3. Keberadaan Seseorang

33 8 2
                                    

Junjie yang tidak punya cara lain untuk meminta keadilan, memilih untuk mengikuti saran pamanya, dia datang ke sebuah Rumah Sakit tempat kerja Xiao Zhan dan bermaksud untuk mencari tau disana. Sejak pagi Junjie sudah datang dan melihat dari seberang Rumah Sakit.

Mobil sedang putih berhenti di depan Rumah sakit dan memperlihatkan Xiao Zhan keluar dari dalam, dia berbicara dengan seseorang kemudian masuk. Lalu mobil itu pergi, Junjie menduga, Guang ada di dalam.

Junjie memulai rencananya, dia pura-pura menjadi pasien yang datang berobat untuk memeriksakan keadaan tanganya saat terluka oleh pisau beberapa hari yang lalu. Junjie masih memakai topi hitam dan masker hitam, dia sengaja tidak melepas maskernya dan berkata pada perawat jika dia sedang tidak sehat, jadi dia sengaja tidak membiarkan orang lain melihatnya. Kebetulan saat itu Junjie di tangani oleh Xiao Zhan yang baru saja datang dan bertugas.

“Silahkan masuk.” Seorang suster mengantar Junjie masuk ruangan Xiao Zhan.

“Masuklah, apa yang terjadi?” Tanya Zhan yang mempersilahkan Junjie duduk. Junjie diam dan hanya menyodorkan tanganya.

“Kau terluka? Karena apa?” Tanya Zhan masih belum curiga sambil memeriksa tangan Junjie yang perbanya dia buka.

“Pisau.” Jawab singkat Junjie.

“Kau harus lebih berhati-hati lagi, bagaimana jika terkena nadimu? Kau akan kehilangan lebih banyak darah dan bisa saja tidak tertolong.” Jelas Zhan, dia mengambil obat dan beberapa perban. Dia memilih mengobati Junjie dari sampingnya, jadi Xiao Zhan menarik kursinya dan merawat luka Junjie.

“Pencegahan yang bagus, kau paham masalah dasar seperti ini.” Zhan memuji Junjie saat dia mencoba mengobati tanganya sendiri.

“Terimakasih, tapi ada satu hal yang ingin aku perjelas Dokter Xiao.”

“Hm?”

Junjie tiba-tiba mengeluarkan pisau lipat dan mengarahkanya pada Zhan. Zhan cukup terkejut dia memandang mata Junjie sangat dalam, ada mata yang ragu untuk melakukanya. Perlahan Junjie membuka maskernya saat Zhan menghentikan pengobatanya.

“Huang Junjie?” tebak Zhan.

“Tampaknya anda menyelidiki saya. Sebuah kehormatan jika anda tau tentang saya.” Jawab Junjie.

“Kau masih masih meragukan kebenaranmu?” Tanya Zhan.

“Apa maksud perkataanmu?” Junjie ikut heran dengan pertanyaan Zhan. Zhan hanya menghela nafas, lalu dia meletakan obat dan perban di meja, dengan santai Zhan duduk dan melihat ke arah Junjie.

“Kau ragu dengan keputusanmu? Kau masih tidak percaya jika Polisi Xiao yang melakukanya, untuk itu kau masih mencari bukti, benarkan?” Junjie agak geram, dia mendekatkan pisau itu tepat di leher Zhan.

“Aku mencari bukti bukan Karena ragu, tapi aku ingin membawa kakakmu menemui orang tuaku dan meminta maaf padanya.” Tegas Junjie.

“Kalau begitu kau salah. Apa kau pikir aku atau adikku terlibat dalam masalah ini?"

“Kalian keluarga, siapapun yang bersalah kalian pasti akan melindunginya.” Zhan terdiam sebentar, dia melihat tangan Junjie yang memerah, lukanya cukup lebar dan tidak akan sembuh walaupun satu atau dua minggu lagi. Bahkan aktivitas berat menggunakan tanganya, Junjie akan tetap merasa kesakitan.

“Satu hal yang harus kau tau, Junjie. Kakakku tidak bersalah, dia difitnah oleh seseorang. Sejak kecil dia selalu takut dengan sebuah pistol walaupun itu mainan, dia memberanikan diri menjadi seorang polisi karena Guang, dia adalah adik kami. Saat usianya delapan tahun, dia pernah di culik selama satu minggu. Dia disiksa dan tanpa makanan sedikitpun, saat kami menemukan Guang. Dia sekarat dan hampir mati jadi…..”

“Aku tidak peduli dengan semua kisahmu.” Junjie memotong penjelasan Zhan. Zhan juga ikut diam, tapi dia mengambil obat dan perban lalu menarik tangan kanan Junjie, sedangkan tangan kirinya masih mengarahkan pisau lipat itu di leher Zhan.

“Setidaknya, aku akan obati lukamu dulu.” Junjie menolak, dia menarik lagi tanganya.

“Aku mungkin memang tidak mempunyai bukti apapun, aku tidak percaya pada siapapun, dan aku tidak memiliki siapapun, tapi aku tidak ingin melukai siapapun.” Junjie menurunkan pisau lipatnya lalu menggunakan maskernya lagi.

“Apapun yang terjadi, aku akan mencari keadilan itu.” Junjie berdiri dan akan pergi dari ruangan Zhan.

“Biarkan aku membantumu.” Ucap Zhan saat Junjie sampai di pintu dan siap membukanya. Junjie berhenti sesaat, dia menoleh pada Zhan yang saat itu berdiri menghadap kearahnya. Tapi Junjie tidak peduli dengan perkataan itu, dia keluar dari ruangan Zhan begitu saja, bahkan Zhan belum selesai merawat lukanya.

-------

Guang yang membawa mobil Zhan ternyata menuju ke lokasi kejadian, tempat itu masih sepi dan ada garis batas polisi berwarna kuning beberapa meter dari tempat kejadian. Bahkan ada jejak korban yang di tandai oleh cat putih. Guang memasuki garis polisi itu dan memeriksa keadaan sekitar, mungkin saja dia bisa menemukan bukti atau sesuatu hal yang bisa menolong kakaknya.

Ada sebuah kamera CCTV di bagian ujung jalan, mereka mengatakan kamera itu sudah rusak lama dan tidak pernah di gunakan atau di ganti lagi. Guang melihat sekitar, memang hanya ada perumahan sepi tanpa penghuni, sebelum berbelok ke gang itu bagian depan ada rumah warga yang masih ramai, tapi mereka tidak menggunakan CCTV.

“Ini cukup sulit, seakan memecahkan kasus yang harusnya tidak perlu aku risaukan. Huft, ini benar-benar membuatku pusing. Tapi….” Guang berjalan kearah kamera CCTV yang rusak tersebut dan menemukan ada kabel yang terputus. Guang menggunkan ponselnya untuk melihat kabel tersebut dari kamera dan di perbesar, kabel itu buka putus biasa. Ada seseorang yang memotongnya, karena posisi kabel tersebut rapi.

“Di potong?” Gumam Guang.

“Kau masih mencari bukti untuk membebaskan kakakmu?” suara itu muncul dari belakang Guang. Saat dia menoleh, ada beberapa orang datang salah satunya adalah Paman Junjie.

“Itu urusanku, jika kalian tidak mau ikut campur. Pergilah.” Ucap Guang, dia melangkah pergi tapi di cegah oleh tiga orang yang Paman Ding bawa.

“Bawa dia!” ucap paman Ding kemudian pergi menjauhi tempat itu sambil berjaga di gang depan.

“Aku di bayar mahal untuk membawa bocah sepertimu, ini cukup hebat. Karena ternyata kau masih anak-anak dan tidak terlalu sulit untuk di bawa.” Ucap salah satu orang yang menghadangnya. Mendengar itu Guang tersenyum. Dia menaruh ponselnya dalam saku dan bersiap meladeni mereka untuk berkelahi.

“Selesaikan tugas ini, lalu kita pergi!” Guang dan ketiga orang itu akhirnya berkelahi. Sedangkan Paman Ding, bersandar di dinding dekat gang sambil berjaga, dari jauh Junjie melihat pamanya saat akan berjalan pulang.

“Paman? Apa yang paman lakukan?” Tanya Junjie yang berlari kecil ke tempat Pamannya.

“Membantumu, tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Percayalah pada Pamanmu ini.” Junjie merasa aneh dengan kalimat Pamannya dan kebetulan dia melihat mobil putih yang tadi membawa Zhan. Junjie segera lari kearah gang dan melihat tiga orang yang Pamanya bawa sudah tergeletak di tanah, sedangkan Guang hanya mengibaskan tanganya.

“Junjie?” Pangil Guang saat melihat Junjie dari jauh. Junjie segera berbalik dan membawa pamanya pergi.

“Kita pergi Paman, semua anak buah Paman sudah pingsan. “ Ucap Junjie menarik tangan Pamanya.

“Apa?” Paman Ding bingung, tapi dia ikut bersama Junjie pergi meninggalkan tempat itu, sedangakn Guang mencoba mengejar mereka.

Junjie dan Paman Ding mencoba bersembunyi dari Guang dalam gang sempit yang berukuran satu orang, Paman Ding sempat bingung apa yang di lakukan oleh keponakanya itu, tapi dia mengikutinya tanpa meminta penjelasan. Saat tau Guang telah pergi, Junjie dan Paman Ding keluar.

“Dia mengalahkan mereka?” Tanya Paman Ding.

“Iya, dia tingkat Karate Nasional, selama tiga tahun mendapat kejuaraan dan sempat bertanding di Internasional.” Jelas Junjie.

“Bagaiman kau tau?” heran Paman Ding.

“Aku…… sudahlah, kita pulang.” Junjie dan Paman Ding berjalan pulang, tiba-tiba ada sebuah mobil van hitam mendekati mereka. Ada beberapa orang keluar dan tiba-tiba menyergap mereka. Paman Ding di tusuk dan mereka langsung membawa Junjie.

“Paman???” Teriak Junjie. Junjie langsung di pukul dan pingsan, mereka membawa Junjie pergi sedangkan Paman Ding tergeletak di aspal sambil mencoba berteriak saat melihat keponakanya di bawah. Tapi sayang, tenaganya telah habis, perlahan Paman Ding menutup matanya dan darah sudah tercecer di jalanan.

------

Seseorang membawa Junjie ke sebuah gudang bekas yang cukup besar, Junjie di ikat di kursi dan terlihat masih tidak sadar.

“Aku benar-benar tidak suka di ganggu. Semua rencanaku berantakan karena dia.” Suara itu terdengar oleh Junjie yang samar-samar mulai sadar.

“Lalu, kita apakan dia?”

“Biarkan dulu, sampai rencanaku tertata rapi dan berhasil. Awasi dia, jangan sampai di kabur. Jika ingin menyiksanya, lalukan saja asal jangan membunuhnya dulu. Aku ingin tau, bagaimana reaksi anak ini tentang kasus ayahnya yang telah di tembak.” Ucap seseorang.

“Baik boss.”

Mata Junjie seakan ingin terbuka, tapi tidak bisa. Nafasnya terasa sesak dan kepalanya begitu berat karena pukulan yang dia dapat.

To be Continue…..

(FF) ENDNote Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang