BAB 5. Dia Malvin 2

0 0 0
                                    

Malvin sudah di tangan oleh dokter di ruang UGD. Iza dan Anna duduk diam menunggu dokter keluar. Alan mondar mandir khawatir. Ia khawatir akan sahabatnya itu, walaupun kepalanya tidak berdarah namun kepalanya terbentur ke aspal dengan sangat keras. 

"Aku takut sekali, apalagi dia hidup sebatang kara." Gumam Alan yang terdengar jelas di telinga Iza.

"Kamu bilang apa?" gertak Iza ke Alan.

"Tidak ada,"

"Aku dengar kamu bilang Malvin sebatang kara, bukannya dia selama ini punya orang tua?" ucap Iza menggebu, matanya penuh amarah dan sedikit panas menahan agar air matanya tidak keluar.

"Malvin hanya hidup di panti asuhan, dia di adopsi oleh keluarga kaya lalu di kembalikan lagi ke panti karena keluarga itu sudah memiliki anak," ucap Alan  matanya yang berusaha untuk tidak meneteskan air mata begitu merah.

"Bukannya dia punya rumah?" timpal Anna juga penasaran.

"Itu peninggalan ketua panti sebelum wafat, Malvin di percaya untuk tinggal di sana serta rumah itu di wariskan untuk Malvin" jelas Alan lagi.

"Lalu, untuk biaya dia sekolah dan makan sehari-hari?"

"Dia kerja freelance, Za. Untuk biaya sekolah aku pun tidak tahu,"

Iza dan Anna salin tatap sekilas, mereka tak lagi ada obrolan. Mereka bertiga berdiam diri dengan pikiran masing-masing. Menerawang jauh perjalanan hidup Malvin. Namun, di balik itu semua, Malvin adalah sosok sahabat dengan jiwa yang paling ceria, sikapnya yang sedikit menonjol karena kejahilannya membuat beberapa orang terkadang kesal.

Beberapa saat kemudian, Aliana dan Arya sampai di rumah sakit.
"Teman-teman!" Panggil Aliana dengan berlari ke arah teman-temannya yang terlihat termenung. Iza langsung memeluk Aliana, mencoba menutupi rasa takut dan menangis tanpa suara di pelukan Aliana.

"Bagaimana Malvin?" Tanya Arya ke Alan.

"Dokter belum keluar Kak, ini sudah 1 jam berlalu," ucap Alan berusaha untuk tenang.

"Pasti dia baik-baik saja," ujar Arya sambil menepuk bahu Alan, menguatkan teman adeknya itu.

Hampir satu setengah jam dokter baru keluar UGD.
"Wali dari pasien?" ucap Dokter.

"Saya kakaknya," ucap Arya mendekati dokter.

"Pasien dalam keadaan baik-baik saja, hanya saja kepalanya yang mendapatkan benturan cukup keras mungkin akan mengakibatkan fungsi otaknya sedikit terpengaruh,"

"Amnesia, Dok?" Ucap Aliana memastikan.

"Saya tidak bisa memastikan, karena pasien juga belum pulih sepenuhnya"

"Apakah kita boleh menemui pasien?" ucap Alan.

"Silakan, sebentar lagi pasien akan dipindahkan ke ruang inap biasa, kalian bisa menemui pasien disana. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Dokter berlalu pergi dengan senyum ramahnya.

"Ini sudah malam, sebaiknya kalian pulang," ucap Arya.

"Bagaimana dengan Malvin?" ucap Iza.

"Ada aku, aku akan menemani Malvin bersama kakak," ucap Aliana, Arya mengangguk adeknya tanda setuju.

"Apakah tidak masalah?" ucap Alan menatap Aliana.

"Aku baik-baik saja, besok kita gantian saja jaganya," ucap Aliana ke Alan.

"Kalau begitu kita pulang dulu ya Al. Kak Arya, terima kasih atas bantuannya, kami permisi pulang dulu," ucap Alan berlalu pergi bersama Anna.

"Hati-hati ya, Za" ucap Aliana ke Iza.

True Relationship (Friends or Bestie)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang