Menuju Hari Kemenangan

0 0 0
                                    

Detik-detik Menuju Kemenangan

Ramadhan, 2013.

Baju Lebaran

"Hei Di, kenapa menangis? Nanti puasanya batal loh..." seorang anak kecil usia 8 tahun yang bernama Kiki tengah menghampiri temannya di sisi trotoar. Kiki mengusap punggung temannya Sardi yang menangis sesenggukan.
"Ki, bapak aku ditangkep polisi..." ucap Sardi dengan cucuran air mata. Kiki membelalakan matanya kaget.
"Kok bisa??" tanya Kiki.
"Ini salah aku... Hiks hiks.."
"Salah apanya sih? Kan aku tahu bapak kamu orang baik,"
"Kemarin aku ngambek, marah sama bapak.. Aku minta dibeliin baju baru buat lebaran, bapak bilang gak punya uang... Tapi aku maksa, Ki.."
"Terus?" tanya Kiki polos.
"Bapak nekat mencuri baju buat aku, tapi ketahuan Ki..." jelas Sardi mengusap airmatanya. Kiki langsung terdiam, ia menatap Sardi seksama.
"Aku lebaran sendirian... Hiks..." Sardi menahan isak tangisnya. Kiki semakin terdiam. Dan beberapa menit kemudian, ia langsung berlari meninggalkan Sardi yang masih menangis dengan tatapan herannya. Kiki tak menenangkan temannya sendiri, itu membuat Sardi semakin menangis dan tak tahu harus melakukan apa.


Kiki berlari melewati hamparan sawah di kanan kirinya. Ia mengusap peluh yang mengucur karena cuaca memang terik. Orang-orangan sawah seakan memandangi Kiki yang berlari cepat tak seperti biasanya.

Sampai di depan rumah kecil, kusam, dan terbuat dari kayu yang sudah reot dan bolong disana-sini, Kiki menghela nafasnya dalam, lalu membuka pintu rumah yang ia tempati bersama ayah dan adik perempuannya. Ibu Kiki sudah meninggal saat usianya 5 tahun, dan adik perempuannya 2 tahun.

"Bapaaaaaak....." teriak Kiki mencari keberadaan bapaknya. Hanya ada Ika, adiknya Kiki di dalam rumah yang tengah tertidur seorang diri.
Kiki melangkahkan kakinya cepat keluar rumah mencari dimana bapaknya berada. Bayangan demi bayangan melintas dibenaknya. Ia harus menemukan bapaknya dengan cepat, ia khawatir akan sesuatu yang mungkin saja terjadi begitu buruk.

Kiki melihat bapaknya dari kejauhan, ia menghambur mendekati Pak Jali yang tengah membereskan sisa-sisa limbah kertas di tempatnya bekerja.

"Bapak!" Kiki tak menghiraukan tatapan banyak orang disekitarnya. Ia memeluk Pak Jali dengan erat.
Pak Jali terdiam dan menatap tubuh mungil anak sulungnya yang tengah menahan bulir bening dari pelupuk matanya.

"Kiki kenapa? Maafkan bapak soal ba..."
"Enggak usah beli baju baru, pak.." ucap Kiki cepat. Pak Jali terdiam.
"Asal lebaran nanti bapak dan Ika selalu disamping Kiki aja.. Gak mau baju lebaran.. Maafin Kiki pa.."
Pak Jali mengusap punggung anak sulungnya, ia terharu dan hampir menangis. Teringat kejadian tadi malam seusai tarawih, Kiki marah-marah karena belum juga dibelikan baju baru untuk lebaran karena tak ada uang untuk membeli semua itu. Dari pekerjaannya yang tak menentu, Pak Jali hanya mampu membeli makanan sehari-hari untuk keluarga kecilnya tanpa seorang istri. Itupun hanya makanan yang jauh dari kemewahan. Hanya nasi putih, dengan lauk kerupuk, atau kadang hanya dengan taburan garam.

"Bapak pasti disamping Kiki dan Ika lebaran nanti, Kiki jangan sedih, anak laki-laki gak pantes nangis." ucap Pak Jali menenangkan.
"Pak Wahab, bapaknya Sardi ditangkep polisi gara-gara mencuri..." ucap Kiki merenggangkan pelukan ditubuh bapaknya. Pak Jali menatap Kiki tak percaya.

"Kiki gak mau bapak sampai mencuri kaya bapaknya Sardi..." ucap Kiki dengan tatapan polosnya. Pak Jali tersenyum dan mengusap puncak kepala Kiki.

"Kita cari Sardi, ya.. Kasian dia sendirian.. Bapak ada sedikit rejeki buat kalian.. Tadi ada yang memberi zakat fitrah, terus bos limbah kasih THR.." Kiki tersenyum mendengar penuturan bapaknya.
***

Takbir sudah berkumandang sejak tadi malam. Kiki dan Sardi sudah siap di depan rumah hendak menuju ke Mesjid melakukan solat sunah Ied. Disusul Ika yang juga siap mengenakan mukena dengan ukuran yang kebesaran untuk tubuh mungilnya, karena ia memakai mukena peninggalan ibunya.

Pak Jali menutup pintu rumahnya yang lebih pantas disebut gubuk. Ia lalu mendekati kedua anaknya, juga Sardi yang kini ikut tinggal bersamanya.

"Bapak, makasih banget buat baju lebarannya... Meskipun belinya baju bekas, yang penting bapak ada nemenin Kiki dan Ika..." ucap Kiki, Pak Jali tersenyum dan mengangguk.
"Alhamdulillah, ayo kita ke Mesjid..."

Mereka berjalan beriringan dengan senyum merekah. Tak memikirkan keadaan hidupnya yang tak seberuntung orang-orang yang berada di atasnya. Syukur menjadi satu modal, yang harus direalisasikan, untuk hidup tenang meski kadang serba kekurangan.
*****

Sepenggal cerita diatas hanya sebuah gambaran kecil, sekecil pasir di pantai. Karena masih banyak sekali gambaran orang-orang kecil, yang tak bisa menikmati hari raya dengan sebuah kecukupan materi, atau kehangatan keluarga utuh. Tak terhitung, mereka yang tak mampu nikmati kehidupan selayaknya manusia berkecukupan.

Bagaimana hidup kita?
Seperti mereka?
Berada diatas mereka?
Atau dibawahnya?

Syukuri segala keadaan yang berjalan disamping kita sekarang. Keluarga menjadi prioritas utama sebuah kebahagiaan hati.

Malam takbir tinggal menghitung jam. Ramadhan sudah hampir usai. Namun rasanya, berat dan amat sedih untuk meninggalkan bulan penuh berkah ini. Bila bisa meminta, aku ingin ramadhan ditambah 10 hari lagi, atau 30 hari lagi. Namun, waktu yang terlewat tak akan kembali, sama dengan perbuatan kita yang hanya bisa diperbaiki.

Bagaimana ramadhan tahun ini? Lebih baik dari tahun kemarin?

Doa yang khusus untuk sebuah bulan berkah ini adalah... Ingin bisa berjumpa kembali, menikmati, menjalani, dan mengambil hikmah di ramadhan tahun depan, tahun depannya lagi, dan seterusnya. Aamiin.

Gema takbir akan mengalun, pengucapan maaf akan siap meluncur. Tunggu handphonemu berdering nyaring dengan banyak pesan masuk ala lebaran. Idul fitri memang sudah tercium wanginya. Bukan wangi ketupatnya saja, ya? Hehe :D

Banyak kata yang tak baik namun terlanjur terucap. Perbuatan tak mengenakan, prasangka yang buruk, dan tuduhan yang tanpa pemikiran panjang.
Banyak luka tergores, banyak canda yang kelewatan, dan masih banyak lagi kesalahan lainnya.

Untuk seluruh rekan yang mengenalku secara nyata, secara khusus, dan juga hanya lewat maya...

Kuhaturkan permohonan maaf lewat tulisan yang acak-acakan ini dengan tulus. Ini tulus loh, bukan lebay....
Karena keterbatasan kemampuan, tangan tak tentu bisa saling menjabat, lengkungan senyum belum tentu bisa terlihat, maka hanya dengan cara ini kumohon maafkan kesalahanku yang sengaja maupun tidak, yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Mungkin buih di sisi pantai sudah menjadi gambaran kesalahan yang kuperbuat.

Galau saat ramadhan kadang tak bisa ditepis.. *Nyindir
Tapi tawa kebersamaan antara kenal nyata atau kenal maya menjadi peluntur gelisah.

Sedih rasanya meninggalkan bulan suci ramadhan.. Maka menangislah dengan airmata kebahagiaan menuju hari kemenangan. Ya, kemenangan untuk umat muslim sedunia. :)

Mohon maaf lahir bathin.
Selamat menuju hari raya Idul Fitri 1434 Hijriyah. Semoga amal ibadah diterima disisi Allah, dan kesalahan diampuni oleh-Nya. Aamiin.

Allaahu akbar... Laa ilaaha illaallaah. Allaahu akbar...


Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang