Prologue.

22 2 2
                                    


📜💭💌


Aroma kopi dan kue panggang menguar memenuhi cafe, namun tak mampu menghangatkan suasana canggung yang menyelimuti Arselio dan Airona. Jarang berbicara berdua saja membuat keduanya diam membisu. Mereka duduk sampingan, croissant dan cangkir kopi dengan hiasan indah diatasnya mereka biarkan teronggok di atas meja begitu saja.

“Arsel, we need to talk,” ujar Airona ragu.

Arselio menoleh, matanya bertemu dengan mata pacarnya itu. “Tentang apa?”

Airona menarik napas dalam-dalam. “Tentang kita.”

Arselio mengangguk. Dalam diam, nafasnya terasa sesak, berusaha mengusir jauh-jauh bayangan buruk yang kemungkinan terjadi setelah perbincangan canggung ini.

“Aku merasa … kita udah nggak sama kayak dulu lagi, Ar. Kita sering diem-dieman. Obrolan kita  gak nyambung lagi. We are not on the same page,” Airona menunduk, jari-jarinya memainkan ujung roknya.

Arselio terdiam, matanya menatap kosong ke depan. “I know.” Suaranya terdengar berat. “I feel it too.”

“Na, i still love you,” ujar Arsel. “But I'm afraid we'll continue to get hurt if we stay together. Truly.”

Airona mengangkat wajahnya, menoleh, matanya menatap Arsel dengan penuh kesedihan.

“Terus gimana?” tanya Airona, suaranya memelan. Pemuda di sebelah Airona tahu betul bahwa si gadis saat ini sedang menahan untuk tidak menangis.“Kita masih bisa bertahan kan Ar?”

Arsel menatap sendu Airona lalu menghela napas. “Aku … nggak tau, Na. Aku juga bingung.”

Keduanya terdiam, terjebak dalam kesunyian yang berat. Mereka masih saling mencintai, namun kenyataan memaksa mereka untuk memilih. Apakah mereka akan terus bertahan dalam hubungan yang sudah pudar, atau melepaskan satu sama lain demi kebahagiaan masing-masing?

Arsel menatap Airona, mata gadis itu sudah berkaca-kaca. “Apa kamu mau kalo kita ... stop di sini aja? ” tanya Arsel.

Airona terdiam.

Help. I hope you don't agree if we break up, Ar! Rona ingin mengatakan itu.

Rona masih ingin mempertahankan hubungan mereka, tapi, kata-kata seolah terjebak di tenggorokannya.

“Mungkin itu memang yang terbaik buat kita saat ini. Kita putus dulu, ya, Na?”

“Ar ... ”

Detik selanjutnya, hanya terdengar isakan pelan Airona. Rasa sakit dan kekecewaan memenuhi hati keduanya. Hari terburuk yang dulu tidak pernah ingin mereka bayangkan di hari ini tiba.

“Na, can i hug you for one last time?” tanya Arsel dengan tutur lembut, amat lembut hingga Airona pun makin menangis mendengarnya. Gadis berambut hitam legam itu memeluk seseorang yang sekarang bukan lagi rumahnya.

“Hei, kok malah nangis?” Arsel terkekeh, walau susah bernafas. Diam-diam pemuda itu mengusap ujung matanya. Mendekap Airona erat.

“Setelah ini, jangan nangis lagi, oke?” Arsel mengelus surai hitam legam Airona. “I hope you are always happy every second of your life.” Arsel menghembuskan nafas berat, “nice too meet you, Na.”

Jalinan indah Airona bersama dengan Arsel telah selesai. Begitupun segala senyum, tawa, pelukan dan semua hal yang telah keduanya lewati juga terpaksa ikut usai.

Ar, apa akan ada lagi 'kita' dikemudian hari?

Arselio Pradipta. Seseorang yang dulu selalu menjadi tempat Airona kembali kini bukanlah miliknya lagi.

.

📜💭💌

.

.

.

.

a/n: haloooo! gimana prolognyaaa?

semoga suka yaa^^ akhirnyaaaa aku bisa nge-publish cerita pertama ku ini setelah pikir panjanggg.

ya walau masih banyak hal yang harus aku perbaiki dan tingkatkan lagi, aku harap kita bisa berjuang sampai akhir cerita, oke?

terimakasiii banyak mau mampir kesini, hehe.

oh iya! jangan lupa klik vote dan komen tiap paragraf yaaa^^ dann follow akun ku juga biar gak ketinggalan update!

ayo bakar biar aku semangat ngelanjutinnya🔥🔥🔥


-12 September 2024

Maybe, With You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang