penyakitan ini," jawab Wu Xie santai.
"Tidak masalah, setidaknya jika aku mati, ada istri dan anakku yang merindukan aku. Sedangkan kau? Pria tua yang lajang, siapa yang peduli padamu jika bukan aku? Xiao Ge juga-" ucapan Pangzi terhenti ketika pintu di depannya tiba-tiba terbuka, memunculkan raut wajah marah dan sedih milik Wu Xie.
"Baiklah, aku minta maaf. Ayo makan, kali ini istriku memasak semur iga sapi." Pangzi menuntun Wu Xie ke ruang makan.
Di usianya yang ke 47 tahun ini, Wu Xie terlihat seperti kakek-kakek karena penyakit yang dideritanya. Tubuhnya kurus kering, kulitnya keriput, dan wajahnya pucat. Ia menderita kanker perut selama empat tahun. Penyebabnya, karena pola makan tak teratur, kurang istirahat, dan stress berkepanjangan. Tak ayal, kini Wu Xie harus berjalan sambil dituntun.
"Apa yang kau kerjakan kali ini? Mengapa sampai lupa waktu makan?" tanya Pangzi.
"Jin Wantang memberiku arsip tua, berisi informasi tambahan terkait dengan aula persembahan keluarga Zhang. Meski sudah sangat sulit dikenali, ada beberapa simbol dan karakter unik yang pernah aku pelajari sebelumnya."
"Ini sudah sepuluh tahun, apakah Xiao Ge akan kembali?" gumam Pangzi.
Wu Xie hanya diam menikmati makan siangnya. Namun, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, saat memikirkan bahwa saat ini sudah tahun ke sepuluh Zhang Qiling pergi. Tahun-tahun sebelumnya, setiap satu dekade, Wu Xie akan menunggu di tempat yang sudah dijanjikan Zhang Qiling. Sejak bertemu dengan Zhang Qiling di usia 17 tahun, total sudah tiga kali Wu Xie berpisah dan bertemu dengannya di gerbang bersalju. Hanya saja, sepuluh tahun lalu, Zhang Qiling tidak menjanjikan pada Wu Xie bahwa ia akan kembali melalu gerbang yang sama.
"Tunggu saja di rumah," ucap Zhang Qiling kala itu.
Karena 10 tahun lagi bagi Wu Xie, akan sulit untuk mencapai gerbang bersalju itu lagi. Selain karena usia dan kondisi fisiknya, lokasi dan medan gunung bersalju itu tidak bisa dilewati dengan mudah.
"Minum obatmu, kita akan ke dokter sore ini. Pastikan kau istirahat setelah ini." Pangzi menyodorkan beberapa pil dengan berbagai warna.
"Aku tahu."
°°° 000 °°°
Dokter menggelengkan kepalanya.
"Tapi, dia bisa bangun setiap hari, mencoret-coret kertas, makan dan berjalan-jalan di sore hari."
"Tidak bisa dipungkiri, bahwa pasien memang orang yang energik, tapi hasil pemeriksaan menunjukkan kondisinya semakin menurun. Harapan hidupnya paling lama tiga bulan."
"Dia bukan energik, dia keras kepala dan bodoh," sungut Pangzi, "tidak adakah cara lain?"
"Kanker ini sudah menyebar ke saraf dan hati. Tidak bisa dilakukan operasi. Obat dan kemoterapi hanya untuk menunda penyebaran dan menambah harapan hidup."
Pangzi mengepalkan tangannya erat. Matanya merah, tapi ia tahan sebisa mungkin untuk tidak menangis. Setelah konsultasi beberapa hal terkait Wu Xie, ia keluar dari ruangan dokter. Pangzi termenung di depan pintu ruangan tempat Wu Xie melakukan kemoterapi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Heart
FanfictionFanfiction of The Lost Tomb by Kennedy Xu. Couple utama Zhang Qiling dan Wu Xie. Couple lain, suka-suka penulis, hahaha! (Bisa request, sih) WARN! LGBT, BxB, Bromance, Yaoi, BL, Homoseksual, Gay, or However yous say.