Jaringan pengedar narkoba skala kecil yang memiliki struktur organisasi sederhana itu hanya diatur oleh dua pemimpin yang bertanggung jawab atas semua kegiatan transaksi kepada penggunanya langsung, jangkauannya hanya beroprasi di wilayah geografis yang terbatas seperti kota atau kabupaten.
Mutia— ibu kandung Ayu adalah salah satu pengedar tingkat atas yang menerima suplai berbagai jenis narkoba dari Pimpinan Utama (Bandar) untuk didistribusikan langsung kepada pengguna melalui anak buahnya yaitu pengedar tingkat bawah (orang yang bertanggung jawab secara langsung dalam menyerahkan barang haram itu kepada pengguna atau pembeli)
Termasuk sang anak yang dipaksa oleh Mutia untuk menjadi pengedar tingkat bawah.
Meski Ayu sangat-sangat tidak mau mengerjakan pekerjaan haram ini, ia tetap melakukannya karena tidak ada pilihan lain ketika di rumah Eza sudah tidak lagi nyaman pun ditambah saat ini Ayu merasa terancam oleh saudara tirinya.
Saya:
Es
Jakarta
Tiang warna biruKode rahasia yang bermakna Es adalah sabu-sabu dan Jakarta berarti heroin telah Ayu kirimkan lewat SMS kepada nomor kontak si pembeli. Gadis itu menoleh ke kanan kiri, bergerak membenahi topi agar wajahnya tak terlalu kentara, meski hari sudah larut dan jam menunjukan pukul 12 malam, tetap saja Ayu waspada takut polisi tiba-tiba datang. Setelah yakin barang yang ia simpan di dekat gedung terbengkalai itu sudah aman, Ayu lebih dulu memasukan handphone jadul khusus untuk bertransaksinya ke dalam saku jaket lalu pergi dengan langkah lebar tanpa curiga dan merasakan kehadiran seseorang laki-laki yang kini tengah mengintip dari balik pohon beringin.
****
"BEGO!"
Ayu diam saat sebuah asbak yang terbuat dari kayu dilempar oleh Mutia dan mengenai jidatnya hingga sisa sisa puntung rokok menempel di rambutnya yang menjuntai menutupi mata.
Ini adalah salah satu penyebab Ayu ingin mengakhiri hidupnya.
Ayah yang tidak peduli.
Ibu yang tempramental.
Pelecehan seksual dari saudara tiri.
Serta tuntutan peran menjadi anak yang harus berbakti menuruti perintah Mutia untuk ikut bergabung di dunia kelam.
"Cari!" Mutia berteriak histeris dari meja kerjanya. Perempuan paruh baya dengan dandanan mentereng itu menerjang menghampiri tempat Ayu berdiri, lalu bergerak mencengkram dagu anak satu-satunya itu hingga kukunya yang panjang dihiasi nail art berwarna hitam itu menusuk pipi Ayu.
"Cari sampe dapet! Kalau sampe konsumen minta duitnya dibalikin gara-gara narkobanya nggak ketemu, mampus lo di tangan gue!""Kalau gitu Ayu nggak bakal nyari barangnya!" desis Ayu.
"Ayu milih mati di tangan ibu.""Malah banyak omong!" balas Mutia murka. "Pokoknya gue nggak mau tau! Itu barang harus ketemu dan lo anterin ke orangnya langsung!"
*****
Brengsek!
Sebenarnya kemana hilangnya barang sialan itu?
Ayu mondar-mandir di antara heningnya kota juga semilir angin malam yang menusuk kulit. Tangannya bergerak menggali tanah serta menyingkirkan beberapa batu yang tadi ia susun rapi di dekat tiang. Gadis itu lagi-lagi mengumpat ketika hanya mendapati sebuah dus kosong padahal tadinya berisi beberapa kelip sabu-sabu serta heroin.
"Nyari ini?"
Ayu membelalak lalu buru-buru menoleh ke arah suara di belakangnya.
"Elo—" tangan Ayu terkepal kuat ketika barang yang ia cari-cari kini telah ada di genggaman tangan lelaki yang tempo hari menggagalkan rencana bunuh dirinya.
"Balikin!""Enggak!"
"Itu punya gue!" Ayu menerjang ke arah lelaki itu berusaha menggapai barang yang telah dicurinya yang kini telah lelaki itu angkat tinggi-tinggi agar Ayu tak bisa meraihnya. "Balikin dasar maling!"
"Elo pengedar narkoba?"
"Bukan urusan lo!"
"Gue laporin ke pihak sekolah."
Di tempatnya Ayu terengah-engah akibat menahan emosi oleh sebab serbuk terlarang itu belum juga diserahkan kepadanya. Ayu semakin naik pitam dan menatap tajam si lelaki lalu tanpa aba-aba dirinya mendorong dada bidang orang kurang ajar itu.
"Balikin atau elo mau mati?!"
Jagata sedikit terhuyung mundur ia lalu menyeringai, bersiul kecil sembari menaikan alis cukup terkejut mendengar ancaman dari perempuan itu.
"Widihhh. Gue nggak takut.""Gue nggak bohong!" kakinya maju satu langkah dan dengan tubuh yang lebih pendek dari lelaki itu Ayu memberanikan diri menarik kerah kaus yang Jagata kenakan meski harus sedikit berjinjit.
"Elo bakal mati kalau sampe barang itu nggak diserahin ke gue sekarang juga!""Gue kembaliin barang ini tapi ada syaratnya."
"Apa?" Ayu mengedikan kepala menantang. "Lo mau duit? Lo mau morotin gue?"
"Enggak."
Ayu menutup mata seraya menarik napas berusaha sabar dan tenang. "Cepet sebutin apa mau lo brengsek!"
"Setelah gue ngembaliin ini, syaratnya gue mau ikut kemana elo pergi sekarang."
"Elo emang beneran minta dibunuh!" Ayu menghempaskan cengkramannya dan lagi-lagi Jagata terhuyung sembari menyembunyikan obat terlarang itu di belakang punggung.
****
"Hidup gue kayaknya bener-bener nggak dikasih secercah cahaya sama Tuhan."
—Ayu
KAMU SEDANG MEMBACA
Peak of Love [Slow Update]
Подростковая литератураGue nggak peduli latar belakang dia, yang gue mau cuma meluk Ayu sampe dia bener-bener ngerasa aman dari dunia yang sebegitu enggak adilnya. -Jagata Nayaka