Suasana siang itu terasa hangat di ruang makan. Tawa dan obrolan ringan mengisi ruangan, menyatu dengan aroma manis dari brownies. Namun di balik keceriaan itu, ada aliran emosi yang mulai bergelombang tanpa disadari.
Chiquita kembali dari kamar, melangkah santai lalu duduk di sebelah Ahyeon. Gadis itu tampak fokus mengutak-atik ponsel milik Ahyeon, yang kebetulan memang tidak terkunci.
"Kamu sedang apa, Canny?" tanya Ahyeon penasaran, menoleh sebentar ke arah Chiquita.
"Sebentar ya, Kak. Nggak akan lama kok," jawab Chiquita cepat tanpa melepaskan pandangannya dari layar. Ahyeon pun tidak mempermasalahkannya, memilih kembali menikmati brownies buatan kekasihnya.
Pharita yang duduk tak jauh dari mereka, mulai merasa ada yang ganjil. Awalnya ia tidak berpikiran macam-macam, mengira Chiquita hanya ingin selfie seperti biasanya. Namun ada sesuatu dari cara Chiquita memperlakukan ponsel itu yang terasa berbeda.
"Canny, jangan aneh-aneh dengan ponselnya Ahyeon. Itu nggak sopan," ucap Pharita hati-hati.
"Aku nggak aneh-aneh, Unnie. Aku cuma pinjam sebentar kok. Kenapa Unnie malah mikir yang enggak-enggak sih," sahut Chiquita dengan nada sedikit tersinggung. Tak lama kemudian, ia mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya. "Sudah, Kak. Terima kasih ya."
"Sama-sama, Canny," jawab Ahyeon sembari tersenyum hangat dan menerima kembali ponselnya. "Memangnya kamu habis ngapain sih pakai ponselku?" tanyanya santai, sekadar basa-basi. Ia tahu Chiquita bukan tipe yang suka iseng berlebihan.
"Suatu saat nanti Kakak pasti tahu. Aku yakin apa yang kulakukan tadi akan berguna di waktu yang tepat," jawab Chiquita penuh misteri, lalu tiba-tiba ia mengubah suasana, "Kak Ahyeon… aaaa aku mau disuapin brownies!" katanya sambil membuka mulut lebar-lebar.
Ahyeon tertawa lembut melihat tingkahnya. Ia pun menyuapi potongan brownies ke mulut Chiquita.
"Enak?" tanyanya manis.
Chiquita mengangguk cepat, matanya berbinar ceria. "Jauh lebih enak karena Kakak yang suapin," ujarnya sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Namun, interaksi manis itu tidak luput dari perhatian dua pasang mata di pantry—Aurora dan Asa. Dari tempat duduknya, Aurora memperhatikan semua tanpa berkedip. Dadanya terasa panas. Rasanya seperti ada bara kecil yang perlahan menyulut emosinya. Di sisi lain, Asa hanya menunduk. Ia mengepalkan tangannya di atas paha, menahan sesuatu yang bahkan tak berani ia akui. Asa tahu, ia tidak punya hak untuk marah—atau sekedar merasa cemburu.
Aurora bangkit dari duduknya dengan gerakan cukup kasar. Dengan langkah lebar, ia menghampiri Ahyeon. Tanpa aba-aba, tangannya melingkar di tubuh sang kekasih dari belakang. Dagu mungilnya ia sandarkan di pundak Ahyeon.
"Sayang, aku juga mau disuapin," rengeknya kesal. Tak peduli dengan tatapan terkejut semua orang di ruangan itu. Aurora tidak sedang bermain-main. Ia ingin semua tahu—terutama Chiquita—bahwa Ahyeon adalah miliknya. Hanya miliknya.
"Ya ampun, Sayang! Kamu ngagetin aja sih!" Ahyeon refleks memegangi dadanya karena kaget, namun tak bisa menyembunyikan senyum tipis yang mulai terbit di wajahnya.
"Akuuu mauuu disuapiiiinnn jugaaaaaa, sayaaaaang. Sekarang!" rengek Aurora lagi, kali ini sambil menghentakkan kakinya dan menggoyang-goyangkan tubuhnya dari belakang.
Mood-nya benar-benar berantakan. Rasanya Aurora ingin mengamuk—semua itu hanya karena satu hal: hatinya sedang terbakar api cemburu.
Ruang makan mendadak terasa senyap.
Ruka, Pharita, Rami, dan Chiquita hanya bisa bengong menatap tingkah Aurora. Dalam benak mereka bergema satu pertanyaan yang sama: "Benarkah ini Aurora yang kita kenal selama ini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lowkey.
Novela JuvenilAhyeon, seorang gadis yang dikenal oleh semua orang sebagai sosok yang tak pernah mengecewakan. Dengan prestasi yang gemilang, ia selalu menjadi teladan. Tak ada riwayat buruk dalam hidupnya, tak pernah ada kata 'gagal' yang singgah dalam perjalanan...