.
.
.
.
.Haechan selalu merasa aman di perpustakaan. Di tempat ini, ia bisa menyelam dalam dunia fiksinya tanpa harus khawatir dilihat orang lain. Dia menyukai kesunyian yang memeluknya setiap kali dia duduk di pojok ruangan, ditemani tumpukan buku-buku tebal yang jarang tersentuh. Dengan satu jari di atas tombol keyboard, Haechan menatap layar laptopnya. Ia sedang memikirkan bagaimana kelanjutan cerita yang baru saja ia tulis.
Blog fiksi yang Haechan buat, dengan nama saran 'Phantom', tiba-tiba menjadi sesnasi di sekolah. Semua orang, bahkan guru-guru, mulai membicarakan blog misterisu yang mengisahkan cerita cinta yang begitu emosional dan mendalam. Tentu saja, taka da yang tahu bahwa di balik tulisan itu adalah Haechan-seorang siswa yang tak pernah benar-benar mneonjol di antara teman-temannya.
"Apa yang mereka suka dari ceritaku?" gumamnya, menatap layar laptop yang memancarkan cahaya lembut di ruangan yang gelap.
Meski ia tidak begitu popular di kalangan siswa, dunia fiksinya justru sebaliknya. Dan ironisnya, salah satu penggemar terbesarnya adalah jaemin, seorang siswa popular yang juga kapten basket. Jemin selalu menjadi pusat perhatian, dengan senyum menawan yang membuat banyak orang terpesona. Haechan sering merasa kagum, tapi juga sedikit sedih, karena dunia mereka terlalu jauh untuk bersinggungan.
Tapi siapa sangka, Jaemin menyukai tulisannya
.
.
Keesokan harinya, Haechan duduk di kelasnya seperti biasa, berusaha seolah tidak terjadi apa-apa. Renjun, teman sebangkunya yang ceria, mencondongkan tubuhnya kea rah haechan sambil tersenyum lebar.
"Kau tahu, blog phantom semakin ramau diperbincangkan. Orang-orang di grup obrolan bahkan bertaruh siapa sebenarnya penulisnya"
Haechan meneguk ludah, berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Oh ya? Menarik juga"
Chenle yang duduk di belakang mereka, tiba-tiba menyahut dengan nada serius "serius, chan, kau harus baca. Aku dengar bahkan jaemin sangat suka tulisan itu"
Nama jaemin disebut membuat jantung haechan berdegup lebih kencang. "Jaemin?" gumamnya nyaris tak terdengar.
Renjun menagngguk cepat. "Iya, katanya jaemin selalu menunggu update terbarunya setiap minggu. Kau bisa bayangkan? Seseorang seperti jaemin ternyata malah bisa kepincut sama blog fiksi"
Haechan berusaha menjaga wajahnya tetap tenang meski hatinya bergejolak. Jaemin menyukai tulisanku? Ia menelan ludah, mencoba menenangkan pikiran yang berputar-outar tak tentu arah. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa orang yang diakagumi diam-diam bisa menjadi penggemar karya fiksinya.
.
.
Saat makan siang, Haechan memutuskan pergi ke kanti lebih awal untuk menghindari keramaian. Namun, saat dia berjalan menunduk melewati lorong, tiba-tiba ia menabrak seseorang. Buku-bukunya jatuh berhamburan ke lantai, dan dia segera berjongkok untuk mengambilnya. Tapi sebelum ia bergerak, tangan besar dengan jari-jari panjang sudah mengulurkan bantuan.
"Oh, maaf... aku tidak melihatmu," suara itu lembut namun tegas, dan ketika haechan mendongak, matanya bertemu dengan mata jaemin.
Jantung haechan seolah berhenti
Jaemin tersenyum, sambil membantu haechan berdiri. "kau baik-baik saja?" tanyanya dengan penuh perhatian. Sentuhan kembut di bahu haechan membuat perasaannya bergetar.
"Ah, iya. Aku baik-baik saja," jawab Haechan, berusaha terdengar tenang meski sebenarnya tubuhnya terasa lemas.
Momen itu begitu singkat, namun cukup untuk membuat Haechan berpikir sepanjang sisa hari itu. Apa yang sebenarnya Jaemin pikirkan? Kenapa dia begitu ramah padaku? Namun, seperti biasa, Haechan menahan diri. Dia tidak bisa membiarkan perasaannya semakin dalam. Aku hanya siswa biasa. Jaemin berada di dunia yang berbeda.