Bagian 3

200 23 0
                                    



















Naya tak dapat mengalihkan pandangannya dari Raja, ia mencuri pandang terus menerus karena berada satu mobil dengan Raja adalah kejadian langka yang harus di manfaatkannya sebaik mungkin. Beruntung Jakarta sangat macet sore itu karena mereka berada di jam pulang kerja yang barang tentu jalanan menjadi sangat padat.

"Udah makan Nay?" Tanya Raja, ia tak bodoh  Raja dapat merasakan Naya meliriknya terus menerus sejak awal.

"Emmm ... Belum ... " Naya mencoba peruntungannya untuk ke dua kali, siapa tahu Raja akan mengajaknya mampir untuk makan. Namun ia tak beruntung karena Raja tak jua mengajaknya makan.

Akan tetapi pria itu malah membuka laci dashboard dan mengeluarkan sebungkus roti dari dalam sana, "nih, buat ganjel. Jangan telat makan, kamu punya magh."

Ahh sial, Naya tersipu, Raja mengingatnya memang saat sakit dulu Raja seringkali di minta Babanya untuk mengantar Naya berobat. Naya dengan senang hati meraih roti itu, ia sangat senang rasanya dadanya akan meledak karena bahagia.

"Makasih Mas," Ujar Naya dengan senyuman lebar, tanpa Naya sadari Raja juga menyunggingkan senyum namun sangat tipis hingga Naya tak menyadarinya.




















Sekitar satu jam membelah macetnya jalanan ibu kota, Raja dan Naya akhirnya tiba di pekarangan rumah Naya yang terlihat sudah di terangi lampu. Hari sudah mulai gelap dan Winata memang selalu menyalakan lampu halaman rumahnya sebelum maghrib.

"Mas gak mau mampir dulu?" Tanya Naya pada pria yang hanya melihat ke arah rumah tepat di sisi rumah Naya. Rumah cukup mewah dengan mobil-mobil buatan eropa yang berjejer di depannya.

Raja menggeleng, "nanti aja, Nay."

Naya merasa sedih, ia tahu apa yang tengah Raja pikirkan, sudah beberapa tahun ke belakang Raja tak menginjak rumahnya sendiri, sudah pasti pria itu merindukan keluarganya, namun Naya tak dapat sedikitpun memberi jalan keluar atas masalah yang Raja dan keluarganya hadapi.

"Okay ... " Naya baru saja hendak keluar dari dalam kendaraan milik Raja sebelum Winata lebih dulu keluar dari dalam rumah dan mengenali mobil milik siapa yang terparkir di luar gerbang rumahnya, Naya menghela napas, ia merasa tak enak hati karena Winata mulai menghampiri mereka dan baik Naya dan Raja tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Raja akhirnya terpaksa keluar dari dalam mobil untuk menyapa sosok yang sudah jelas sangat akrab dengannya dulu.

"Mas Raja!" Ujar Winata dengan riang, benar dugaannya itu adalah Raja, tetangga sekaligus anak dari sahabat sejak SMAnya.

"Halo, Baba, apa kabar," Tanya Raja setelah salim pada pria yang masih sangat manis di usia akhir empat puluhan itu.

"Baik, Mas Raja apa kabar, Baba udah lama gak liat Mas Raja lho."

Raja menggaruk tengkuknya tak gatal, "aku sibuk Ba, ini aja nganter Nay pulang karena mobil Nay bannya bocor," Ujar Raja dengan sopan.

"Iya, tuh, Ba, aku gak bawa ban cadangan jadi kepaksa Mas Raja anter jauh-jauh ke sini."

"Mampir dulu, dong Mas, Baba udah lama gak masakin Mas Raja, lho, kangen Baba."

Raja melirik ke arah Naya yang hanya memasang wajah tak enak sembari bergumam 'sorry' namun Raja akhirnya mengiyakan ia tak tega menolak ajakan baik dari Pria yang sudah di anggapnya bak orangtuanya sendiri itu.

















"Om Yuda lagi dinas ke luar kota, makanya gak bisa ikut makan malam," Ujar Winata saat menyajikan makanan berupa semur daging sapi dan perkedel kentang kesukaan Raja. Ia cukup terharu lantaran Winata masih mengingat makanan kesukaannya.

"Makasih Baba, Om masih kerja di BUMN, yah Ba?"

"Sini Nay ambilin," Ujar Naya menyendok nasi ke atas piring Raja. Raja membiarkannya saja.

"Iya, Mas, Om masih belum mau pensiun katanya masih sanggup kerja."

"Padahal aku udah sering bilang gak usah kerja, orang aku udah gede juga."

Raja hanya tersenyum mendengar percakapan Naya dan Winata. Mengapa ia jadi merasa iri, andai saja keluarganya harmonis seperti keluarga Naya, mungkin hidupnya akan sangat bahagia.





















Tbc ...

Crush | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang