2. Keputusan dan Keraguan

44 6 2
                                    

Guang yang di temukan oleh pihak kepolisian sampai di Kantor Polisi, disana Xiao Zhan sudah datang dan menunggu bersama Xiao Yu.

“Guang? Kau tidak apa-apa?” Tanya Zhan yang melihat Guang masuk, dia menghampiri Guang dan memeriksa adiknya itu dari ujung kaki sampai ke atas.

“Aku tidak apa-apa. Kakak jangan khawatir, aku bisa menjaga diriku sendiri.” Jawab Guang sambil melihat kakak pertamanya dari balik jeruji penjara. Guang kemudian berjalan menuju Xiao Yu. Guang sempat tersenyum tipis di depan kakaknya itu membuat Xiao Yu rasanya ingin memukul wajah Guang yang selalu membuatnya kesal.

“Aku tidak menyangka kau akan ada di dalam penjara.” Ucap Guang.

“Kau ini….”

“Jika tidak bersalah kenapa kau masuk ke dalam?” lanjut guang bertanya.

“Semua….”

“Kurang cukup bukti? Apa aku perlu menuturkan bagaimana dirimu sejak kecil? Bahkan menjadi polisi dan memegang pistol adalah hal yang paling kau takutkan? Sekarang di tuduh membunuh? Itu sangat hebat.” Xiao Yu yang mendengar diam sambil menghela nafas, Zhan berjalan kearah Guang dan melihat wajah adiknya itu mulai berubah. Guang bukan tipe yang terburu-buru dia tidak pernah menunjukan kemarahan atau apapun itu, dia lebih suka diam.

“Aku akan jelaskan di rumah nanti. Kita pulang saja.” Ajak Zhan, dia menaruh beberapa barang keperluan Xiao Yu dan di titipkan pada polisi yang berjaga.

“Zhan, jaga adikmu. Tampaknya dia dalam keadaan tidak baik.” Ucap Xiao Yu. Guang langsung mengalihkan pandanganya setelah mendengar penuturan Xiao Yu.

“Iya, aku akan kembali lagi nanti. Aku akan bawa Guang pulang dulu.” Pamit Zhan dan menerima anggukan dari Xiao Yu. Guang hanya melihat Xiao Yu tanpa berkata apapun, Zhan merangkul Guang dan membawanya keluar dari Kantor Polisi dan kembali ke rumah.

-------

Junjie sampai di rumahnya dengan keadaan tangan yang terluka, dia terpaksa mengobatinya sendiri karena tidak ada siapapun saat ini di rumahnya. Saat mencoba menahan rasa yang sangat perih di tangan kananya Junjie teringat seseorang yang tadi dia temui.

Flashback

“Hari ini kita pulang terlalu malam, apakah Xiao jie akan marah?” Tanya seorang pria tidak terlalu tua berjalan mendorong gerobaknya di temani seorang wanita seumuran denganya yang membantu mendorong gerobak kecil kayu itu.

“Xiao jie sudah dewasa dia tau pekerjaan orang tuanya, aku juga sudah menyiapkan makanan untuknya. Kau jangan khawatir.” Xiao jie yang mereka maksud adalah Huang Junjie anak mereka yang saat itu sudah bekerja sebagai pelayan toko. Ayah Junjie mengangguk paham setelah mendapat penjelasan dari istrinya.

Saat suasana malam yang sepi dan dingin, tiba-tiba ada segerombolan anak muda datang menghampiri mereka berdua. Ada sekitar lima orang yang saat itu sengaja menghadang mereka, bahkan salah satu dari mereka membawa tongkat kecil seukuran tongkat baseball.

“Ada apa ini?” Tanya Ayah Junjie.

“Mana uang kalian?” salah satu pemuda itu langsung bertanya.

“Kami tidak ada uang, jika pun ada hanya cukup untuk makan.” Jawab ibu Junjie yang terlihat ketakutan, dia berdiri di belakang ayah Junjie yang siap melindungi istrinya.

“Omong kosong macam apa ini? Itu urusan kalian, aku hanya perlu uang kalian bukan penderitaan kalian. Serahkan semua uang kalian!” pemuda yang lain mencoba memaksa bahkan mendeketi mereka berdua. Sayangnya ayah Junjie mencoba untuk mempertahankan miliknya, dia mencoba melawan dan mendorong pemuda yang ada di depanya. Melihat itu teman-temanya mencoba menyerang mereka berdua sampai tiba-tiba ada sebuah suara kamera ponsel dari kejauhan. Mereka terkejut dan mencari dimana suara itu.

“Ini cukup menjadi bukti agar kalian di penjara.” Seorang pemuda yang memakai seragam sekolah yang di tutup jaket biru tua datang membawa ponselnya. Dia berjalan kearah mereka sambil menunjukan video dan photo yang dia dapatkan.

“Kurang ajar! Berikan ponselmu sekarang juga!” para penjahat itu mulai marah karena tindakan yang di lakukan oleh pemuda itu.

“Ambillah, jika kau bisa,” tantangnya. Para penjahat itu satu persatu mendekatinya dan tanpa banyak kata dia langsung menghajar mereka. Teman-teman penjahat itu tidak diam melihatnya, mereka ikut menyerang pemuda yang ingin menolong orang tua Junjie saat itu, tapi yang mereka lawan adalah Juara karate tingkat Nasional, hanya dengan beberapa pukulan mereka sudah terkapar di tanah aspal itu.

“Awas kau, kami akan memberimu pelajaran.” Para penjahat itu kabur saat mereka kalah telak dari pemuda itu.

“Terimakasih, terimakasih telah menolong kami.” Ucap orang tua junjie bergantian.

“Tidak apa-apa paman, bibi. Lebih baik aku antar kalian pulang ini sudah larut malam.” Tawarnya.

“Terimakasih, siapa namamu?” Tanya ibu Junjie.

“Xiao Guang.” Jawabnya sambil tersenyum.

“Ayah….ibu…..!” dari jauh Junjie berteriak saat melihat orang tuanya.

“Xiao jie?” balas ibunya.

“Kenapa kalian pulang terlambat, aku sangat khawatir,” ucap Junjie saat mendekati mereka.

“Hmm, gerobak ayah rusak tadi. Untung saja ada yang membantu kami memperbaikinya.” Jawab Ayah Junjie.

“Oh, terimakasih.” Ucap Junjie pada Xiao Guang.

“kalau begitu aku harus pulang, Paman, bibi hati-hati. Sampai jumpa.” Setelah mendapat anggukan dari Guang, dia pamit pergi karena kedua orang tua itu sudah bersama anaknya.

“Siapa dia?” Tanya Junjie pada orang tuanya sambil mendorong gerobak ayahnya.

“Xiao Guang, dia anak yang baik dan tampan kan? Mungkin dia akan cocok menjadi adikmu suatu saat nanti, karena dia akan membantumu juga.” Puji sang ibu.

“Ibu terlalu berlebihan, dia hanya membantu ayah dan ibu sekali saja. Tapi sudah kalian anggap anak sendiri.” Junjie yang cemburu membuat kedua orang tuanya tersenyum. Akhirnya mereka pulang bersama Junjie dengan selamat, tanpa tau jika Xiao Guang yang menyelamatkan orang tuanya.

Flashback end

Junjie mengehela nafas berat, dia duduk bersandar di kursi sofanya lalu melihat photo keluarga mereka. Mata Junjie mulai berkaca-kaca pikiranya saat ini sangat kebingungan karena dia harus terlibat dengan keadaan yang mengharuskan dia berbuat sejauh ini, tapi dalam hati Junjie ada yang terasa aneh. Ada yang tidak benar dengan keadaan ini, tapi Junjie tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.

---------

Xiao Zhan dan Guang saat ini sudah berada di rumah. Zhan yang bersiap ganti baju melihat Guang yang sedang melamun duduk di sofa sambil melihat televisi yang belum di nyalakan.

“Apa yang kau lamunkan?” Tanya Zhan.

“Apa kak Yu menyimpan data keluarga itu?” Tanya Guang.

“Keluarga? Huang maksudmu? Mungkin ada di meja kerjanya.” Ucap Zhan.

Guang berdiri dan menuju kantor Xiao Yu yang berada di lantai dua disamping kamarnya. Zhan yang penasaran mengikuti Guang yang mencari data keluarga yang saat ini terlibat dengan mereka. Guang duduk di kursi Xiao Yu dan membuka beberapa map yang salah satunya menyimpan data keluarga Huang.

Guang tampak terkejut saat melihat photo semua wajah yang saat ini ada di tanganya. Guang menghela nafas berat sambil menaruh berkas-berkas itu.

“Ada apa?” Tanya Zhan.

“Aku mengenal mereka.” Ucap Guang.

“Bagaimana bisa?” Zhan penasaran.

“Dua tahun lalu, aku menolong orang tuanya dan sempat bertemu dengan dia. Dan hari ini, akupun juga bersamanya.” Jawab Guang.

“Apa maksudmu?” Zhan masih tidak paham dengan penjelasan singkat adiknya.

“Dia bermaksud membawaku pergi dan mencari tau tentang kak Yu, tapi di tengah jalan kami di hadang penjahat dan kami melawanya. Sebelum aku bertanya banyak padanya, dia pergi.” Zhan ikut termenung setelah mendengar pengakuan Guang.

“Kak, jika kau bertemu denganya, tolong beri tau aku.” Guang menatap Zhan yang berada di sampingnya.

“Aku? Kenapa dia mencariku? Apa maksudmu, kita di incar olehnya?” tebakan Zhan membuat Guang mengangguk.

“Dia hanya bingung, aku yakin dia orang yang baik, aku akan bicara padanya dan membantunya dalam kasus ini, keluarga kita dan keluarga Huang sama-sama di fitnah. Aku akan mencari keadilan dan kebenaran itu. Kakak paham maksudku kan?” Guang masih menatap tegas Zhan yang mungkin mengerti perasaan adiknya saat ini, Zhan hanya menyanggupi dengan anggukan tanpa bertanya atau membahas apapun lagi dengan Guang.

-------

Junjie malam itu kembali dari toko dari membeli beberapa barang, saat hampir sampai di rumahnya, dia melihat Paman Ding dan seorang laki-laki sedang mengobrol di depan rumah Junjie, Junjie yang mencoba mendekat ternyata malah di jauhi oleh lelaki yang bicara dengan pamanya.

“Siapa dia paman?” Tanya Junjie.

“Teman paman.” Jawab Paman Ding.

“Ayo masuk, kenapa tanganmu terluka?” ajak paman ding sambil melihat perban di tangan Junjie.

“Aku terluka saat bekerja.” Jawab bohong Junjie.

“Bagaimana? Kau sudah bertemu anak ketiga keluarga Xiao?” Paman Ding duduk sambil mengambil rokok dari saku celananya.

“Tidak. Dia di kawal kepolisian saat aku sampai di bandara.” Kali ini Junjie juga berbohong.

“Cari kesempatan lain, jika kau tidak bisa membawa anak ketiganya, masih ada anak keduanya. Dia seorang dokter, kau bisa pura-pura jadi pasien dan membawanya pergi. Setelah itu kau harus bertanya tentang kejadian itu padanya.” Paman Ding memberikan pemahaman pada Junjie.

“Aku berencana begitu paman, setidaknya aku tidak perlu terlibat dengan anak kecil.” Paman Ding yang mendengar itu menoleh, puntung rokonya dia lepas dan mengerutkan keningnya sambil melihat Junjie.

“Kenapa? Walaupun anak ketiga itu masih muda, tapi itulah tameng mereka. Jika kau mengurus anak kedua, biar paman membantumu. Paman akan membawa anak ketiga itu. Bagaimana?” mendengar tawaran pamanya, Junjie langsung menoleh, wajahnya tampak kebingungan. Junjie kembali melihat kearah depan sebelum menyampaikan keputusanya.

“Lebih baik paman jangan ikut campur. Biar aku yang selesaikan semua sendiri.” Junjie melepas sepatunya dan memilih masuk ke dalam rumah yang sebelumnya mereka berbicara di halaman yang terdapat kursi bambu yang pang lebar dan panjang.

“Xiao Jie? Kenapa dia? Aku bukanlah orang yang akan diam saja. Aku akan menculiknya dan membawa kabar bagus untuk Xiao Jie. Jika dia bisa bicara tentang kebenaran itu, maka polisi Xiao akan di hukum mati. Bagaimanapun juga aku harus membawa keadilan untuk keponakanku. Aku tidak akan membiarkan siapapun membuatnya terluka. Termasuk mereka.” Gerutu Paman Ding lalu membuang rokoknya dengan wajah yang terlihat marah.

To be continue…….

(FF) ENDNote Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang