DAY 06

83 7 0
                                    

JAKARTA telah mengguyur dirinya dengan hujan sedari tadi, menyisakan genangan air pada lapangan yang sedang ku lintasi saat ini. Dengan sebuah buku novel di tangan, aku melangkahkan kaki menuju perpustakaan.

Sesampainya di perpustakaan, aku melepas sepatuku, menaruh kedua alas kaki itu pada rak yang telah disediakan. Kemudian, aku melangkah masuk ke dalam perpustakaan yang hening. Beberapa anak yang tengah duduk di meja ataupun bersandar pada rak buku sibuk tenggelam ada bacaannya.

Bagiku, tidak ada tempat di sekolah yang lebih nyaman daripada perpustakaan. Tidak ada aroma yang lebih harum daripada wangi buku yang sudah lembap.

Aku mencintai buku.

"Permisi, Bu, saya mau kembalikan buku pinjaman saya," ucapku pada petugas perpustakaan yang ku temui tempo hari. Panggil saja Bu Nirma.

Aku meletakkan kartu anggota perpustakaan dan buku pinjamanku di atas meja, lalu sedikit mendorongnya ke arah Bu Nirma.

Bu Nirma yang menyadari keberadaanku pun sontak mendongakkan kepalanya dan tersenyum manis. Ia menerima buku tersebut dan mulai mengetikkan sesuatu di komputer. "Bulan ini kamu udah pinjam enam buku, Nala."

Aku meringis pelan. Malu. "Hehehe iya, Bu. Kebetulan saya banyak waktu luang, jadinya punya banyak waktu buat baca buku."

Bu Nirma mengangguk-angguk paham dengan mata yang masih fokus pada komputer. "Kirain emang sengaja mau jadi peminjam buku terbanyak bulan ini," goda Bu Nirma setengah tertawa.

Setelah beberapa saat, Bu Nirma mengembalikan kartu anggota perpustakaanku. Merasa urusanku dengan beliau telah selesai, aku berpamitan pada wanita paruh baya itu dan bersiap meninggalkan perpustakaan.

Sebelum benar-benar meninggalkan perpustakaan, selembar kertas yang ditempel pada dinding dekat pintu berhasil mencuri perhatianku. Selembar kertas yang berisikan nama-nama siswa yang menjadi peminjam buku terbanyak bulan lalu.

Dari lima nama siswa, aku berada di posisi ketiga dengan jumlah pinjaman lima buah buku. Di peringkat pertama, ada sebuah nama dengan jumlah pinjaman delapan buah buku,

Erisha Flora.

Peringkat seperti ini sebenarnya tak begitu penting bagiku karena tidak ada satu pun rasa ambisi untuk menjadi peringkat nomor satu untuk menjadi peminjam terbanyak. Menurutku, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menikmati proses dari membaca itu sendiri.

Kembali ku pasang kedua sepatu pada kursi panjang ketika keluar dari perpustakaan. Namun tiba-tiba, penglihatanku mendadak gelap saat aku menyadari seseorang berdiri di depanku, menutupi cahaya matahari.

Aku menegakkan tubuh, sedikit terkejut ketika mendapati Adnan berdiri di sana. "Adnan?"

Dengan wajah datarnya, ia berbicara, "Nanti ada rapat OSIS pas istirahat kedua nanti. Lo bisa hadir, kan?"

Sembari menyelesaikan kegiatan mengikat tali sepatu -dan memastikannya telah terikat dengan kencang, aku bergumam pelan. "Bisa."

Aku kembali menegakkan tubuh setelah kedua tali sepatuku sudah terikat dengan rapi. Pada detik yang sama pula, aku menyadari bahwa Adnan berdiri di hadapanku dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana. Entah laki-laki ini berusaha untuk terlihat keren atau bagaimana.

"Oke," jawabnya singkat. "Gue tunggu di ruang OSIS di jam istirahat."

Kemudian ia berlalu saja. Aku mengedipkan mata beberapa kali, sedikit bingung mengapa Adnan bisa menemukanku di sini.

Aku berdiri cepat begitu Adnan menjauh beberapa langkah. "Adnan," seruku setengah berteriak.

Ia menghentikan langkahnya, kemudian berbalik dengan kedua tangan yang masih bertengger di saku celana.

On the Day We Call It LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang