4. Melampaui Eksistensi

91 5 0
                                    

                                     >>>

''al bisa berdiri?'' aku menatapnya sedikit ngeri karena aku tahu itu rasanya sakit sekali
''susah Ra-'' ucap lelaki itu dengan lemas
''aku panggil petugas a-'' belum sempataku menyelesaikan kalimat ku dia sudah menarik tanganku
''gua bisa Ra.'' tegas lelaki itu yang membuatku mengerutkan kening
Karena Aku merasa sudah tidak tersisa banyak waktu lagi jadi aku mau tidak mau memapahnya dan membawanya ke ruang rawat inap umum.

Sesampainya disana**

Tatapannya begitu kosong dan hampa, aku merasa al menutupi lukanya dibalik sayap hitam dan mata tajamnya itu.

''ra-'' lelaki itu menatap ke arahku
Aku awalnya memang tidak yakin ataupun peduli padanya tapi mendengar dia berbicara padaku rasanya seperti ada angin malam yang menyapu diriku...
''iya al?''
''maaf nyusahin.'' ucap lelaki itu kepadaku
Rasanya kalut, berbalut resah bagaikan rintik hujan di sore hari mungkin itu yang dirasakan oleh Altaraz. pria yang selalu tegar atas masalah yang selalu datang menghampiri hidupnya
Karena ketidakadaan perawat dan dokter di ruangan itu dan lukanya sudah terlanjur parah mau tidak mau aku mengobati nya sesuai dengan apa yang aku pelajari dari Tante Rina

''Ugh-'' Al meringis perih
''maaf, tahan sedikit ya-'' lelaki itu mengganguk
Beberapa saat kemudian aku sudah selesai mengobati lukanya
''udah beres al-''

''ra gua pinjem bahunya bentar'' lelaki itu dengan cepat menariku mendekat membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa, meski aku sedikit kesal karena dia yang tiba-tiba memintaku datang kemari tapi aku merasa al benar-benar terluka kali ini.

''altaraz-'' lelaki itu tidak mengubris dan tetap memelukku erat aku mendengar detak jantung nya tak beraturan dan tubuhnya panas sekali.
Dia terlihat gelisah, ''sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya??''

Aku sendiri tahu dia sangat tidak suka terlalu dekat dengan seseorang atau bahkan orang yang terlalu mencampuri urusan hidupnya, tidak terkecuali diriku ucapku dalam hati

"al, badan kamu panas banget" aku mencoba menghiraukannya tapi aku merasa itu bukan hal bagus

"Sakit ra-" ucap lelaki itu lirih

"Tahan sebentar ajaa, ok al?" Aku mengusap punggung nya dengan lembut

"Makasih banyak ra" gumam Al dengan suara pelan, hampir tak terdengar. Dia tak terbiasa mengungkapkan kelemahannya, selalu menyembunyikannya di balik sifat jahat dan tegas nya yang begitu penuh dengan luka.

Aku menatap matanya. "Al, aku harap kamu tahu, kamu nggak harus menjalani ini sendirian. Aku di sini, kapan pun kamu butuh."

Dia menunduk, menatap lantai dengan pandangan kosong. Entah berapa lama dia hidup dengan kesakitan ini, tanpa ada yang benar-benar peduli. Satu hal yang aku tahu, dia telah terlalu lama terperangkap dalam dunianya sendiri.

"Kadang, gua cuma ngerasa gak pantes buat ditolong," ucapnya pelan, nyaris berbisik.

Hatiku mencelos mendengar pengakuannya. Betapa banyak rasa sakit yang harus dia pendam selama ini? Berapa kali dia merasa tidak berharga? Aku ingin memberinya kekuatan, tapi tak tahu bagaimana caranya.

"Semua orang pantas ditolong, Al. Bahkan kamu." Aku mencoba meyakinkan, meski dalam hatiku, aku tahu ini bukan sekadar soal berkata-kata. Dia butuh waktu untuk benar-benar percaya, bahwa ada seseorang yang bersedia menemani dia keluar dari kegelapan.

Al tersenyum kecil, senyum yang tak sampai ke matanya. "Mungkin. Mungkin suatu saat aku bisa benar-benar percaya itu."

Dan aku berjanji, aku akan ada di sana sampai saat itu tiba.



Once Changed [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang