3. Ketegangan di Rumah Jihan

1 0 0
                                    

Setelah kejadian di parkiran, Jim dan Erik bergegas menuju halte bus terdekat, berharap untuk segera kembali ke penginapan mereka. Suasana di sekitar masih tegang, dan ketidaknyamanan mereka semakin terasa saat bus datang.

Mereka naik ke dalam bus dengan cepat, berusaha tidak menarik perhatian. Namun, tidak lama setelah itu, mereka merasakan tatapan curiga dari para penumpang. Erik, yang merasa semakin cemas, menggenggam tangan Jim lebih erat.

Salah satu penumpang pria, dengan suara keras dan marah, berdiri dan berteriak, "Orang luar kampung tidak boleh menaiki transportasi ini!"

Suasana di dalam bus menjadi sangat tegang. Penumpang lainnya mulai berbisik dan memandang Jim dan Erik dengan tatapan tidak ramah. Jim mencoba untuk tenang dan berbicara kepada penumpang tersebut, "Kami hanya ingin kembali ke penginapan kami. Kami tidak berniat mengganggu."

Namun, situasi semakin memburuk. Beberapa penumpang berdiri, bergerak mendekat dengan sikap mengancam. Jim dan Erik merasa terjepit dan sangat cemas.

Tiba-tiba, seorang perempuan dengan pakaian seragam sekolah SMP berdiri di dekat mereka. "Kalian harus turun dari bus sekarang," katanya tegas. "Kondisi di sini tidak aman untuk kalian."

Jim dan Erik saling berpandang, merasa bingung dan tertekan. "Kenapa?" tanya Jim. "Kami hanya ingin kembali ke penginapan. Apa yang salah?"

Perempuan itu menatap Jim dengan tatapan penuh empati. "Kalian perlu keluar sebelum situasi menjadi lebih buruk."

Melihat ketegangan yang semakin meningkat, Jim dan Erik mengikuti perempuan itu keluar dari bus. Mereka berdiri di luar bus, dan bus itu segera meninggalkan mereka. Perempuan tersebut memperhatikan mereka dengan serius.

"Nama saya Jihan," katanya setelah memperkenalkan diri. "Aku melihat kalian dalam bahaya dan memutuskan untuk membantu."

Jim dan Erik merasa lega karena ada seseorang yang peduli. "Terima kasih atas bantuannya, Jihan," kata Jim. "Kami benar-benar tidak tahu harus berbuat apa."

Jihan mengangguk. "Kampung ini sangat tertutup dan tidak ramah terhadap orang luar. Kalian harus berhati-hati dan mencari tempat aman."

Erik, masih merasa cemas, bertanya, "Apakah ada tempat aman di sini? Kami tidak tahu harus kemana."

Jihan memandang mereka dengan rasa simpati. "Aku tahu tempat yang bisa kalian singgahi untuk sementara waktu. Aku bisa mengundang kalian ke rumahku."

Jim dan Erik saling berpandang, menimang-nimang tawaran tersebut. "Kami sangat menghargai tawaranmu, Jihan." dan menyetujuinya.

"Baiklah," kata Jihan. "Ikuti aku. Rumahku tidak jauh dari sini. Kita bisa berbicara lebih lanjut dan mencari solusi bersama."

Jihan memandu mereka melewati jalan-jalan sempit kampung, menjauh dari area yang tegang dan menuju rumahnya. Jim dan Erik mengikuti dengan penuh harapan bahwa mereka akan menemukan sedikit ketenangan dan perlindungan di rumah Jihan.

***

Jim dan Erik mengikuti Jihan menuju rumahnya, yang terletak di ujung jalan yang lebih sepi. Setelah beberapa menit berjalan, mereka tiba di sebuah rumah kecil yang tampak sederhana namun memiliki suasana yang agak mencekam. Jihan membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk.

"Silakan masuk," kata Jihan dengan nada ramah. "Kalian bisa merasa nyaman di sini sementara aku menyiapkan beberapa hal."

Jim dan Erik melangkah masuk dan segera merasakan suasana rumah yang sangat berbeda dari yang mereka harapkan. Ruang tamu rumah Jihan tampak sangat kotor, dengan debu dan kotoran yang menumpuk di berbagai sudut. Bau tidak sedap menyebar di udara, dan lampu yang redup membuat suasana semakin mencekam.

Erik merasa tidak nyaman dan mengamati sekeliling dengan cemas. "Rumah ini terasa sangat... gelap dan kotor." gumamnya.

Jihan pergi ke dapur, meninggalkan Jim dan Erik di ruang tamu. Tidak lama setelah itu, Jim dan Erik mendengar suara percakapan dari dapur. Jihan sedang berbicara dengan seseorang dengan suara yang rendah dan agak tidak jelas.

Jim mencoba mendengarkan percakapan tersebut. Dari percakapan yang samar-samar, ia mendengar Jihan mengatakan, "Aku baru saja mendapatkan mangsa baru... Mereka tampaknya tidak tahu apa-apa tentang kampung ini."

Mendengar kata-kata tersebut, Jim merasa perasaannya semakin tidak enak. "Jihan menyebut tentang 'mangsa baru'. Ini tidak terasa benar."

Sementara itu, Erik yang sedang memeriksa beberapa bagian rumah melihat sesuatu yang sangat mencurigakan. Di sudut ruangan yang gelap, dia melihat sesuatu yang tampak seperti tubuh manusia tertutup oleh kain kotor. Erik merasa mual dan takut, lalu berbisik kepada Jim. "Jim, aku... aku melihat sesuatu yang menyeramkan di sini. Sepertinya ada mayat di sudut ruangan."

Jim merasakan gelombang ketakutan melanda dirinya. "Kita harus keluar dari sini, sekarang juga."

Jim menarik tangan Erik dan berusaha untuk tenang. Mereka bergegas menuju pintu, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Namun, saat mereka hampir mencapai pintu, Jihan muncul kembali dari dapur, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Ke mana kalian akan pergi?" tanya Jihan dengan nada yang mulai terasa menakutkan.

"Maaf, kami... kami harus pergi," jawab Jim, berusaha untuk tidak panik.

Jihan terlihat ragu-ragu sejenak, tetapi akhirnya memberikan jalan. "Baiklah. Tetapi berhati-hatilah di luar. Kampung ini tidak ramah terhadap orang asing."

Jim dan Erik keluar dari rumah dengan cepat, berlari menuju jalan utama. Mereka merasa lega ketika akhirnya berada di luar rumah Jihan, meskipun perasaan cemas dan ketakutan masih menyelimuti mereka.

SHADOW: In the Remote VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang