Bagian 5

35 12 10
                                    

Bunda, putrimu kian dewasa. Sebagaimana pohon yang semakin menjulang tinggi ke atas, anginnya pun tambah besar menerpa.😖💐

"Anakku, ini adalah ujianmu. Temukan jalan keluarnya sebisamu jangan pernah sesekali kamu lergi dari masalah itu" Ucap bunda ditelpon setelah ku ceritakan semua tentang Vira.

"Bunda, Yaya rindu. Yaya pingin pulang saja ke rumah" Ucapku sambil terisak.

"Nak... Ikutin apa kata Bunda ya. Pergilah peluk Umik atau Abah. Beliau orang tua kamu disana nak, keluarkan semua keluh kesahmu dengan mereka" Kudengar bunda juga mulai menangis.

"Bunda maafin Yaya belum bisa jadi  kuat"

"Anaknya Ayah dan Bunda harus kuat, ingat nak kamu itu permata Bunda dan ayah, dan namanya permata dimana pun tetap permata, walaupun dia diletakkan dilumpur. Jaga mahkotamu, jaga kepercayaan kami nak. Kesuksesan tidak akan datang pada orang yang hanya ingin berada dalam zona nyaman" Ucap Bunda.

"Baik Bunda, insyaallah Yaya turuti kata Bunda"

***
Aku menelpon mas Dzikri karna ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Tapi sudah 2 kali ku telpon belum ada jawaban darinya.

Aku yang masih mondar-mandir didepan teras rumah, dilihat oleh mas Sony yang hendak menuju bagasi mobil. Lagi-lagi dia pasti tersenyum ketika bertemu, tapi tentu tanpa kata apapun yang dia sampaikan.

Andai saja aku bisa membagi rasaku untuk bertanya pada gus dingin seperti mas Sony. Aku pasti merasa memiliki kakak kandung yang menjagaku selalu.

"Nduk," Sapa umik dari arah belakangku, beliau membawa baku berisi buat apel merah.

"Iyya umik?" Jawabku dengan sopan.

"Lagi mikirin apa kok bengong?" Tanya Umik.

"Gapapa umik, Abah mana mik?"

"Abah sudah dari ba'da subuh tadi pergi nduk. Katanya jaraknya jauh, jadi Abah perginya pagi-pagi."

Aku terdiam sejenak. Apakah aku katakan saja masalahku dengan umik seperti yang di perintahkan Bunda ya? Tapi aku tahu, sudah banyak yang Umik pikirkan, tentang pondok pesantren, dan lain-lain. Dan aku tidak mau merepotkan Umik soal masalahku sendiri.

"Ohiya nduk, temenmu yang namanya Vira itu Umik denger dari mbak Putri dia boyong ya? Ada masalah apa dia nduk, padahal orang yang diberi kesempatan mondok itu orang pilihan lo, ga semua orang beruntung bisa jadi santri" Ucap Umik mengupas buat apel merah.

"Umik sebenarnya..."

Tiba-tiba.

"Assalamualaikum Umik" Ucap Pak Joko tukang kebun Umik. Seketika aku tidak jadi melanjutkan pembicaraanku dengan Umik.

"Wa'alaikumsalam pak Joko, gimana pohon jambu air yang saya suruh pak Joko tanam minggu lalu udah tumbuh belum pak??" Ucap Umik.

"Aman Umik, semua okee.. kebun umik dah rapi, tinggal tunggu panen saja, ya mungkin gus Sony udah punya istri nanti pohon jambunya berbuah mik heheh"

"Ealahh... bisa aja pak-pak, kalo Sony nikahnya sebentar lagi apa pohon jambunya langsung buah?" Tanga Umik disambung gelak tawa.

"Hahah bukan pohon jambu lagi yang saya tanam mik, semua pohin akan saya tanam demi gus Sony cepet nikah"

"Pak Joko itu bisa saja, denger orangnya kapok dirimu"

***
Pagi ini aku izin dengan umik untuk pergi menemui salah satu sahabat bunda yang sekarang sudah menjadi orang besar atau terpandang disana. Tidak tahu pasti mengapa bunda menyuruhku untuk menemuinya, yang aku lakukan hanya mengikuti kata bunda.

Aku menaiki bus kesana. Diperjalanan mas Dzikri selalu menelponku tapi tidak ku jawab. Entah akhir ini rasanya aku tidak ingin membahas apapun dengannya. Dan rasanya ingin aku akhiri saja hubungan yang rumit, karna semakin kesini aku semakin mengingat apa yang dikatakan Vira waktu itu, dan rasa bersalah itu kian menjadi dalam batinku.

Sekitar 20 menitan aku telah sampai ke alamat yang ku tuju. Rumah 2 tinggkat elegan, bernuansa putih dan sekelilingnya ditanami pepohonan yang menambah asrinya rumah ini. Pagarnya berwarna hitam bercorak emas.

Aku disapa oleh seorang ibu paru baya yang sedang menyapu di halaman rumah itu. Beliau mempersilahkan aku untuk masuk dan beliau langsung memanggil orang yang aku tuju yakni sahabat bunda.

Tak lama dari situ datanglah ibu-ibu, wajahnya sangat menegangkan, di lengkapi dengan senyumnya yang menawan. Dia menghampiriku dengan lanjut ku cium tangannya.

"Assalamualaikum ibu, apa kabar ibu?" Sapaku di awal pertemuan kami.

"Alhamdulillah baik, ini dengan siapa namanya. Kok ibu rasa, ibu tidak pernah memiliki anak murid secantik ini?" Ucap ibu itu.

Aku tersenyum dan menjawab dengan sopan.

"Saya memang bukan anak muridnya ibu" Jawabku.

"Oalah.. Hmm perkenalkan dirimu nak" Ucap ibu itu sambil mengelus singkat bahuku lalu dia mempersilahkan aku untuk duduk.

"Saya Asiyah Asyifa putri dari ibu Nurma Hayati buk"

"Hayati??? Si cantik ini putri dari Hayati Sabahatku?? MasyaAllah" Ibu itu memelukku erat seolah seorang sahabat yang memeluk sabahat lamanya.

"Nak bagaimana kabar ibumu sekarang?" Tanya ibu.

"Bunda Alhamdulillah baik buk, Bunda juga yang menyuruhku untuk datang menemui ibu disni" Ucapku sambil tersenyum manis.

"Subhanallah, ibu adalah sabaht bundamu. Nama ibu Siti Aisyah, nak pertemuan kita bagaimana mimpi ibu tadi malam" Ucap ibu itu dengan ceria dan penuh kasih sayang.

"Mimpi apa ibu?" Tanyaku sambil mengerutkan kening.

Ibu Aisyah lagi-lagi tersenyum kepadaku.
"Hmm.. kapan-kapan ibu ceritakan dengan Syifa ya sayang, sekarang ceritakan tujuan Syifa datang kesini?"

Seketika aku menunduk dan kembali mengingat masalahku dengan Vira. Air mataku hampir saja jatuh tak tertahan membayangkan kisah persahabatanku yang kandas.

"Ceritalah nak, anggap saja ibu adalah ibumu sendiri, aku tahu mengapa bundamu menyuruhmu datang kesini, pasti kamu sedang ada masalahkan nak?"

"Kok ibu Aisyah tahu?" Tanyaku dengan air mata yang sudah jatuh ke pipi.

Ibu Aisyah menghapus air mataku dan berkata.

"Karna ibu dan bundamu itu adalah sahabat, kami tahu susah dan senang kami, apa yang kami tidak suka,dan apa yang harus kami lakukan untuk menyelesaikan masalah" Ucap ibu Aisyah.

"Benar ibu, saya sedang ada masalah dengan orang yang sudah saya anggap sahabat. Saya ingin memperbaiki persahabatan kami, tapi dia malah pergi tanpa kejelasan yang pasti"

Semua telah ku ceritakan dengan ibu Aisyah. Beliau dengan perhatian memberiku solusi agar masalah bisa terpecahkan. Dan yang menjadi pokok dari permasalahan kami adalah kehadiran mas Dzikri sebagai kekasihku, itu yang membuat Vira marah besar.

"Nak, bagaimana pun cintanya kamu dengan seseorang, jika itu belum menjadi suamimu, maka jangan percayai perkataannya. Karna itu hanyalah dusta belaka"

"Apakah Syifa harus memutuskan hubungan dengannya buk??"

"Iya nak, putuskan saja. Jika dia memang bersungguh-sungguh ingin bersamamu, maka dia akan siap menunggumu. Dan jika dia hanya bermain-main, dia pasti akan mencari penggantimu." Jelas ibu Aisyah.

Aku mengangguk pelan dan mengiyakan ucapan ibu Aisyah.

"Nak, tujuannya sekarang hanya satu. Bahagiakan Bundamu, karna ibu tahu, bundamu itu ambisius sekali orangnya. Jika dia sudah mengatakan A maka harus A, jika dia mengatakan anaknya harus sukses maka harus sukses. Dan jika itu tidak terjadi, akibatnya dia menyalakan dirinya sendiri. Ibu hanya memberimu bocoran sedikit tentang keras kepalanya bundamu dulu hehehe.." Ucap Ibu Aisyah sedikit bercanda, tapi memang itu kenyataannya.

Tambah bagian cerita tambah seru dan menegangkan, tunggu kelanjutannya di bagian 6 yaa.
.
.
.
Jangan lupa Vote dan komen ya temen-temen 🌷🙏😇




Diantara doa-doa yang sudah melangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang