Cerita ini hasil pikiran dan buatan saya!
Kalau ada kesamaan tokoh, alur, latar, dll itu murni ketidaksengajaan.
Follow Instagram Tara juga yaa @Bumantara18
Happy Reading!!
🥀
"Buat laporan gini aja revisi terus, kamu bisa kerja gak sih?!"
Zea Amerta, seorang gadis berkemeja biru itu meremat tangannya. Kalimat penuh intimidasi atasannya ditujukan padanya di depan beberapa pasang mata tiap devisi kantor dalam rapat evaluasi kali ini.
"Maaf Pak, laporannya akan saya perbaiki dan akan saya serahkan hari ini juga," Ujar Zea sembari mencoba menenangkan dirinya.
Pak Janu, atasannya memasang mimik muka malas. "Tiga hari yang lalu kamu juga mengatakan kalimat itu, Zea."
"Maaf Pak."
Pak Janu mengusap wajahnya kasar, pria paruh baya itu memandang salah satu pegawai yang juga ada di ruangan ini. "Sari, kemarin kamu ngajarin dia gimana sih?"
Sari, wanita yang umurnya berkisar dua puluh lima tahun itu menoleh membalas tatapan Pak Janu. "Waktu itu sudah saya ajarkan, Pak. Nanti saya coba bantu revisi lagi."
"Gak usah! Biar dia yang revisi sendiri, dia udah tiga bulan di sini masa masih gak paham juga," sindir Pak Janu.
Pria itu membereskan barang miliknya. "Lagi-lagi saya harus buang waktu karena pertemuannya gagal."
Setelah mengatakan itu, Pak Janu keluar. Beberapa orang berbisik pelan sambil sesekali melirik ke arahnya.
"Huh, badmood lagi deh si bos," Celetuk salah satu dari mereka.
Satu per satu dari mereka akhirnya keluar dan kembali ke meja kerja masing-masing. Tinggallah Zea dan Mbak Sari di ruangan tersebut.
"Gak usah terlalu dipikir, Bos paling lagi banyak pikiran makanya kayak gitu. Ntar juga normal lagi moodnya," Ujar Mbak Sari memberikan kalimat penenang.
"Iya Mbak, maaf ya Mbak jadi kena marah juga sama Bapak," Balas Zea tak enak hati.
"Gak papa, santai aja. Nanti revisian aku bantuin ya?" Tawar Mbak Sari.
Zea menggelengkan kepalanya pelan. "Gak usah Mbak, nanti Pak Janu marah kalo ketauan. Aku bisa kok, lagian apa yang dibilang Pak Janu bener, aku udah tiga bulan di sini jadi harusnya udah bisa."
Mbak Sari tersenyum. "Yaudah kalau butuh bantuan bilang ya."
Zea mengangguk sembari membalas senyuman itu walau sebenarnya dalam pikirannya tak tenang. Mbak Sari menepuk bahu Zea beberapa kali sebelum akhirnya keluar dan berjalan ke meja kerjanya.
Tinggal dirinya sendiri dalam ruangan ini. Zea mengusap wajahnya kasar lalu menatap cemas laporan miliknya yang ditolak mentah-mentah.
"Harus gimana lagi Ya Tuhan," lirihnya.
Perlahan ia membereskan peralatannya dan mengambil laporannya lalu melangkah ke mejanya dengan rasa sedikit tidak percaya diri. Selama melangkah, ia merasa banyak pasang mata yang menatapnya diam-diam. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, yang pasti Zea tidak tenang akan hal itu.
Gadis itu duduk sembari memandang laporan buatannya di laptop dengan pikiran yang bercabang entah ke mana. Perlahan, ia mencoba memperbaikinya dan tanpa ia sadari waktu berlalu begitu cepat. Jam sudah menunjukkan waktu pulang. Beberapa pegawai memutuskan untuk pulang setelah berpamitan dengan Pak Janu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arutala
Teen Fiction"Jangan bandingin aku sama yang lain! Jelas kondisi kita berbeda! Emangnya siapa yang gak mau di posisi dia? Bagi aku, untuk mencapai ke posisi dia perlu usaha yang besar dan aku lagi mengusahakan itu. Tapi, kenapa usahaku selalu gak terlihat?" ~Zea...