Saudara Tanpa Kata

1 0 0
                                    

"Kanda benar-benar tidak punya hati!" seru Sanha dengan kesal. Dia keluar dari kamar, membanting pintu dengan suara keras yang memecah kesunyian.  

Setelah suara langkah kaki adiknya perlahan menghilang, Moon Bin menurunkan selimut yang menutupi wajahnya. Ia membuka mata dan memastikan bahwa dirinya kini sendirian di kamar. Dengan gerakan perlahan, ia bangkit dari tempat tidur, meraih busur dan panah yang tergantung di dinding. Ia mendengar suara adik-adiknya masih terdengar samar dari kejauhan, berbincang di depan rumah.

Tak ingin menarik perhatian, Moon Bin membuka jendela dan melompat keluar. Tanpa suara, ia berlari melewati pepohonan, menuju ke arah yang ia tahu akan ia temukan Rocky.

Di ujung hutan, perkelahian Rocky dengan seorang perempuan masih berlangsung sengit. Meski Rocky sudah hampir tak berdaya, ia tetap tak mau menyerah. Tubuhnya sudah penuh luka, beberapa di antaranya masih mengalirkan darah. Pedangnya yang sempat menjadi senjata andalan, kini tergeletak jauh di tanah. Tenaganya perlahan terkuras, dan kesadaran mulai menghilang ketika menyadari Jinjin tidak lagi di sampingnya.

Tanpa peringatan, perempuan itu melancarkan serangan dari belakang. Rocky terpental, pedangnya terlempar jauh, dan tubuhnya jatuh tersungkur di tanah setelah menerima serangkaian pukulan.

Perempuan itu melangkah mendekat dengan tatapan penuh kebencian. Ia menarik dagu Rocky, memaksa wajahnya menatap ke arahnya. "Sayang sekali, anak muda. Kau pikir bisa mengalahkanku? A ha ha ha," tawanya menggema di antara pepohonan.

Rocky menatap dengan penuh kebencian. "Bunuh saja aku!" desisnya, nafasnya tersengal.

"Tentu saja, itu memang yang aku inginkan," jawab perempuan itu. Ia menarik Rocky berdiri, mendorong tubuhnya hingga menghantam sebuah pohon. Dengan kuku-kuku panjang dan tajam, ia mengelus wajah Rocky seolah menikmati penderitaan pemuda itu.

"Akan kutawarkan satu pilihan, sayang. Jadilah suamiku, aku akan menunggumu sampai kau dewasa. Jika setuju, maka aku biarkan kau hidup," tawarnya dengan suara merayu.

"Cuih! Aku tidak sudi perempuan jelek!" Rocky meludah ke tangan perempuan itu.

"Kurang ajar!" Suara perempuan itu berubah menjadi murka. Ia bersiap melancarkan serangan terakhirnya, namun tiba-tiba sebuah anak panah melesat cepat, hampir menancap di tubuhnya.

Perempuan itu segera menghindar, menoleh mencari pelaku. Saat itu, Rocky mencoba melarikan diri, tapi gagal. Dengan satu tarikan kuat, perempuan itu merobek pakaian Rocky dan meninggalkan bekas luka dalam di dadanya, membuat darah mengucur deras.

Perempuan itu kembali menyerang, matanya penuh kebencian melihat darah segar yang mengalir dari tubuh Rocky. Tepat saat ia hendak menancapkan kukunya lagi, tiga anak panah kembali melesat, kali ini tepat mengenai sasarannya. 

Satu panah menancap di kakinya, membuat ia limbung. Panah lain mengenai bahunya, melumpuhkan tangannya. Dan yang terakhir menancap di dadanya, membuat perempuan itu terjatuh, menjerit kesakitan. Panah-panah itu beracun, dan racunnya mulai bekerja. Namun, sebelum tubuhnya benar-benar tumbang, seseorang tiba-tiba muncul dan membawa tubuh perempuan itu pergi dengan kecepatan luar biasa.

Rocky, yang masih tergolek lemah di tanah, hanya bisa memandang dengan mata yang mulai kabur. Tubuhnya semakin lemah karena kehilangan banyak darah.

"Siapa pun yang telah menolongku... pasti dia orang baik," gumam Rocky dengan suara serak, nafasnya tersengal-sengal.

Seseorang melangkah keluar dari bayangan pepohonan. Moon Bin, dengan busur dan panah di punggungnya, berdiri di hadapan Rocky. Tanpa sepatah kata, ia mengulurkan tangannya. Rocky mendongak, menatap kakaknya dengan tatapan penuh terima kasih, lalu menerima uluran tangan itu.

The King Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang