8. Sekap dalam bayang obsesi

7 1 0
                                    


[Mengandung konten sensitif diharap para pembaca bijak menyikapi nya]

14 Tahun Lalu

Hari itu, Tania melangkah cepat melewati keramaian jalanan menuju sekolah Raya. Senyumnya lembut, seperti biasa ketika memikirkan putrinya. Namun, di tengah langkahnya, seorang anak laki-laki yang tampak tersesat berdiri di pinggir jalan. Wajahnya ketakutan dan cemas, dengan mata yang sedikit bengkak seolah telah menangis sepanjang hari.

Tania memperhatikan anak itu dengan hati-hati. "Nak, kau baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut, mendekati bocah yang tidak lain adalah Altaraz, meski Tania belum menyadarinya.
Altaraz, yang sejak tadi diam-diam diawasi dari kejauhan oleh seseorang, mendongak

perlahan. "Tolong... Aku... aku takut" jawabnya, suaranya gemetar. Dalam hati, ia merasa bersalah, tapi perintah dari ayahnya terngiang di kepala. Ia sudah dilatih untuk melakukan ini—memainkan peran anak yang lemah dan ketakutan tanpa tahu maksud dari sang ayah menyuruhnya melakukan hal itu.

Tanpa berpikir panjang, Tania mendekat dan berjongkok di hadapan Altaraz. "Apa yang terjadi? Di mana orang tuamu nak?"
Sebelum Altaraz bisa menjawab, seorang pria dengan pakaian lusuh tiba-tiba muncul dari balik semak-semak. Dia mencengkeram lengan Altaraz dengan kasar dan mulai menariknya pergi.

"Hei! Mau kau bawa kemana anak itu?!" teriak Tania, nalurinya sebagai ibu langsung mengambil alih. Dia berlari mengejar pria itu, yang kini menarik Altaraz semakin dalam ke gang kecil.

"Jangan!" Tania mengejar lebih cepat, meskipun hatinya mulai diliputi rasa takut. Pikiran tentang Raya sejenak teralihkan oleh keinginan kuatnya untuk menolong bocah ini. Langkah kakinya bergema di sepanjang gang sempit yang semakin gelap.
Di tengah kekacauan, Tania tidak menyadari bahwa ini adalah jebakan yang sudah diatur dengan rapi oleh Alfrhan, ayah Altaraz.

Pria yang menculik Altaraz adalah kaki tangan Alfrhan, dan mereka sudah lama menunggu kesempatan ini.
Tania berlari tanpa henti, tak peduli pada rasa takut yang mulai merayap di benaknya. Hingga akhirnya, mereka sampai di ujung gang yang sepi, terjebak di sana tanpa jalan keluar.

Pria itu berhenti, melepaskan cengkeramannya dari Altaraz, dan Tania merasa lega sejenak. Namun, saat ia hendak meraih Altaraz untuk membawanya pergi, sesuatu yang mengerikan terjadi. Suara langkah kaki berat terdengar dari belakangnya. Saat dia berbalik, sosok Alfrhan muncul dari kegelapan dengan senyum penuh kebencian di wajahnya.

"Tania" suara Alfrhan rendah, tetapi penuh dengan kepahitan. "Sudah lama, aku ingin menemuimu."
Tania mematung, napasnya tercekat. Dia langsung menyadari bahwa semuanya adalah jebakan. "Apa yang kau inginkan, Alfrhan? Lepaskan anak ini!"
Alfrhan tertawa pelan, langkahnya semakin mendekat.

"Anak ini? Dia bukan siapa-siapa. Ini semua tentang kau, Tania. Kalau aku gak bisa memilikimu, maka tidak ada orang lain yang boleh memilikinya."
Tania mundur beberapa langkah, matanya penuh ketakutan. "Jangan lakukan ini, Alfrhan. Biarkan aku pergi."
Namun, Alfrhan tidak berniat melepaskannya.

Dengan satu gerakan cepat, dia menarik pisau dari dalam jaketnya,dan memeluk wanita itu dengan lembut. Tania menangis dan bersuara, tetapi suaranya teredam oleh pelukan maut itu. Altaraz, yang masih kecil dan bingung, hanya bisa menyaksikan semuanya dengan rasa takut dan gemetar.
Lelaki itu melepas pelukannya dan berbisik 

"Aku bersumpah Tania, aku begitu mencintaimu, namun aku tak rela kamu dengan yang lain"

Tania jatuh terkulai setelah Alfrhan menyerangnya. Altaraz yang ketakutan tak mampu bergerak, hanya berdiri mematung melihat sosok Tania yang dulu tersenyum kini tergeletak di tanah. Alfrhan menatap anaknya sekilas dan berkata, "Ini adalah pelajaran untukmu, Altaraz. Terkadang, kau harus membuang hal yang tidak kamu perlukan untuk bertahan.
    

Once Changed [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang