3

43 4 0
                                    


C̸̛̠͉̞̠͛̿̋̍͋͛̕̚͠o̶̼̥̰̺̱̠̫͛̄̐s̸̝̫̖̱̭͈̜͚̐̓ș̵̗͋̏̅̏͛̅̈̌̂e̵̛͔͎̟͉͕̹͛̽̐̾̀̏͗͝n̴͕̯͗̑̚

Sudah satu tahun, kami bertiga di dalam hutan berkabut. Guinevere, sudah beranjak usia remaja. Itulah mengapa aku sengaja tidak ingin mengajak Ametya mengetahui kondisi di luar hutan, yaitu tempat kekaisaran yang menjadi masa kelam wanita itu.

Beberapa kali saat aku berkeliling hutan dengan kecepatan tinggi, manusia yang memiliki bela diri serta keberanian, mencoba memasuki hutan dengan segala cara. Aku yang sudah berkontrak dengan para ruh Hutan berkabut, tentu saja membuat penghalang dengan akar tanaman yang merambat di hadapan para manusia petualang itu.

Di hadapan ku, Guinevere sedang berbicara kepada Ametya dengan sikap ingin tahu.

"Jangan membuatnya menjadi bodoh Ametya."ucapku. Mereka menoleh ke arahku dan Guinevere menghampiri ku.

"Mama! Ibu mengatakan jika di luar hutan ada tempat yang menarik ya?"kata Guinevere, aku menatap matanya yang memiliki pupil ungu kebiruan.

"Dengar nak, di luar hutan sana memang ada tempat seperti itu. Tapi apakah kamu tidak puas dengan yang ku berikan di sekitar sini?"Aku menariknya ke samping."lihat, rumah dan bangunan yang kamu inginkan sewaktu kecil sudah tidak terawat karna kamu bosan."

Guinevere cemberut,"y-ya, itu benar. Tapi aku ingin bertemu para orang lain di kekaisaran."Memainkan jemarinya aku terkekeh.

"Begini, jika kamu bisa melakukan ajaran yang ku berikan. Dan mensimulasikan dengan benar tanpa kesalahan apapun. Kita semua bisa meninggalkan Hutan ini. Gimana?"Aku melihat dia berpikir lalu mengangguk."itu mudah, hanya yang bagian itu kan?"tanyanya. Aku mengangguk.

Ametya duduk di sampingku, kepalanya bersandar di bahuku."Apa kamu serius dengan yang kamu ucapkan padanya Coss?"Aku tersenyum tipis,"aku juga bosan tahu, melihat kecantikan mu setiap saat dan Guinevere yang menggemaskan itu sia-sia jika tidak di pamerkan pada orang-orang."

"Tapi usia nya baru satu tahun,"Aku mengelus rambut Ametya yang begitu halus. Memang benar apa yang dikatakan Ametya, itu karna hutan ini memiliki jejak Dewa/Dewi begitu pun aku yang terbangun lewat celah dimensi. Energi spiritual dari ketiga hal yang ku sebutkan terlalu banyak untuk Hutan ini sendiri. Efeknya, waktu disini melambat dengan perbandingan 1 hari di dalam Hutan. 100 hari di luar Hutan.

Alasan mengapa Guinevere bosan. Sebab dia yang sekarang sudah memasuki fisik remaja, setiap waktu yang berlalu. Aku terkejut dengan pertumbuhan anak itu, belum lagi hal merepotkan masa pubertas yang sewaktu malam penisnya terbangun lalu mengeluarkan sperma dengan jumlah banyak. Aku tertawa mengingat momen Guinevere merasa malu dan Ametya yang mengatakan semua baik-baik saja.

"Cossen,"aku menatap Ametya.

"Bagaimana situasi di luar hutan saat ini?"Ametya bertanya dengan sedikit takut.

Aku memeluknya dan mengecup keningnya."Pemimpin mereka sudah berganti lagi, sekarang hanya permaisuri jadi-jadian yang memegang kendali kekaisaran."

Ametya tersentak,"maksud mu jadi-jadian itu apa?"Penisku terbangun sedikit."itu sedikit kacau."kata Ametya.

"Hei Cossen, jika perjanjian sudah di lakukan apakah kamu pergi ke alam mu?"

Aku menyeringai,"kenapa? Kamu khawatir tentang masa depan ku?"Ametya memukul perutku yang sixpack."itu benar, tapi ada sesuatu yang membuatku kepikiran."Aku menyentil dahi nya. Ia mengaduh sakit.

"Yah, tidak banyak yang ku lakukan. Anggap saja kehidupan ku yang ketiga ini sebuah pertaubatan untuk menghormati para Dewi,"Ametya terkekeh."aku tidak tahu apa dosa yang kamu lakukan sampai rendah hati seperti itu."

Memutar bola mataku, ia berdiri seraya menepuk dedaunan yang menempel di gaun terusan lalu menghampiri Guinevere.

'Tidak ada yang tau, seperti apa kelanjutan ini jika ku lihat dengan seksama.'batinku.

Guinevere yang sedang memejamkan matanya, di susul angin kencang yang menyerbu kami seperti badai namun tidak cukup kuat untuk menggeser ku. Ametya menatap khawatir ke araku, yang ku beri tanda 'tenanglah' ia mengangguk mengerti.

Entah sudah berapa lama waktu berjalan, yang ku tahu Guinevere membuka matanya untuk yang pertama kali dengan aura yang berbeda.

Ia tersenyum ke arahku dan berlari cepat. Tubuhnya menabrakku yang saat itu aku masih tidak percaya dengan apa yang ku lihat.

"Mama! Aku berhasil mendapatkan kendali kekuatan ku."setelah beberapa detik, aku menyeringai dan berdiri menggendong Guinevere ke pinggulku.

"Ya ya ya, kamu sangat bersikeras untuk keluar dari hutan ini, aku tidak bisa menahan mu lagi. Tapi aku bangga dengan kerja keras mu."aku menjentikkan jari ku, lalu kami berada di luar hutan. Guinevere merasa pusing ketika menyadari aku ber teleportasi, yah itu wajar tidak ada manusia yang mendekati kecepatan tinggi dalam perbedaan waktu di hutan ini.

"I-indahnya!"Guinevere meronta di gendongan. Kakinya dengan lucu menapak tanah yang ketika ia berjalan bunga bunga kecil tumbuh di jejak kaki nya.

Ametya menutup mulutnya. Menatapku,"b-b-bagaimana bisa,"kakinya gemetaran karena terkejut dengan apa yang hal menurutku di luar jangkauan manusia.

Menyandarkan tubuhnya ke pohon, aku berbalik badan melihat Guinevere yang berlarian sepenuh hati.

'dengar nak, aku bangga dengan kamu yang memiliki jejak bunga-bunga sialan itu. Bisakah kamu mengendalikannya agar orang-orang tidak menyembah mu layaknya dewi.'aku berbicara telepati kepada Guinevere. Ia menatapku lalu ke sekitar tanaman bunga yang mulai tumbuh selutut kaki.

'maaf Mama,'balasnya. Ia memejamkan matanya sejenak dan tumbuhan berbunga seketika menghilang seperti butiran cahaya ke langit.

"Sepertinya tidak bagus jika kamu langsung bersosialisasi dengan orang orang untuk sementara ini."ia menatapku dengan cemberut.

"Mengapa begitu?"bibirnya masih cemberut, membuatku menghirup udara sekitar yang terasa menjijikkan. Sial, aku baru ingat kami keluar dari hutan.

"Kamu perlu belajar adab serta materi jika ingin bergaul dengan orang-orang yang hidup di sana."aku menatapnya dengan cermat. Melihat ekspresinya yang menimang ingin memberontak atau menuruti kata-kataku.

'yah, dia manusia yang terbilang beruntung jika memilih memberontak.'pikirku.

"Tapi, jika aku menguasai adab dan materi, apa kamu berjanji bahwa tidak mengekang ku dengan kemauan yang ku inginkan?"

"Ya, mau kamu melawan orang yang menindasmu sampai wafat, atau memotong kepala yang menatap mu dengan kotor. Aku tidak akan menegurmu."Belakang kepalaku merasa di pukul tapi aku tidak bergeming dari tempat ku. Melainkan suara kesakitan yang ku tahu Ametya.

"Ibu, apa kamu baik-baik saja?"Sekejap mata Guinevere meraih tangan Ametya lalu mengucapkan mantra penyembuh.

Ametya berterima kasih kepada putrinya yang di balas senyum malu-malu.'cukup lucu,'pikirku.

C̸̟̬͓͕͉͖͚̱̙̋̿̋ͅŏ̷̤̠̥̫̉̿͂s̵̨̛̲̺̬̠͍͍͊͒̈̉̐͂̃̆͝š̸͍͚͐̓̀̍̈͗̎̀ͅė̶̢͈̗̞̠̑̈́̅͒̓̂̚͝ͅn̷̂͐̀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang