PROLOGUE
Seorang gadis muda, enerjik dan cantik serta tinggi semampai tengah berdiri di depan sebuah gedung perkantoran yang tinggi menjulang. Gedung perkantoran dengan dominasi kaca berwarna biru dan dengan bangunannya yang bergaya memutar beberapa derajat. Seperti kue kepang yang dipelintir memutar dan ditaburi gula. Gedung perkantoran ini terletak di pusat bisnis Jakarta, di Jalan Thamrin.
Gadis yang bernama Davina Arianti, berusia 23 tahun berasal dari Semarang Jawa Tengah. Davina membawa sebuah koper besar berisikan pakaiannya, tas punggung dan satu tas kerja. Barang-barang lainnya yang akan dibutuhkan untuk menunjang kehidupan barunya sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta akan dicarinya di kota ini saja.
Davina merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Ketika kontrak kerjanya di salah satu perusahaan di Semarang berakhir, Davina mencoba peruntungannya dengan mengirimkan surat lamaran pekerjaannya ke berbagai perusahaan di bebebarapa kota. Hanya sedikit perusahaan yang membalas lamaran yang ia kirim melalui email. Dan dari sedikitnya itu, yang setuju dengan gaji yang diminta hanyalah perusahaan yang beroperasi di Jakarta.
Setelah sedikit berargumen dengan kedua orang tuanya. Akhirnya Davina mendapatkan izin untuk bekerja di Jakarta. Dengan seribu nasehat yang disematkan padanya. Bahkan ada beberapa yang di tulis ke dalam selembar kertas. Davina hanya geleng-geleng kepala. Entah berapa banyak daftar nasehat jika ia bekerja di luar negeri. Gadis bungsu itu pernah iseng mengajukan hal itu, tapi di tolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya dengan ocehan yang tidak berhenti selama 1 X 24 jam. Sama halnya aturan RT yang wajib lapor dalam waktu yang sama ketika tamu berkunjung ke rumah.
"Ayah, aku kan cuma kerja di Jakarta. Banyak banget pesannya", protes gadis itu sambil memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Tak lupa Davina juga memasukkan peralatan make up-nya ke dalam tas kerja yang berukuran sedang itu.
"Vina, wajar kalau ayahmu khawatir. Kamu kan anak perempuan satu-satunya. Anak bungsu lagi", ucap bu Sukma. Sementara ayahnya ngeloyor pergi keluar dari kamar. Sepertinya sedang menahan kesedihan akan ditinggal anak perempuan satu-satunya merantau ke Jakarta.
"Iya bu, tapi tidak begini juga. Lihat aja pesannya. Kaya daftar belanjaan ibu"
Sandy tertawa di depan pintu kamar Davina sambil memegang secangkir mug kopi hitam. "Namanya juga orang tua Vin. Maklumin aaja", ucapnya cengengesan. Muncul pula dari belakang Sandy, menggoda Davina. "Ayah kan takut kamu itu digondol laki-laki Jakarta", goda Irwan.
"Laki-laki siapa sih mas. Emangnya aku perempuan gampangan", ucapnya sedikit ketus pada kakak keduanya itu.
"Ya kali aja Vin. Ada yang naksir kamu gitu, trus di ajak nikah deh", godanya lagi. Davina spontan melempar kaus kaki yang akan dimasukkannya ke dalam koper. Irwan berhasil menghindar. Ia memeletkan lidahnya meledek adiknya itu. Davina semakin cemberut tak tahan digoda kakaknya.
"Hush, sudah sudah sana. Kalian bisanya menggoda saja", ucap bu Sukma. "Tau tuh!", ceplos Vina lalu duduk di pinggir tempat tidur. Sandy dan Irwan berpaling dari depan kamar adiknya setelah bu Sukma menutup pintunya.
"Kamu jaga diri baik-baik ya di Jakarta. Cari pergaulan yang baik", ucap ibunya sambil mengelus kepala Davina. Ibu mana yang tidak sayang pada anak perempuannya. Pun begitu dengan bu Sukma. Davina anak bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya. Bu Sukma hanya bisa mendoakan keselamatan selalu berada bersama Davina.
"Nggeh bu e"
"Semoga gusti Allah selalu melindungi kamu dari marabahaya"
"Aamiin. Matur nuwun nggeh bu. Davina janji utnuk memberi kabar terus sama ibu. Sama bapak. Atau sama mas Sandi dan mas Irwan"

KAMU SEDANG MEMBACA
PENJAGA KOS
Misterio / SuspensoSeorang gadis yang cantik merantau dari kota Semarang ke kota Jakarta. Davina diterima bekerja sebagai seorang sekertaris CEO sebuah perusahaan swasta. Sebagai gadis yang baru nebapakkan kakinya di kota sebesar Jakarta, Davina tidak teliti dalam mem...