Osamu berbaring di tempat tidur, keheningan menyelimutinya saat cahaya bulan masuk melalui jendela, memancarkan cahaya lembut di sekelilingnya. Pikirannya berputar-putar di kepalanya seperti langit yang berbadai.
Desahan berat keluar dari bibirnya, beban kejadian hari itu dan ketidakpastian yang tak diketahui membebani pundaknya. Ia memejamkan mata, mencoba mencari penghiburan di tengah malam yang tenang, tetapi pikirannya terus berpacu dengan pikiran-pikiran yang gelisah, menolak untuk tenang.
Kegelisahan Osamu terus tumbuh saat pikirannya bergulat dengan pertanyaan apakah perasaannya terhadap Saito benar-benar cinta atau sekadar ketertarikan sesaat.
"Apa ini beneran cinta, atau hanya suka sesaat?" bisiknya pada dirinya sendiri, pertanyaannya menggantung berat di udara.
"Oy Samu!! Apa yang membuatmu bergumam sendiri? Kau keliahatan gelisah," goda Atsumu, suaranya memecah keheningan bagai bilah tajam.
Osamu menoleh ke arah kembarannya dengan ekspresi acuh tak acuh.
"Tidak, aku baik-baik saja. Hanya memikirkan latih tanding besok. Uhm– menyusun strategi."
"Kau yakin tentang itu, Samu? Karena aku yakin aku mendengarmu menggumamkan sesuatu tentang cinta," godanya, seringai tersungging di bibir Atsumu. "Mau berbagi denganku?"
Osamu mendesah pasrah, menyadari tidak ada gunanya menyembunyikan pikirannya dari saudara kembarnya. Ia tahu Atsumu bisa membacanya seperti buku, dan mencoba menipunya hampir mustahil.
"Baiklah, kau berhasil membuatku jujur padamu," aku Osamu dengan enggan. "Aku hanya memikirkan perasaanku pada Saito. Aku tidak tahu apa itu beneran cinta atau hanya sekadar suka sesaat. Membingungkan."
Mata Atsumu membelalak karena terkejut. Dia sudah menduga banyak hal, tetapi pengakuan Osamu jelas bukan salah satunya. Dia tahu Osamu bukanlah orang yang terlalu peduli dengan cinta, dan mengetahui Osamu merasakan sesuatu yang lebih dalam terhadap seseorang sungguh tidak terduga.
"Serius, Samu? Kau serius punya rasa sama cewek ini?"
Atsumu mengernyitkan alisnya, sedikit kerutan terbentuk di wajahnya saat dia memikirkan kata-kata Osamu.
"Tunggu, kau tahu kalau Saito itu cewenya Suna, kan? Kurasa tidak keren bung merebut gadis rekan setimmu."
Osamu mendesah, campuran rasa frustrasi dan kepasrahan terlihat di tatapannya. Ia mengusap rambutnya yang kusut, menyisirnya ke belakang.
"Ya, aku tahu. Aku tidak lupa dia itu cewenya Suna. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku telah menaruh perasaan padanya. Itu bukan sesuatu yang bisa kuhentikan begitu saja. Perasaanku padanya nyata."
"Baiklah.....jadi kapan perasaan ini mulai? Apa kau sudah tergila-gila padanya sejak lama, atau perasaan ini muncul begitu saja?"
"Akhir-akhir ini semakin meningkat, tapi...aku tidak bisa menyangkal bahwa sebagian alasan aku tertarik padanya karena dia beda dari yang lain. Aku agak tertarik padanya," aku Osamu. "Tapi lebih dari itu."
Osamu terdiam lagi, pikirannya berputar saat dia berusaha mengutarakan perasaannya.
"Aku sudah kenal Saito lebih lama dari Suna," ungkapnya, tatapannya menerawang seolah tengah membayangkan masa lalu.
Mata Atsumu membelalak karena terkejut, alisnya terangkat tidak percaya. Pikirannya berusaha keras untuk memproses informasi yang baru ditemukan itu.
"Tunggu, tunggu dulu," serunya, suaranya dipenuhi rasa tidak percaya. "Maksudmu kau mengenalnya sebelum Suna? Khayalan macam apa ini?"
🦊
Musim semi menyambut kota dengan kehangatannya yang lembut. Sisa-sisa salju mencair di tepi jalan, menciptakan genangan kecil yang memantulkan langit biru. Kehangatan itu perlahan menggantikan dingin yang mendominasi selama berbulan-bulan, menyelimuti udara dengan aroma segar bunga yang baru bermekaran. Kelopak-kelopak bunga sakura melayang pelan di udara, tertiup angin lembut, beberapa di antaranya hinggap di helaian rambut seorang gadis yang tengah berjalan.
Gadis itu, dengan rambut panjang yang halus, tampak sedikit cemas. Seragam pelaut—seifuku—yang ia kenakan berayun seirama dengan langkah kakinya yang ragu. Baru pertama kali ia menginjakkan kaki di kota ini, sebuah tempat yang asing dan jauh dari rumahnya. Sepatu hitamnya berderit pelan saat menyentuh trotoar, bunyinya menjadi teman setia dalam kebingungannya mencari arah. Dalam pikirannya, ia mencoba mengingat kembali petunjuk yang ibunya berikan sebelum ia berangkat. Tujuannya jelas, SMP Yako, namun jalan menuju ke sana terasa tak pasti.
Langkahnya terhenti tiba-tiba ketika ia melihat sebuah halte bus kecil di depan. Seorang anak laki-laki, mungkin seusianya, duduk di sana, menunduk dalam diam. Dengan langkah ragu, ia mendekati halte itu, berdiri hanya sejangkauan tangan dari anak laki-laki itu.
Gadis itu menatap halte bus sejenak, merasa ragu. "Setelah halte ini... ke mana lagi?" gumamnya pelan, mencoba mengingat arah. Namun, semuanya terasa samar di benaknya. Ia tahu ia harus bertanya. Lagipula, siapa tahu anak laki-laki di sebelahnya ini bisa membantunya menemukan sekolah barunya.
Dengan sedikit gugup, ia mengangkat jari telunjuknya, menyentuh lengan anak laki-laki itu dengan lembut. "Uhm... maaf," suaranya lembut namun ragu. "Aku ingin bertanya, apakah kau tahu di mana SMP Yaku?"
Saat Osamu berhadapan langsung dengan gadis itu, pikirannya sejenak tercengang. Ia terpesona oleh kecantikannya yang memukau, angin membelai rambutnya yang panjang dan lembut, dan kelopak bunga sakura yang berguguran dengan anggun di sekelilingnya. Penampilannya yang lembut dan pertanyaan lembut yang diajukannya membuat jantungnya berdebar kencang.
Gadis itu berkedip beberapa kali, merasa semakin bingung saat orang di depannya tidak segera merespons. Ada keheningan yang canggung di antara mereka. Setelah beberapa detik yang terasa seperti menit, gadis itu mengangkat tangannya, melambaikannya tepat di depan wajah anak laki-laki itu, berharap mendapatkan perhatian.
"Halo? Apakah kau tahu?"
Osamu tersadar dari lamunannya. Karena malu, ia segera menenangkan diri dan langsung menanggapi.
"Ah, maaf. Aku tahu di mana SMP Yaku. Aku juga bersekolah di sana."
"Waaaa, benarkah?? Kalo boleh, bisakah aku ikut aja? Aku anak baru di sini, jadi aku belum tau persis sekolahnya di mana."
Mata Osamu sedikit terbelalak, terkejut dengan permintaan itu. Namun, senyum tipis tersungging di sudut bibirnya saat dia mengangguk setuju.
"Tentu saja, kita bisa pergi bersama," jawabnya hangat. "Sama sekali tidak masalah."
Saat mereka berjalan berdampingan, Osamu tak kuasa menahan diri untuk sesekali melirik gadis di sampingnya. Ia mendapati dirinya terpesona oleh kecantikannya. Gadis itu bersikap tenang, mengalir seperti sungai yang tenang dalam balutan seragam seifuku-nya. Matanya tampak berbinar-binar, membuat Osamu semakin mengaguminya.
"Ada sesuatu yang tersangkut di rambutmu," ucap Osamu sambil menunjuk kelopak bunga sakura kecil. Matanya bertemu dengan mata gadis itu. "Biar aku bantu mengambilkannya."
Dengan hati-hati Osamu mengulurkan tangannya, jari-jarinya dengan lembut mengambil kelopak bunga halus itu dari rambutnya, memperlakukannya dengan penuh kelembutan seakan-akan kelopak bunga itu adalah harta yang sangat berharga.
"Kelopak ini tampaknya cukup nyaman di rambutmu," katanya, suaranya diselingi nada main-main. "Seperti menemukan tempat peristirahatan yang sempurna."
Tawa kecil keluar dari mulut gadis itu, terdengar ringan dan ceria, seolah baru menyadari lelucon yang diam-diam dibuat oleh anak laki-laki di sebelahnya. Tawa itu akhirnya mereda, hanya menyisakan senyum manis yang tampak jelas, hingga memperlihatkan sedikit gusinya—senyum yang sering disebut orang sebagai senyum gusi.
"Terima kasih telah menyingkirkan kelopak itu dari rambutku," katanya masih dengan senyuman.
Jangan lupa vote + komennya yawwwww
maaciwwwwwww 🫶🏻🫶🏻🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
A Shy Junior's Journey || Suna Rintarou
RomanceWaktu seakan melambat ketika aku mengamati antusiasme gadis itu di tribun. Setelah pertandingan berakhir, aku mengambil sebotol air dan mengabaikan rekan satu timku yang merayakan kemenangan. Entah kenapa, aku merasa perlu untuk mendekatinya. "Hei,"...