01

20 1 0
                                    







////










"Dia hanya anak haram dari keluarga Kim, dia tak panas menyandang marga besar Kim!"


































KRIINGGGG

17.00


Sore yang menenangkan. Suara bel pulang berbunyi, menandakan berakhirnya kegiatan pembelajaran para siswa siswi di sekolah. Di sini, SMA Edvard 3. Salah satu sekolah menengah atas yang memiliki banyak prestasi dan termasuk ke dalam tiga besar SMA terbaik di kota Seoul.

Banyak lulusan SMA ini yang menjadi orang terpandang, membuat SMA Edvard 3 mendapatkan nilai plus dari masyarakat.

Bel pulang telah berbunyi. Siswa dan siswi berbondong-bondong menuju gerbang sekolah untuk pulang ke rumah masing-masing. Bagi banyak orang, sekolah merupakan tempat membosankan, kau harus belajar dan belajar, belum lagi tumpukan pr yang diberikan oleh guru. Sehingga, waktu pulang merupakan kebahagiaan besar bagi sebagian besar orang.

Diantara kerumunan para pelajar ini, terlihat seseorang tengah berlari hendak menghampiri seorang pemuda bersurai hitam, yang sedang menunggunya sembari mengendong ransel.

"Kau akan pergi kemana setelah ini?" Tanyanya begitu manik keduanya bertemu. Yang ditanya hanya mengedikkan bahu.

"Kalau begitu, ayo pergi ke bar"

"Aku tidak akan ikut jika ke bar"

Pria bernama Kim Wonpil ini memang sangat menjaga dirinya dari hal-hal seperti pergi ke bar, minum alkohol ataupun bermain-main dengan wanita. Dia anak yang baik.

Sudah berkali-kali ia di ajak oleh temannya bergumul di bar, namun tolakan terus keluar dari mulutnya. Berbeda dengan Jae yang notabenenya merupakan sahabat dekat Wonpil, ia dapat meneguk dua botol whiskey sekaligus dalam satu malam. Sungguh dua insan yang berbeda.

Terkadang, Jae memaksa Wonpil untuk ikut dengannya, agar Wonpil dapat merasakan kenikmatan angin malam dengan segelas bir.

Kembali pada situasi mereka saat ini. Wonpil sedang menunggu Jae di depan gerbang sekolah, karena mereka berbeda kelas, jam pulang pun terkadang berbeda. Jae itu kakak tingkat Wonpil, tetapi mereka telah berteman sejak kecil. Jae adalah kakak tersayangnya.

Ppipp.. pipp

Suara klakson mobil menghentikan perbincangan mereka. Wonpil menengok ke arah suara dan mendapati ayahnya telah sampai dengan mobilnya. Ia berpamitan pada Jae kemudian bergegas menghampiri sang ayah.

Wonpil memang diantar jemput oleh ayahnya, ia tak pernah diizinkan membawa kendaraan sendiri mengingat ia pernah mengalami kecelakaan saat membawa motor dan pernah terjatuh saat bermain sepeda. Hal itu membuat Wonpil tak mau lagi menyentuh kedua kendaraan itu.

Dulu, Jae sempat menawarkan diri untuk mengantar jemput Wonpil, namun orang tua pemuda Kim itu tak memperbolehkannya, terutama ayahnya yang memang tak menyukai Jae sejak dulu.

Ayah Wonpil adalah tipikal orang yang keras, dia tak suka apabila orang lain membantahnya, dengan kata lain Wonpil harus menuruti pinta sang ayah.

"Apa kau membawa baju ganti untuk les hari ini?"

Wonpil menggeleng, "ayah..."

"Bisakah aku tidak pergi les hari ini? Aku lelah, tapi aku janji akan tetap belajar"

Kalimat itu sebenarnya tak mau Wonpil ucapkan, karena hanya akan mendapat kemarahan sang ayah. Dan benar saja, saat Wonpil mengatakan itu, raut wajah tuan Kim berubah menjadi marah.

Wonpil hanya bisa meremas sabuk pengaman yang terpasang, berpegangan sekuat mungkin apabila ayahnya akan melemparkan tamparan padanya. Lagi.

"Jika kau tidak menuruti ku, keluar saja dari rumahku"

"Ah bukan begitu, maksud ku-"

Tuan Kim memotong, "kalau begitu, diam dan turuti ucapanku! Jangan membuang-buang waktuku"

"B-baik ayah"

Bersikap tak berdaya pun tidak dapat meluluhkan kerasnya hati tuan Kim ini. Entah apa yang Wonpil perbuat dahulu, menjadikan ayahnya sangat-sangat membencinya, tak ada rasa cinta sedikitpun yang timbul diantara keduanya, layaknya seorang ayah dan anak.

Sebenarnya, jika Jae tidak ada di sini, mungkin saja Wonpil sudah mengakhiri hidupnya sendiri. Ia lelah menghadapi hari-hari nya yang sulit.

Hidupnya berat, terkadang ia dijauhi oleh temannya akibat menyandang status anak haram disekolah. Alasan itulah, mengapa sang ayah sangat membenci pemuda Kim ini, dia benar-benar tak menginginkan Wonpil hadir di dunia ini.





















Pembelajaran les selesai pada pukul 9 malam, waktu yang cukup malam bagi Wonpil, ia harus berjalan kaki sendirian menuju halte bus di tengah sinar bulan seperti ini. Dengan ranselnya, Wonpil melangkahkan kakinya dengan sedikit menyeretnya, ia lelah. Tak ada lagi tenaga untuk menggendong ransel besar di punggungnya ini.

Di mana ayahnya? Tentunya di kantor. Dia tidak akan mau menjemput Wonpil malam-malam begini, lebih memilih untuk lembur di kantor daripada melihat wajah anak tunggalnya.




Ttingg..

"Kau sudah pulang? Mau aku jemput?"

Satu kalimat pesan yang Jae kirimkan pada Wonpil. Memastikan pemuda Kim ini pulang dengan selamat sampai rumahnya.

"Sudah berada di halte, tak perlu menjemput ku.."

"Bagaimana dengan ayahmu? Dia tidak memukulmu lagi, kan?"

Ahh Jae, seharusnya kau tak perlu menanyakan hal itu, kau seharusnya tahu, Jae. Wonpil memasang wajah sayu, terkadang terlintas dipikirannya, apakah ia pernah mendapat cinta, apalagi dari kedua orang tuanya. Karena, ia rasa hanya Jae yang memberikan cintanya pada dirinya.

Bus telah datang, Wonpil segera menyimpan ponselnya di sakunya dan berjalan menaiki bus. Selesai ia membayar, Wonpil segera mencari tempat duduk. Ah, kebetulan sekali, kursi di sebelah jendela kosong, maka ia menempati kursi tersebut sebelum orang lain menempatinya. Wonpil memang suka duduk sembari melihat hamparan pemandangan dari jendela, itu salah satu kebahagiaan tersendiri baginya.


"Eh, maaf tuan"

Wonpil segera menengok mendapati bahunya yang di sentuh.

"Bisakah aku meminjam uang? Aku lupa tak membawanya.. nanti aku ganti"

Sepertinya orang ini baru saja naik, bagaimana bisa, ia menaiki bus namun baru ingat tak membawa uang. Aneh

Walaupun dalam keadaan bingung, Wonpil tetap mengeluarkan dompetnya dan memberi orang ini beberapa lembar uang.

"Terima kasih banyak, nanti aku akan menggantinya, semoga kita dapat berjumpa lagi.." ucap pria itu saat hendak pergi.

"Eh, siapa namamu? Dan kemana tujuanmu?" Tanya Wonpil memberhentikan langkah pria itu.

























"Aku Park Sungjin" ...





































Tbc..













Enough [SungPil] Sungjin X WonpilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang