03 : Sk(cr)y II

706 58 9
                                    

⚠️ --- ini cerita femdom ( female dominan ), kalau gak suka langsung tinggalin aja, jangan tinggalin komen sampah. makasih.

----

Malam semakin larut namun Evara nampaknya tidak memiliki niat untuk segera masuk. Angin berhembus kencang menerpa kulit membuat Sky yang berada di pangkuan Evara mengerut dan semakin merapatkan tubuhnya pada Evara. Tangisnya masih belum berhenti sejak lima belas menit yang lalu.

Evara mengusap punggung Sky pelan. Nafasnya menjadi sedikit berat entah karena apa.

"Kak... "

"Hm."

Tak ada jawaban. Tapi Evara tau Sky memanggilnya sebab pria itu merasa kedinginan. Terbukti dengan tubuh kecil itu yang semakin merapat padanya juga tangan pria itu mencengkram kemejanya dengan erat.

Tapi Evara diam saja. Ia ingin Sky menghentikan tangisnya terlebih dahulu, baru setelah itu mereka masuk.

"Kakak.. hiks-- Masuk... "

"Hentikan tangismu terlebih dulu, Sky."

Sky mencebik. Bukannya berhenti, air matanya malah semakin deras membasahi pipi. "Nggak bisa berhenti.. air matanya turun terus."

Evara mengangkat tubuh Sky, merubah posisinya menjadi duduk miring dalam pangkuannya. Posisi itu membuat Sky merasa dia adalah seorang bayi yang sedang di pangku ibunya. Dan Sky tidak suka itu.

"Kayak bayi... gak mau-- hiks.. " Sky tidak bisa bergerak. Tangan Evara melilit tubuhnya dengan erat.

Evara tidak menjawab. Wanita itu hanya diam mengusap kening Sky dengan lembut. Berharap dengan ini pria itu bisa diam dan menghentikan tangisnya. Karena jujur saja, melihat Sky menangis sangat membuat Evara yang pusing bertambah pusing.

"Diam." ucap Evara datar.

Sky yang semula berontak akhirnya diam mendengar suara Evara yang kali ini terdengar seram. Pria dengan piyama kebesaran itu menelusupkan kepala pada dada Evara, mencoba meredam tangis disana.

"Ayo masuk! Masuk, Kakak.. hiks--"

Evara menghela nafas. "Berhentilah menangis. Mau permen?"

Evara pikir dia ini anak kecil?!

"Masuk! Mau masuk.. hiks... Kenapa gak denger?! Sky mau masuk! Sky kedinginan! Hiks.. "

Setelah mendengar tangisnya semakin menjadi-jadi, Evara akhirnya berdiri menggendong Sky seperti koala lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Pintu balkon tertutup, diiringi tangis Sky yang mulai mereda. Anak itu sepertinya sedikit merasa hangat setelah masuk ke dalam.

Evara duduk di atas kasur, bersandar pada kepala ranjang dengan Sky masih berada di pangkuan wanita itu. Bersandar dengan lemas di dada Evara. "Kau tidak lelah menangis terus?"

"Capeklah! Hiks.. "

"Kalau begitu berhenti."

"Dibilang gak bisa berhenti! Air matanya turun sendiri! Hiks.. HUAA... " Sky kembali memberontak. Bergerak kesana-kemari sambil memukuli dada Evara. Sky sebal, sebal sekali pada Evara.

Dari lima belas menit yang lalu, Evara selalu menyuruhnya berhenti menangis tanpa berusaha membujuknya dengan lembut. Sky tidak suka seperti itu. Sky itu maunya dibujuk baik-baik supaya berhenti menangis, bukan disuruh dengan suara seram seperti itu.

Sky tidak suka.

"Kenapa-- hiks... Jahat sekali?!" jerit Sky kemudian kembali menangis namun tidak lama sebab ia terbatuk keras. Efek terlalu lama menangis.

Dengan menghela nafas dalam, Evara menarik kedua tangan Sky yang terkepal untuk melingkar di lehernya. Kedua tangan Evara menelusup di pinggang Sky, mendekapnya dengan lembut.

"Maaf." Evara mengusap punggung Sky. Mengecupi dahi pria kecil itu dengan lembut berupaya menghentikan tangisnya.

Cukup manjur ternyata, Sky sudah berhenti berontak dan tangisnya perlahan mereda.

Jangan tanyakan darimana Evara belajar hal ini. Evara pernah melihat Kakak sepupunya yang memiliki bayi melakukan hal ini untuk menghentikan tangisan. Jadi Evara berpikir untuk melakukan hal yang sama pada Sky.

Evara berhenti memberikan kecupan saat tangisnya sudah tidak terdengar lagi. Evara sedikit menunduk, dan mendapati Sky yang sedang memejamkan mata. Evara tanpa sadar tersenyum dan mengecupnya sekali lagi sebelum berganti mengusap dahinya lembut.

"Sudah puas menangis nya?" gumaman serak dari Sky cukup untuk menjadi jawaban untuk Evara. "Kalau begitu tidur."

Tidak ada jawaban, maka Evara langsung saja membaringkan tubuh Sky ditengah ranjang dan menarik selimut hingga sebatas dada. Memposisikan dua buah bantal guling disamping kanan dan kiri Sky.

"Aku akan tidur di kamar lain." bisik Evara saat merasa tangannya dipegang erat. Ia menunduk, mendapati netra cokelat itu terbuka sayu. Evara mengusak hidung kecil Sky dengan hidungnya yang bangir.

"Tidurlah dengan nyenyak."

Evara melepas genggaman Sky pada tangannya. Mengusap rambut lembut itu kemudian menegakkan tubuh. Evara mengerutkan dahi melihat Sky kembali mencebik dengan mata berkaca-kaca. "Ada apa? Kau membutuhkan sesuatu?"

"Hiks... "

Hah...

"Ada apa?" Evara kembali mendudukkan diri di samping Sky.

"Ndak boleh pergi.. tidur sini aja.. " air mata yang tadinya sudah berhenti menetes, kini malah menetes lebih banyak.

"Tidak bisa, Cutie. Aku harus tidur dikamar lain, mengerti?"

"NO..!" Dia menangis, lagi.

Evara memejamkan matanya. Kesabarannya sudah diambang batas, tapi jika ia meledakkan emosi, Sky akan kembali menangis lebih parah.

Akhirnya, demi kesejahteraan bersama. Evara menyingkirkan satu bantal guling dan berbaring disamping Sky. Tubuhnya langsung diterjang dengan pelukan erat. Evara, sekali lagi hanya bisa menghela nafas dalam. Entah sudah keberapa kalinya Evara menghela nafas dalam malam ini.

"Hehe... " Sky tersenyum lebar diatas tubuh Evara. Mengusakkan hidung di dada Evara berkali-kali sambil bergumam senang.

Evara memegang pinggang kecil Sky, menahannya supaya tidak terjatuh sebab Sky terus bergerak diatas tubuhnya. "Turun, Sky, tidur disampingku."

"Nggak."

"Sky."

"Ndak mau... " Kalau sudah begini, Evara tidak bisa apa-apa daripada Sky menangis untuk yang kesekian kalinya.

"Baiklah. Tutup matamu." Sky tidak menurut. Mata bulat itu malah terbuka lebar dan berbinar-binar menatap Evara.

"Apa lagi, Sky?" tanya Evara gemas bercampur kesal.

Pria bersurai cokelat itu nampak malu-malu. Mendusel pada dada Evara seperti anak kucing.

"Mau cup." Sky membisik.

Dahi Evara mengerut. Takut salah dengar. "Kau mengatakan sesuatu?"

Sky tampak merengut. Mencengkram kecil kemeja Evara sambil menunduk malu. "Cup-cup ini Sky lagi, Kak... " Sky menunjuk dahi.

Evara mengekeh lembut. Kekesalannya yang sempat muncul menguap entah kemana. Evara merasa pelukan Sky padanya mengerat seiring kecupan-kecupan manis ia bubuhkan pada dahinya.

Evara mengecup pipi Sky gemas. "Night, Cutie."



-----
TBC

"Cih. Jangan sok kenal!" ucap seorang bayi tidak punya pendirian bernama Sky.

--

part ini udah lebih panjang dibanding part sebelumnya, jadi part selanjutnya bakal dikit-dikit')

kalo mood aku up😏



Evara ; Loving youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang