Lexus LM dipelankan lajunya saat memasuki parkiran luas yang masih didominasi kendaraan roda empat meskipun jam kuliah sudah berakhir tadi siang. Berdendang kecil-kecilan karena suasana hatinya berbunga-bunga setiap saat, tangan yang tidak pernah melakukan pekerjaan kasar tersebut melepas sabuk pengaman di waktu yang sama bersama Marvel yang duduk tepat di sisinya.
Gerakan Marvel yang membuka pintu mobil terhenti lantaran kuncinya belum dibuka secara otomatis. Tepat saat dia menoleh ke samping untuk memberi sinyal, Yesa ditemukan tengah bercermin sembari memakai kacamata hitam menutupi setengah wajah perawatan mahalnya. Marvel menghela napas menyaksikan Yesa menyibak rambut sembari manyun-manyun sok ganteng mengusap dagunya berulang kali.
"Lo tahu gak selain duit gue apalagi yang unlimited?" gumam Yesa pada Marvel yang kontan merespon malas. Pasti hal tidak penting lagi, tapi kalau tidak direspon, pasti akan tantrum.
"Apa?"
"Kegantengan guelah apalagi!!!" Yesa tertawa sendirian sambil menekan icon pintu mobil.
Marvel yang khatam segala bentuk percaya diri sahabat dekatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sosok yang disegani se-FISIP itu berjalan lebih dulu dengan penuh wibawa sedangkan Yesa mengekori dengan gaya slengean, sangat berbanding terbalik sekali. Tangannya masuk ke saku jeans gombrang dan sobek-sobeknya. Selalu menjadikan Kampus sebagai ajang Fashion Show, Yesa yang lehernya digantungi headphone hitam itu menenteng hand bag berwarna senada.
Ketika lewat di hadapan segerombol cewek, sudah mendarah daging, Yesa akan menebar senyum lebar penuh daya pikat. Menurunkan sedikit kacamata ke hidung mancungnya, Yesa mengedipkan sebelah mata sangat genit-genit manja. Mahasiswa Ilmu Komunikasi itu selalu menyukai reaksi ketika mereka memekik heboh menyerukan namanya. Yesa tahu dia ganteng dan kaya raya. Jadi di hidup yang satu kali ini, dia sangat menikmati ketenaran itu.
"Kak, boleh minta foto gak?" seruan seseorang saat Yesa melewati lima perempuan memakai rok di depan Perpustakaan Utama. Pasti anak dari Fakultas Kesehatan.
"Dengan senang hati, Cantik." Selalu tersenyum, Yesa mengambil lembut ponsel mahasiswi yang dipastikan baru menginjak tahun pertama itu.
Entah jimat magnet apa yang ada di tubuh wangi pemuda itu. Lima gadis rebutan posisi di sampingnya. Tangan Yesa terentang panjang, merangkul semua bahu para fans dadakannya. Kamera ponsel teracung tinggi, mereka selfie dengan berbagai pose.
"YESA!!!" Saat sedang asik menebar pesona, suara Marvel di ujung sana merubah situasi. Mata lelaki itu sudah tidak bersahabat. "INI BUKAN WAKTUNYA LO FANMEET!! BE QUAIET! KITA UDAH DITUNGGU!!"
"Iya-iya sabaaaaar," seru Yesa misuh-misuh tapi masih sempat bertanya pada lima gadis cantik itu. "Tahu gak perbedaan kuburan sama kalian?"
Dengan polos mereka menggeleng.
"Kalau kuburan sarang hantu kalau kalian sarangheo!" gombal Yesa berlari sambil membentuk hati dari jemarinya, menyusul Marvel yang pasti sudah sangat dongkol karena langsung menempeleng belakang kepalanya. Hari-hari Yesa memang seperti itu.
Berhasil mensejajarkan langkah, dua
pemuda itu memasuki lobi tempat mereka menghabiskan separuh waktu. Di mana lagi kalau bukan Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Gedung menjulang tinggi ke atas sampai empat lantai lantaran menaungi tujuh jurusan sekaligus.
Mereka langsung menuju Sekretariat BEM FISIP yang berada di lantai dua.
Sesampainya di dalam sana, mereka langsung disambut hangat oleh para pengurus BEM yang kebanyakan dari mahasiswa Semester Tiga. Karena memang, hari ini bukan rapat yang melibatkan Pengurus Inti melainkan rapat Kepanitiaan Kegiatan yang digagas oleh Marvel sendiri sebagai Presiden BEM FISIP.
YOU ARE READING
After September
FanfictionPada bulan ke-sembilan itu, semua membias. Perselisihan, kebencian, tameng-tameng pertahanan luruh seiring munculnya tiupan api perlawanan yang tiap detik kian membara. Perjuangan sebagai manusia, perjuangan sebagai mahasiswa yang merdeka. Tidak...