"Gua bisa selamanya sama lo engga, Ra?"
HAPPY READING
Adara membuka matanya perlahan, pandangannya masih sedikit buram, tapi ia bisa melihat dengan jelas sosok Rahsya yang tertidur di kursi di samping brankar tempatnya berbaring. Tangan kanannya yang bergerak perlahan membuat Rahsya terbangun dengan kaget.
"Dar, lo udah nggak apa-apa?" tanya Rahsya dengan suara penuh kekhawatiran, langsung mendekat dan memeluk tubuh mungil Adara dengan lembut, seolah takut kalau ia bisa terluka lagi.
Adara tersenyum tipis, meski tubuhnya masih lemah. "Gua udah nggak apa-apa, Sya... gua masih di sini," ucapnya pelan, berusaha menenangkan sahabatnya yang tampak begitu cemas.
Dalam pelukan Rahsya, Adara merasakan kehangatan yang mengalir, membuat jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Senyum kecil mulai terukir di wajahnya saat pelukan Rahsya berlangsung cukup lama.
"Gua takut," lirih Rahsya, suaranya hampir tak terdengar.
Adara menggeleng pelan. "Kenapa harus takut? Gua sekarang udah jauh lebih baik," ujarnya sambil mempererat pelukan, mencoba menguatkan Rahsya.
"Karena gua nggak mau lihat lo kayak tadi..." Rahsya berbisik lagi, suaranya masih penuh kecemasan.
Adara tertawa kecil, "Maaf ya, udah bikin lo khawatir."
Rahsya perlahan melepaskan pelukannya, lalu menggenggam tangan Adara dengan erat. Matanya menatap dalam ke arah wajah Adara, seolah mencari kepastian di balik senyumnya.
"Lo nggak perlu minta maaf, Dar. Seharusnya gua yang minta maaf karena gua belum bisa jagain lo dengan baik," ucap Rahsya dengan nada bersalah, menyesali semua yang terjadi pada Adara.
Adara menatap mata Rahsya, berusaha menenangkan kegelisahan di hati sahabatnya. "Hei, gua gapapa. Ini semua bukan salah lo, Sya. Jangan salahin diri lo atas kejadian ini."
Adara menatap mata Rahsya lebih dalam untuk meyakini jika kejadian ini bukan karena kesalahan dari dirinya.
Tatapan mereka bertemu, dan Adara semakin dalam menatap Rahsya, memastikan bahwa sahabatnya mengerti bahwa dia tak bersalah. "Lo jangan ngerasa bersalah, Sya. Nanti gua jadi nangis nih," tambah Adara, tertawa kecil untuk mencairkan suasana.
Rahsya tersenyum tipis, meski bayang-bayang rasa bersalah masih tersisa. "Sekali lagi, gua minta maaf ya, Dar," ucapnya pelan.
Adara mengangguk lembut. Perlahan, Rahsya melepaskan genggaman tangan Adara, meski masih ada ketidakrelaan di dalam dirinya.
"Lo harus janji sama gua," pinta Adara tiba-tiba, suaranya tegas. "Kalau lo nggak boleh nyalahin diri lo atas semua kejadian ini!"
Kelingking kanannya perlahan mendekat, menyentuh lembut kelingking Rahsya. Dalam sekejap, jemari kecil mereka terjalin erat, seolah janji yang terucap kini terikat oleh benang tak kasat mata, menyegel kesepakatan yang tak lagi memerlukan kata.
"Lo juga harus janji sama gua, kalau lo harus terbuka sama gua dan kalau ada masalah cerita sama gua! Jangan dipendam," pinta Rahsya kepada Adara.
Adara menatap Rahsya dengan mata yang berbinar. "Gua janji," ucapnya dengan suara lembut, namun tegas.
Mereka terdiam sejenak, merasakan ikatan yang semakin erat di antara mereka. Kelingking yang masih terhubung terasa seakan memiliki kekuatan magis yang menyatukan janji-janji mereka.
Rahsya menarik napas dalam-dalam, "Gua cuma enggak mau lo ngerasa sendirian lagi. Apa pun yang lo hadapi, gua akan ada di samping lo."
Adara menunduk sejenak, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Makasih, Rahsya... gua tau, lo selalu ada buat gua."
![](https://img.wattpad.com/cover/368249121-288-k808958.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara
Fiksi RemajaAdara Bianca & Gibran Narendra adalah kisah tentang pertemuan dua jiwa yang terjalin dalam konflik. Adara, sosok gadis yang sulit percaya dengan orang yang sudah mengecewainya dan Gibran, sosok pemuda yang berjuang untuk mendapatkan hati Adara meski...