Terlihat dari kejauhan Mas Dzikri atau yang sering dipanggil para santri Ustadz Dzikri memulai membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an, aku cukup mengamatinya dari kejauhan.
Singkat cerita pengobatannya selesai, santri yang kesurupan kini telah sembuh setelah diminumi air doa dari mas Dzikri.
"Yaya" Sapanya ketika akan keluar dari asrama putri.
"Ehh mas terimakasih ya " Ucapku sedikit canggung.
"Sama-sama, tolong peringati anak-anak jangan sampai lengah banyakin doa dan sholawat"
Aku hanya menganggukan kepala sambil tersenyum.
"Benarkan mbak Syifa??"
"Kok tiba-tiba manggilnya mbak Syifa, biasanyakan Yaya?" Tanyaku penasaran.
"Hehe bagusan dipanggil mbak saja biar lebih sopan, terus Syifa nama aslinya" Jawabnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 22:15 malam, awalnya Vira mengajakku membahas tugas kuliah di asramanya yang tidak jauh dari rumah abah dan umik itu. Tapi kini mataku mulai berat dan aku akhirnya memutuskan untuk pulang.
"Yaya, aku sebenarnya mau ngomong sesuatu penting sama kamu, ehh tapi kamu udah ngantuk"
"Udah Vir lanjut besok aja ya" Diiringi sendawa.
"Iya iyaa, ok selamat malem yaya tantik" Ucap Vira gemas.
"Selamat malam juga Vira yang manis, Assalamualaikum"
****
Angin malam berhembus dengan tenang, mataku tertuju pada kelopak bunga mawar merah yang sering disiram umik tiap pagi. Tanpa ku sadari hal itu membuatku rindu akan bunda disana. Rasanya tidak puas walau setiap hari menukar rindu Hanya lewat telpon dan video call. Rindu obatnya hanya bertemu, dan rindu kepada bunda membuatku harus menahan sakit yang bukan hal biasa bagiku.
Lamunanku terhenti ketika umik merangkulku dari arah belakang, beliau tersenyum dan seakan juga merasakan rindu yang kurasa. Beliau ini juga seorang ibu, pasti beliau sedang merindukan anaknya yang jauh disana, tapi demi kebaikan anaknya dan masaa depan yang baik, beliau menghapuskan rasa rindu itu dengan selalu mendoakannya.
"Kamu kenapa nduk? Kangen bunda ya?"
"Iya mik, kanget banget, pengen peluk. Yaya pengen ketemu bunda"
"Yang sabar ya nduk, bundamu juga sama kayak umik, sama-sama merindukan anaknya, tapi pendidikan adalah yang terpenting, untuk anak apapun akan diterjang, ntah itu biaya ataupun rindu yang kian hari kian membesar"
Tidak banyak yang aku rasakan selain bersyukur berada ditempat ini. Tempat yang membuat aku lebih berarti dan percaya akan diri sendiri. Ini belum apa-apa, ini masih permulaan perjalananku, didepan sana masih banyak rintangan yang harus aku hadapi. Hidup memang kadang menyuruh kita mengeluh karna kegagalan, tapi bukan berarti kita menyerah dan berputus asa, jadikanlah itu penyemangat dan belajar lagi dari kesalahan.
Seperti kata ayah dulu. Syifa itu cantik, dari paras dan hatinya, tapi dia itu nangisan, gampang nyerahan orangnya, tapi ayah mengatakan beberapa kalimat terakhir yang membuatku tersenyum kembali. "Syifa akan mendapatkan pelangi yang indah, setelah jatuh berkali-kali"
Jujur semua tentang ayah tidak pernah akan pudah dari ingatanku, malah semakin menjadi bungah kerinduan dalam hatiku kepada sosoknya yang lembut dan penyayang. Dan bunda yang menjadi penguatku, kini juga harus berpisah dengan beliau.
***
Keesok harinya seperti biasa aku pergi kekampus jalan kaki bersama Vira, karna memang jarak kampus dan pondok pesantren kami tidak terlalu jauh, jadi memungkinkan kami untuk berjalan kaki saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diantara doa-doa yang sudah melangit
FanfictionAsiyah Asyifa biasa dipanggil yaya adalah seorang gadis yang melangitkan doa-doanya di sepertiga malam. Mimpi besarnya adalah membanggakan bundanya yang menjadi orang tua tunggal. Dan didetik akhir doanya bersemi, dia harus merelakan laki-laki damba...