BAB 1 : Gadis Penyimpan Luka

41 8 4
                                    



"Seumur hidup... aku gak akan mau nikah karena mama..."

"Luh mati luh..."

"Seumur hidup aku gak mau anakku kelak ngerasain rasa sakit yang sama.."

"Anak paling songong luh"

"Seumur hidup, harapanku cuma mau mati"

Suara ringkih kian memelan seiring tubuh kecil gadis itu meringkuk pada kelamnya malam, uraian air mata jatuh dari netranya yang kelabu, putus asa.

"Aku capek karena dikasih hidup, padahal pengen mati, daripada ngomong gajelas mending doain aku cepet mati ma.."

***

"Udah nangisnya?" Suara dari seberang telepon terdengar halus, penuh hati hati, dua jam berlalu sejak gadis itu tiba tiba menghubungi akun curhat random di twitter, mengajaknya untuk menelepon karena dirinya butuh ditemani, walau yang sebenarnya terjadi adalah..

gadis itu hanya ingin setidaknya satu orang tahu jika ia benar benar nekat untuk bunuh diri.

Untuk mengetahui rasa sakitnya, untuk mengetahui betapa beratnya, Hanandhita hanya ingin seseorang bisa mengubur jasadnya jikalau benar benar hilang arah karena ia hidup sebatang kara dalam kos kecil berdinding abu muda.

Dandelions. Kak Leon. nama seseorang di seberang teleponnya

"U-udah kak leon.."

"Feel better?"

Gadis itu terdiam, masih berusaha mengatur nafasnya yang terputus putus, mengusak netra seraya menghentikan laju bulir bening dari matanya, sementara yang di seberang menghela nafas sejenak, dengan suara lembutnya berujar "Gapapa kalau belum bisa cerita, minta temenin nangis juga yang penting lo lega"

"Iya kak.. aku butuh nangis aja.."

...sama butuh temen karena kalau sendirian takut kelepasan cutting lagi..

Hana sedikitnya jatuh hati pada cara kak Leon menyikapi sifatnya, begitu lembut dan hati hati, adakalanya manusia butuh penjelasan, mengapa dirinya bersedia mendengarkan strangers, mutualnya di twitter, hanya untuk menangis di jam dua pagi.

Setelah menunggu dua jam gadis itu tersengguk bukannya bertanya "Kenapa?" tapi yang dilakukan lelaki itu hanya menunggu, seakan memahami bahwa Hanandhita tak butuh apa apa selain pendengar, setiap katanya begitu tulus.

"Hanandhita..." suara itu mengalun, "Ya...?"

"Makasih ya... udah hidup sejauh ini"


***

Katanya sebelum lahir ruh manusia ditanya sang pencipta, mirip seperti dongeng namun keyakinanlah yang membuatnya seakan nyata, "Kamu yakin ingin lahir ke dunia?" tanya nya, sebanyak 77 kali lantunan itu menggema.

Lantas, apakah Hanandhita berdosa jika mempertanyakan Tuhan, dimana sisi yang membuat ia berpikir dirinya benar benar ingin terlahir?




**Dandelion Opening**







"Buset ngambil gorengan udah kayak gorengan nenek lu, jangan diabisin goblok" Suara itu berasal dari bale depan kosan, berbentuk kursi persegi panjang tempat anak kosan biasa berbincang atau sekedar makan seblak bersama, Lisa atau gadis dengan nama Lalisa Aurelia itu hanya bisa menahan nafas ketika gadis dengan topi caping kebesaran meraup habis sarapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang