“Manusia tidak bodoh, hanya saja mereka belum mengetahuinya untuk sekarang.”
— Allgatiri Putra Abimayu.
Bogor, 23 april 2021.Alun-alun kota bogor terasa sejuk dipandang mata. Kota yang damai dan asri seolah menarik rindu untuk pulang ke kampung halaman. Guratan merah-jingga mulai perlahan hilang menyambut malam, Meski gelapnya malam menutupi langit hingga tak berhias awan, lampu-lampu kota tetap kompak menyinari setiap jalan raya membuat cahaya bagai kunang-kunang.
Segala kendaraan berlalu lalang melewati jalan raya yang luas, mereka kesana kemari mengikuti lalu lintas. Salah satunya adalah mobil yang ditempati oleh salah seorang yang menjadi topik utama dalam kisah ini. Siapa dia? Allgatiri Putra Abimayu, remaja yang akrab dipanggil Tiri itu akhirnya pulang ke kota masa kecilnya pada semester kedua kelas 11 di kota Malang, jawa timur.
Pilihan untuk pindah ke bogor alasannya karena ibunda tercintanya saat ini tengah sakit, tidak ada yang menjaganya selain adiknya saja yang masih berusia 13 tahun.
Singkat cerita, mobil yang dikendarai supir pribadi Tiri segera memasuki jalan menuju ke perumahan elit yang cukup luas. Ada lapangan yang cukup besar di seberang jalan, seingat Tiri lapangan itu dulunya masih berupa lahan yang tandus dengan pasir, kini lapangan itu dilengkapi dengan tiang net dan juga gawang serta bagian permukaan tanah telah tertutup dengan semen.
“pak, seingat Tiri ni lapangan dulu tandus banget. Sekarang udah bagus ya?” Tanya Tiri kepada sopirnya, Pak Tian.
“Iya Den.” Jawab sopir.
Tidak ada basa-basi lagi setelah itu. Tak lama, mereka sampai di depan gerbang pagar besi disebuah rumah mewah. Satpam yang bertugas di sana setelah mengkonfirmasi supir mobilnya, ia segera membuka pagar lalu mempersilakan mobilnya masuk.
Singkat cerita, Tiri masuk ke dalam rumah klasik yang tampak modern nan mewah dengan membawa tas ransel. Dari eksterior rumah tersebut yang bercat putih dengan gradasi cream pada tiang bangunan. Terdapat halaman luas berbatasan dengan pagar yang melingkari rumah tersebut. Banyak tanaman ditanam disekitar rumah, dengan berbagai warna memanjakan mata.
“Yahoo! Abang Allgatiri yang tampan pulang.” Sahut Tiri dengan suara yang cukup keras, Senyumannya segera terbit ketika melihat seorang bocah laki-laki yang menuruni tangga.
Bocah itu adalah adiknya, Juanda Agustin. Juan hanya melihatnya sekilas dengan wajah datar, dan berjalan menuruni tangga.
“Masih hidup lo, bang?” Sarkas Juan. Membuat senyum manis Tiri luntur seketika.
“buset, 13 tahun belagu amat bahasanya. durhaka lu jadi adek, Ju.” Balasnya kesal.
Juan yang mendengarnya hanya melihatnya sekilas tanpa membalas ucapan Tiri lalu berjalan ke arah dapur.
“By the way, Bunda mana ju?” Tanya Tiri.
“Di balkon.” balasnya singkat.
percakapan dua adik-kakak tidak berlanjut karena Tiri segera naik menuju lantai atas, mengambil langkah sampai pada ruang keluarga dimana ada sisi balkon. Bunda terlihat sedang duduk di sebuah kursi kulit sambil memegang sebuah buku. Kacamata bertengger di hidungnya.
Pelan-pelan Tiri melangkah agar tidak menimbulkan sedikit suara, Saat berada dibelakang Bundanya kedua telapak tangannya menutup mata Bunda dengan nama panggilannya, Sakira.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRI : "Seamin namun tak seiman."
Teen Fiction"Bukan tentang cerita biasa, tetapi tentang sebuah perjalanan cinta di atas jembatan Masjid dan Gereja." - Allgatiri Putra abimayu. "Maaf, Kita memang satu amin tapi kita tak bisa satu iman." - Dalsaka Anidya Segara. Akankah kisah cinta Allgatiri da...