Buram, hening dan berbau khas yang tak disukai banyak orang. Tubuhnya terasa ringan namun berat untuk di gerakan. Di beberapa bagian masih terasa perih.
"Di mana ini?"
Ia bergumam namun seseorang di balik tirai pembatas ranjang tidurnya mendengar ucapannya.
"Selamat pagi, Mas."
Wanita paruh baya itu menyapa seraya menyibak tirai. Wajahnya menampakan senyum ramah. Satya tak mengenalnya namun berusaha bersikap selayaknya orang yang tau tata krama.
"Bagaimana keadaannya, Mas?"
Satya bungkam, hanya masih membalas dengan seulas senyum serta anggukan kepala. Wanita itu memahami keadaannya dan mengerti apa yang dimaksud oleh satu-satunya pasien di puskesmas itu.
"Saya periksa keadaanya dulu, ya, Mas."
Prosedur segera dilakukan dengan cekatan.
"Sepertinya sudah membaik."
Senyum tak pernah lepas dari wajah ramah itu, bahkan ketika tatapan mereka bertemu.
Selesai dengan rutinitas yang harus dilakukan sesuai dengan prosedur.
"Saya tinggal dulu, ya, Mas."
Setelah kepergiannya, suasana kembali hening. Satya mengatur napasnya perlahan, melakukan sedikit gerakan agar posisi tidurnya nyaman. Ia merasa butuh istirahat panjang setelah malam panjang yang ia lewati di hari-hari sebelumnya. Urusannya telah selesai namun ia masih merasa tak puas dan masih menyisakan banyak tanda tanya karena yang ia lakukan tak sedikitpun memberi rasa tenang.
Satya mulai memejamkan mata, ia berharap dengan lebih banyak istirahat akan lebih cepat untuk pulih dan bisa segera pergi dari tempat itu.
Suara derit pintu menggagalkan rencananya.
"Eh, maaf, Masnya sedang istirahat, ya?"
Wanita itu kembali masuk. Satya melirik dengan tersenyum, memberi tanda bahwa hal itu tak menjadi masalah.
"Maaf, ya, Mas. Ini aku bawakan makanan. Selama Masnya tidak sadarkan diri, sekarang Masnya pasti merasa lapar."
Wanita itu dengan cekatan menyiapkan apa yang ia bawa. Aromanya memberi warna berbeda dari tempat itu. Perut Satya mulai bereaksi. Ia tau bahwa cairan yang masuk ke tubuhnya tak mampu mengganti isi perutnya.
Satya bergeliat. Ia berusaha untuk bangun walau menahan sakit dan perih luar biasa. Satya meringis tepat ketika lukanya kembali mengeluarkan sedikit darah.
"Mas, tolong untuk tidak banyak bergerak dulu, ya."
Satya berhenti. Ia menoleh. Wanita itu menyodorkan sesuap bubur dari sendok plastik putih ke arah Satya. Ia sempat tertegun tapi tak sedikitpun berniat menolak pemberian itu.
Sesuap demi sesuap, perlahan-lahan hingga hanya menyisakan wadahnya saja. Bagaikan adegan romantis tapi mereka berdua bukan siapa-siapa, bahkan tak saling mengenal nama.
"Oh, iya, saya belum tau nama masnya siapa."
Satya tak langsung menanggapi. Ia berpikir sejenak untuk setidaknya mengingat sesuatu yang mungkin sempat ia lupa.
"Nara. Ya, namaku Nara."
****
"Hey Pak Tua, apa kau sudah siap mati?"
Di sudut taman remang tengah terjadi obrolan, antara laki-laki tua dengan tiga orang yang tak ia kenal. Semerbak alkohol yang laki-laki tua itu endus dari hidung keriputnya menandakan ia dalam kondisi tak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga Temaram
HorrorWaktu berlalu. Jalan gelap mengembalikannya pada hidup yang keras. Iya terlanjur menikmati apa yang dijalani, hingga tanpa sadar memancing apa yang tak seharusnya kembali.