Malam hari, setelah selesai makan malam, Mahajana sudah mengemas barang-barang pentingnya ke dalam tas yang berukuran cukup besar. Rencananya merantau diperkirakan akan berangkat dalam waktu dekat ini, sesuai dengan permintaan Santoso.
Mahajana memandangi kamarnya yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Mungkin tempat tidur di tanah rantau nya akan lebih nyaman, tapi, Mahajana bersumpah bahwa kamar ini adalah nyaman dari segala nyaman yang tidak akan dimiliki kamar manapun.
"Mas,"
Suara Nirmala yang memanggil namanya pelan itu membuat Mahajana menoleh kearah pintu kamar yang sedikit terbuka.
"Kenapa?"
Nirmala menggeleng. "Tidak, tidak apa-apa."
"Oh, ya sudah."
"M-mas,"
"Apa Nirmala?"
Nirmala gugup. Dia masih terdiam di ambang pintu kamar Mahajana. Sejujurnya, ada yang ingin ia sampaikan kepada kakaknya. Namun, entah mengapa mulutnya terasa tertahan.
Nirmala masih mengamati Mahajana yang sedang memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas dan juga beberapa foto yang sudah di cetak. Foto dirinya bersama dengan Arum lebih tepatnya.
Nirmala masuk ke dalam kamar Mahajana, gadis itu duduk dipinggir tempat tidur milik kakaknya.
"Mas kapan ingin merantau?"
"Dalam waktu dekat ini, Mala." Jawab Mahajana. "Kenapa memangnya?" Mahajana bertanya.
"Cuma mau bertanya saja."
"Oooh."
Mata Nirmala terus memperhatikan Mahajana. Ada tangis yang sejujurnya Nirmala tahan sejak tadi. Namun, bagaimanapun itu, Nirmala tetaplah seorang perempuan yang memiliki gengsi tinggi. Ia tidak mau menangisi kakaknya-Mahajana yang sebentar lagi akan pergi dari rumah ini. Biarlah Mahajana pergi, agar tidak ada lagi yang mengambil jatah bakwan jagung yang sudah diberikan oleh bunda. Batin Nirmala.
"Nah, sudah siap." Ucap Mahajana dengan raut wajah bahagia. Mahajana memandangi tas, dan koper yang nanti akan ia bawa untuk merantau bersama Santoso.
Nirmala masih memandangi Mahajana. Ingin sekali ia mengatakan bahwa dirinya tidak siap untuk ditinggal oleh manusia paling menyebalkan di hidupnya.
Ah, tapi, untuk apa Nirmala bersedih?? Lagipula, harusnya dia bahagia sebab Mahajana tidak lagi berada di rumah ini. Rasanya, menguras emosi sekali menjadi seorang adik dari manusia paling menyebalkan di muka bumi.
Tapi, jika Mahajana pergi, siapa yang menjadi teman bertengkar nya?
***
Jangan tanyakan kenapa malam ini, Arum begitu bahagia. Pasalnya, sore tadi, tukang pos yang murah senyum mengantarkan dua buah surat sekaligus untuk dirinya. Surat pertama adalah surat dari Bagja, dan surat kedua adalah surat dari Mahajana.
Arum bahkan melewatkan jam makan malamnya hanya untuk membaca dua surat berharga itu.
Untuk Arumi.
Aku mendapat amanah dari ibu dan budhe, untuk mengirimkan surat ini. Mereka berdua bertanya soal kabarmu. Dan aku selalu meyakinkan mereka bahwa kau selalu baik-baik saja. Semoga Gusti Allah melindungi dirimu selalu.
Keadaan ibu, bapak dan budhe sehat, begitupun dengan aku. Kami masih bisa menikmati udara Cirebon dan segala hal-hal baru di sini. Ibu sempat mengkhawatirkan keadaan mu tiga hari yang lalu, mungkin dia takut kau merasa kekurangan di sana. Tetapi, lagi-lagi aku meyakinkan ibu juga bapak bahwa Arum adalah anak yang dilindungi oleh Gusti Allah, mana mungkin dia kekurangan?
![](https://img.wattpad.com/cover/352815246-288-k984637.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIKA MAHAJANA [THE END]
Romance"Arum, kita adalah dua manusia yang saling mencintai. Dan tentu saja, semua ini adalah kehendak Yang Maha Kuasa-termasuk perasaan cintaku, juga cintamu. Jadi, bila Tuhan meminta perasaan itu untuk diambil lagi, mau tak mau, kita harus ikhlas Rum." ...