Pagi-pagi sekali, tepatnya jam 6 lewat 35 menit, Agan sudah nangkring di depan rumah Oma bersama dengan motor bebek warna hijau tentara miliknya.
Gia yang baru saja mendorong pagar rumah Oma sampai terkejut akan kehadiran pria itu.
"Pagi Mbak Gia Osheana ... betul?" ucap Agan ramah dengan cengiran lebarnya.
Gia terkekeh dan mendekati pria itu, "betul. Ada apa ya, Mas?"
"Mau nawarin jasa, Mbak."
"Jasa apa ya, Mas, kalo boleh tau." Gia masih menanggapi polah lucu Agan.
"Jasa anter-jemput Mbak Gia."
"Gratis nggak nih?"
"Bayar."
Gia merengut dengan dengkusan pelan. Ceritanya masih menanggapi candaan Agan. "Yah..."
"Gratis dong, Geulis."
"Eh kirain..."
"Apapun untuk Mbak Gia tidak dipungut biaya."
"Aku kayak ciki berhadiah aja tidak dipungut biaya."
"Iya dong, kan Mbak Gia hadiah dari Tuhan yang dikasih untuk Agan."
"Dangdut." Gia mencibir seraya menyantol tas berisi bekalnya di cantolan motor.
Lalu, Agan pun memakaikan helm ke kepala gadis itu.
"Masuk jam berapa, Mbak?"
Gia sempat melirik jam tangannya dan mengerucutkan bibir. "Jam 8-an, sih." jawabnya pelan. "Cuma aku biasa dateng cepet."
"Suka ada shift malem gitu nggak, Mbak?" tanya Agan.
"Ada, Gan."
"Oooh..."
"Kenapa? Kok tiba-tiba nanya aku ada shift malem apa engga?"
"Gak sih ... cuma tiba-tiba kepikiran aja. Entar Agan malem-malem ditinggal sendiri dong kalo Mbak Gia shift malem."
Gia memundurkan wajahnya. Bingung dengan penuturan Agan tersebut. Maksudnya?
"—nanti Agan tidur sendirian kalo Mbak Gia masuk malem." Agan mengulangi ucapannya.
"Hah?"
"Kalo kita jadi nikah, Mbak. Ntar Mbak Gia kerja, Agan sendirian di rumah."
Heh?
Gia keselek ludahnya sendiri. Apasih bocah satu ini tiba-tiba ngomongin nikah? Gia rungsing. Gadis itu membeku selama beberapa saat. Namun, kesadarannya kembali begitu yang ia lihat saat ini bukanlah seorang bocah lagi.
"Apasiiih kamu masih pagi juga!" Gia mendorong lengan Agan supaya pria itu naik ke motornya lagi. "Ayo ah kita berangkat!"
"Iiiii salting." goda Agan.
"Mana ada!"
"Mbak Gia Mbak Gia," Agan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mbak Gia tuh kalo salting keliatan."
"Apanya keliatan???!"
"Lucunya, Sayang." Nada bicara Agan semakin melembut. "Lucu banget kalo lagi salting."
"Aku lucu?"
"Iya, kamu lucu."
"Masa sih, Dek?"
"Aduh dipanggil Dek ... kagak ada panggilan yang lain apa, Mbak?" Agan mendencak pangkal lidahnya, "masa udah maco begini dipanggil Dek?" protes pria itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
أدب الهواةDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...