Jim dan Erik adalah pasangan kekasih yang tampaknya memiliki hubungan yang rumit. Jim, seorang mahasiswa dengan ambisi tinggi, mengajak Erik, kekasihnya yang lebih pendiam, untuk mengikuti penelitian tugas kuliahnya ke sebuah kampung terpencil di ujung negeri. Kampung itu dikenal dengan berbagai rumor dan keanehan, tetapi Jim meyakinkan Erik bahwa perjalanan ini penting untuk kariernya.
***
Jim dan Erik berada di ruang tamu apartemen mereka yang kecil dan berantakan. Suasana tegang menyelimuti ruangan, dengan nada suara yang semakin meninggi antara mereka.
"Kau harus mengerti, Erik! Ini kesempatan besar untuk tugas kuliahku!" kata Jim, suaranya penuh emosi dan frustrasi.
Erik berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan ekspresi cemas. "Aku tidak nyaman dengan ide ini, Jim. Kampung itu terdengar sangat berbahaya. Aku merasa ini bukan tempat yang aman untuk kita."
Jim melangkah mendekat, wajahnya merah karena kemarahan. "Kau terus-menerus menghindar dari tantangan. Ini bukan hanya tentang penelitian. Ini tentang kesempatan untuk menunjukkan kemampuanku!"
Erik memutar tubuhnya, menatap Jim dengan tatapan frustrasi. "Dan bagaimana dengan keselamatan kita? Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang tidak kita harapkan? Kau hanya berpikir tentang dirimu sendiri!"
"Ini bukan soal aku atau kamu!" Jim membentak, suaranya bergema di ruangan kecil. "Ini soal masa depanku. Dan jika kau peduli padaku, kau akan mendukungku, bukan malah meragukannya."
Erik menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. "Aku peduli padamu, tapi aku juga peduli dengan keselamatan kita. Aku tidak ingin kita terjebak dalam situasi yang berbahaya."
Jim berjalan menuju meja dan mengambil peta kampung yang akan mereka tuju. "Aku sudah melakukan riset. Tempat ini mungkin terdengar misterius, tapi aku yakin ada sesuatu yang bisa ku temukan di sana. Aku sudah mempersiapkan segalanya."
Erik memandang peta dengan keraguan. "Dan bagaimana jika semuanya tidak seperti yang kau harapkan? Bagaimana jika kita tidak bisa kembali?"
Jim berhenti sejenak, mencoba menahan emosinya. "Aku butuh kau di sampingku, Erik. Aku tidak bisa melakukannya sendiri. Aku sudah memilihmu untuk ikut bersamaku."
"Aku tidak merasa punya pilihan," kata Erik dengan nada lelah. "Tapi aku juga tidak ingin membuatmu merasa tertekan."
Jim mendekati Erik, meletakkan tangannya di bahu Erik dengan lembut. "Aku tahu ini sulit, tetapi aku berjanji kita akan menghadapi apa pun bersama. Jangan biarkan rasa takut menghalangimu untuk mendukungku."
Erik menatap mata Jim yang penuh tekad. Ia tahu betapa pentingnya proyek ini bagi Jim, dan meskipun hatinya penuh dengan kekhawatiran, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan ikut. Tapi jika ada sesuatu yang salah, kita segera pulang."
Jim tersenyum, wajahnya melembut. "Terima kasih, Erik. Aku janji kita akan aman."
***
Keesokan harinya, mereka berangkat dengan mobil menuju kampung terpencil tersebut. Perjalanan mereka diwarnai dengan suasana hati yang tegang. Jim berusaha untuk tetap positif dan bersemangat, sementara Erik tetap cemas dengan setiap kilometer yang mereka lewati.
Ketika mereka memasuki jalanan kecil menuju kampung, Erik semakin merasakan ketidaknyamanan. Kampung itu tampak sangat berbeda dari yang mereka bayangkan-rumah-rumah tertutup rapat, jalanan yang sepi, dan suasana yang mencekam.
Setibanya di kampung, mereka mencari-cari penginapan yang bisa mereka gunakan untuk beristirahat. Mereka mencoba bertanya kepada beberapa penduduk setempat tentang tempat menginap, tetapi mereka hanya mendapatkan tatapan curiga dan jawaban yang samar.
"Apakah kamu yakin kita bisa menemukan tempat menginap di sini?" tanya Erik, suara cemasnya semakin jelas.
Jim mencoba untuk tetap tenang. "Kita hanya perlu terus mencari. Ini mungkin hanya permulaan, dan kita harus tetap positif."
Akhirnya, mereka menemukan sebuah penginapan kecil di pinggir kampung. Pemilik penginapan, seorang wanita tua dengan wajah ramah, menyambut mereka dengan sedikit keraguan. Dia menunjukkan kamar sederhana yang tersedia dan menawarkan makanan sederhana.
Saat mereka duduk di meja makan yang sederhana, Erik melihat sekeliling dengan rasa tidak nyaman. "Tempat ini terasa sangat sepi. Aku tidak suka dengan suasananya."
Jim mencoba menghibur Erik. "Ini hanya sementara. Aku yakin kita akan menemukan apa yang kita cari."
Malam mulai turun, dan suasana di kampung semakin terasa asing dan mencekam. Jim dan Erik berbaring di tempat tidur mereka, masing-masing terjebak dalam pikiran mereka sendiri. Erik masih merasa khawatir tentang apa yang mungkin terjadi, sementara Jim berusaha untuk tetap fokus pada tujuannya.
Dengan rasa tidak nyaman yang menggelayuti mereka, mereka akhirnya tertidur, bersiap untuk menghadapi hari berikutnya di kampung misterius itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHADOW: In the Remote Village
Short StoryJim, seorang mahasiswa ambisius, mengajak kekasihnya Erik untuk mengikuti penelitian di kampung terpencil yang penuh misteri. Namun, perjalanan mereka berubah menjadi bencana ketika mereka disambut oleh penduduk desa yang enggan berinteraksi dan di...