CHAMPAGNE PROBLEMS

549 94 25
                                    

— She would've made such a lovely bride
What a shame she's fucked in the head

V I V A C E.

"Jules?," Di hall besar perpustakaan itu Julian menatap Dariel, temannya itu sedang melanjutkan Masters Degree di Columbia, jadi mereka seringkali hangout bersama. Dan dia juga bekerja di kantor Associates terkenal di New York. Karena dekat dengan pengacara - pengacara kondang, Julian jadi agak aman disini.

Aman dari urusan keluarganya.

"Tonight, ada party di glasshouse."

Julian hanya berdehem saja, menatap ponselnya karena sedang mencari - cari nama Everly Grace di Google, mendapati foto - foto perempuan itu berseliweran, selalu di dominasi baju hitam. Berlawanan dengan bajunya kemarin. Itu membuat kulit Eve menjadi terlihat makin putih.

"Beuh, ada gila - gilanya pagi buta udah nyari cewek."

"Kacau, bukan. Lu liat fotonya, nyangka gak dia dari Jakarta? Kagak kan. Kaya bule."

Dariel mengangguk. "Nggak sih, ada cece cece PIK nya dikit,"

"Lu kenal?,"

"Kenal. Dikit." Julian mengaku - ngaku.

Julian mengintip tahun kelahirannya. Malah seumur dengannya.

"Weh." Ucapnya senang.

Julian menyimpan satu foto Everly yang menurut dia paling mirip dengan impressionnya ketika pertama bertemu.

Coolest girl ever. I want you.

Julian menerapkan Motto hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Julian menerapkan Motto hidup.

Seperti penggalan lagu Ariana Grande, Julian punya motto hidup. I see it, i want it, i got it.

Tapi Tunggu.

Setelah Julian Scroll kebawah..

Too bad.

"Anjing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anjing." Umpat Julian cukup keras. Membuat beberapa orang meliriknya.

Dariel menoleh ke arah Macbook Julian.
Kemudian menahan tawanya.

V I V A C E.

Julian menenteng Dom Perignon nya di tangan kanan, meskipun wine ini terkenal, buat Julian sensasi mabuk nya cuma lucu - lucuan, tapi karena mabuknya lucu - lucuan wine ini bisa menggaet hati wanita. Semacam baileys lah. Rasanya masih bisa ditolerir, harganya mahal, menunjukan siapa dia.

Hehe.

Yah karena Everly Grace sudah taken, Jules sedikit patah hati. Mungkin hari ini dia akan mencari siapa saja yang mau tidur di tempatnya hari ini. Misalnya, si wanita Blonde yang sendirian di ujung itu.

Dari handbag nya Julian tahu bukan orang sembarangan. Lady Dior mini.

Julian berjalan mendekat sebelum Dariel memutus langkahnya.

"Itu Everly Grace cuk! Dan itu pacarnya!,"

"Lah terus kenapa?," wow jujur Jules tidak menyangka kalau itu Eve. Apakah mereka memang jodoh?

"Gua males ya ribut, gausah lah. Nanti ribut cuk."

"Eh? Julian?!"

Ditengah keributan, semerbak asap rokok, dan bau alkohol yang menyengat, Everly menyapa Julian duluan.

Ia langsung menepuk pundak Dariel.

"See? I know her."

Dariel hanya menggeleng - gelengkan kepala, tersenyum ke arah Eve— sambil melihat ke belakang, siapatahu kan? Eve membawa teman modelnya yang lain.

"Im here with my brother, Max."

"Gak sama temen cewek, tapi next time, aku bakal bawa temen." Eve mengerti pandangan setan Dariel.

"Smart girl, i like it."

Julian mengangkat alisnya. Kemudian berteriak senang dalam hati. Jadi ternyata itu kakaknya? Julian punya kesempatan.

"A drink? Or a dance?,"

Eve terkejut karena di tempat ini, Julian flirty sekali, berbanding terbalik dengan tampilannya di pinggiran jalan kemarin yang seperti bocah homeless depresi.

Menarik.

V I V A C E.

Bukannya mabuk atau merokok, mereka berdua malah cekikikan di atas stained glass rooftop yang bisa melihat langsung ke arah dalam. Mereka berdua berbaring sambil memperhatikan suasana ramai di bawah.

"Highschool?"

"Di Kanisius, Menteng." Julian menyebutkan sekolah swasta khusus laki - laki itu, kemudian Eve mengangkat alis, seperti menghakimi, serius lu sekolah disitu?

"I know. I know. Yaa semua orang di keluargaku lulusan situ."

"Lo, lo gimana?,"

"Typical, sekolah orang pinter. Lo pasti tau sih,"

"Penabur?"

Eve mengguk, kemudian mereka berdua cekikian.

"Seenggaknya, salah satu dari kita ada di jalan yang benar," Eve menunjuk Jules dengan dagunya. "A School of Bussiness Graduates,"

"Eh emang kamu gak lanjut kuliah?," Tanya Julian.

"Gak, dan gak kepikiran juga. Kayaknya, aku gak akan hidup lama?,"

"Waduh, kasar banget."

"Serius.. Im barely trying to live right now."

Julian kemudian menatap Eve lama. Me too. Tapi sayangnya, tujuan Julian ke New York itu untuk sembuh, dan hidup lebih lama. Obrolan mereka terhenti.

"This stained glass here. Aku bahkan punya pikiran buat lompat ke bawah kalau gaada cute finance guy with trust fund ngajak aku ngobrol soal hidup," Eve menatap Julian.

"Ya.. kayaknya ini udah takdir." Kata Julian. Ia membaringkan badannya menatap langit.

"Aku ambilin minum?,"

"Nggak perlu, id rather stay here. With you."

"Okay?,"

"Okay."

V I V A C E.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

II. VIVACE. [ 18 + ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang