Bab 19: Rasa yang Terpendam

1 1 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.
.

Hubungan antara Nara dan Pak Daniel kini semakin terasa berbeda. Setelah Nara mengungkapkan kecemburuannya terhadap kedekatan Pak Daniel dengan guru lain, Nara merasa ada jarak yang tumbuh di antara mereka. Pak Daniel, yang biasanya bersikap hangat dan perhatian, kini lebih sering terlihat acuh tak acuh. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, Pak Daniel hanya tersenyum tipis tanpa ada percakapan lebih lanjut.

Nara mencoba menyembunyikan rasa sakitnya, tapi hatinya tak bisa dibohongi. Setiap kali dia melihat Pak Daniel berbicara dengan guru lain, ada rasa perih yang menusuk. Sementara itu, gosip tentang hubungan mereka terus berhembus di kalangan siswa. Beberapa teman Nara mulai mempertanyakan hubungan mereka, tetapi Nara tetap bertahan pada kesepakatan mereka berdua untuk merahasiakan semuanya.

Suatu hari, Nara memutuskan untuk mendekati Pak Daniel lagi setelah melihatnya berbicara cukup lama dengan salah satu guru wanita. Ia berusaha menahan rasa cemburu yang mulai membakar di dalam dadanya. Ketika kesempatan datang, Nara menghampiri Pak Daniel di ruang guru yang sedang sepi.

"Pak Daniel, aku... aku ingin bicara sebentar," ujar Nara dengan suara bergetar.

Pak Daniel menoleh padanya dan mengangguk pelan, "Apa yang ingin kamu bicarakan, Nara?"

Nara menghela napas, berusaha menenangkan hatinya. "Kenapa Bapak semakin menjauh? Kenapa Bapak selalu terlihat lebih dekat dengan orang lain? Aku merasa... aku merasa tidak dipedulikan lagi."

Pak Daniel mengangkat alisnya, lalu tersenyum samar. "Nara, kamu harus berhenti bersikap kekanak-kanakan. Hubungan kita tidak bisa seperti yang kamu bayangkan. Kamu masih muda, jangan terlalu terfokus pada hal-hal seperti ini."

Kata-kata itu menghantam Nara seperti tamparan. Air mata mulai menggenang di matanya, tapi ia berusaha menahannya agar tidak jatuh. Sakit hati itu semakin mendalam, terutama karena Pak Daniel terlihat begitu tenang, seolah perasaan Nara tak berarti.

"Jadi, semua ini... semua yang terjadi selama ini, tidak penting?" tanya Nara dengan suara yang mulai pecah.

Pak Daniel menatapnya sebentar, lalu berdiri. "Nara, kamu harus memikirkan masa depanmu. Jangan terlalu terjebak dalam perasaan seperti ini. Lebih baik kamu fokus pada hal-hal yang lebih penting."

Tanpa menunggu jawaban dari Nara, Pak Daniel berjalan keluar ruangan, meninggalkan Nara yang masih terpaku di tempat. Hati Nara terasa hancur berkeping-keping. Perasaan yang dulu memberinya harapan, kini berubah menjadi sumber penderitaan yang tak tertahankan.

Di balik senyumnya selama ini, Nara merasa semakin terpuruk dalam kesendirian. Cinta yang dia kira akan memberinya kebahagiaan, ternyata justru membawa kesedihan yang mendalam. Dan kini, dia mulai bertanya-tanya apakah ada jalan keluar dari semua ini.




Jangan lupa vote dan komen☺☺☺☺

Aku ingin bahagia (END)+Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang