15. Balas budi katanya

460 84 4
                                    

Happy Reading!
.
.
.

~•°•~

Lengkungan manis yang Nana ciptakan di sudut bibirnya, kini perlahan memudar. Ternyata biaya perbaikan handphonenya lumayan mahal sehingga ia terpaksa menunda untuk mengambil benda pipih itu walau sangat butuh.

Dengan langkah gontai, Nana kembali pulang. Hatinya sedih sekali karena tidak bisa mengambil handphone miliknya hari ini.

"Apa gue jualan donat aja ya di sekolah. Siapa tahu temen-temen pada beli." Monolognya. Kaki jenjangnya sesekali menendang-nendang krikil seraya terus berjalan menuju rumah. Sungguh, Nana sangat kebingungan.

Tak terasa langkahnya sudah semakin dekat dengan rumah. Tidak sengaja ia melihat Ilham yang sepertinya baru pulang dari warung. Terlihat dari sebuah kantung kresek ukuran besar yang kakaknya bawa.

"Bang Iam!" Panggil Nana kemudian berlari menghampiri Ilham yang sekarang sudah menghentikan langkahnya dan menoleh pada sumber suara.

Ilham menerbitkan senyum ketika tahu siapa yang sudah memanggilnya barusan.

"Gimana? Udah bener lagi hpnya?" Tanya Ilham.

Nana menghela nafas sedih kemudian menggeleng. "Hpnya udah bener, tapi uangnya nggak cukup buat nebus. Jadi Nana simpen dulu aja di konter." Jelasnya. "Tapi nggak pa-pa kok. Nanti Nana kumpulin lagi uangnya biar hpnya bisa diambil." Lanjutnya sembari tersenyum yakin.

"Nanti abang tambahin lagi." Kata Ilham.

"Nggak usah. Nanti aku aja yang cari tambahannya."

Ilham tidak menanggapi. Laki-laki itu hanya tersenyum simpul lalu melanjutkan kembali langkahnya.

Nana berjalan mengimbangi langkah Ilham. Ia tatap wajah yang masih sedikit pucat itu dengan perasaan sedih.

"Abang abis belanja apa?" Tanya Nana.

"Bahan-bahan buat bikin donat. Besok kan abang mulai jualan lagi." Ilham menjawab.

"Badan abang udah nggak sakit emangnya?"

"Nggak. Abang udah enakan kok."

Ah iya Nana lupa. Pertanyaannya adalah pertanyaan yang salah jika ditanyakan langsung pada Ilham. Sudah pasti kakaknya itu akan menjawab seolah-olah dirinya baik-baik saja walau kenyataannya tidak. Tapi, mulai sekarang Nana harus lebih peka lagi terhadap Ilham. Jangan sampai kakak satu-satunya itu kembali tumbang karena terlalu memaksakan diri.

Pada akhirnya Nana hanya bisa tersenyum tipis. Mengiyakan saja ucapan Ilham meskipun dirinya tidak yakin.

"Abis ini kita makan telur ceplok yuk!" Ajak Ilham bersemangat.

"Mauu!!!"

Ilham tergelak kemudian mengacak rambut Nana gemas. "Yang sampai rumah duluan bakal dimasakin telor ceplok!!" Serunya.

Hanya dengan begitu, Nana langsung berlari sekencang mungkin agar menjadi pemenang. Sementara Ilham tidak mengikuti. Remaja itu malah asik tertawa melihat tingkah adiknya yang menggemaskan.

~•°•~

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Nana kalah lagi. Ilham begitu pintar dalam hal meyakinkan Nana untuk tidak terlalu khawatir padanya. Walaupun sebenarnya Nana sama sekali tidak pernah tenang, tapi melihat bagaimana kerasnya watak Ilham membuat remaja itu mengalah saja daripada harus berakhir bertengkar dengan sang kakak. Dan, kini Ilham kembali berjualan donat seperti biasa sementara Nana bersekolah.

Sekitar pukul setengah tujuh pagi, Nana sudah sampai di sekolah. Kebetulan sekali angkot yang ia naiki tidak ada kendala apapun saat diperjalanan sehingga dirinya bisa sampai dengan cepat.

Di dalam kelas belum terlalu banyak murid yang datang, mengingat waktu masih cukup pagi. Nana mendudukkan diri pada bangku miliknya kemudian mengeluarkan dua buah donat yang ia bawa dari rumah sebagai ganjal karena tadi tidak sempat sarapan.

Tidak banyak yang Nana lakukan selain mengunyah donat sambil melamun. Sampai tiba seseorang yang langsung menghampiri dirinya dengan gaya sengak seperti biasa.

"Punya lo." katanya seraya menyimpan sesuatu di atas meja.

Nana langsung menghentikan kunyahannya dan menatap terkejut pada benda yang diletakkan pada atas meja miliknya itu. Kemudian ia menaikan pandang dan melihat Jejen yang kini juga menatapnya datar tanpa ekspresi.

"HP gue kok ada di lo?" Tanya Nana heran.

Benar! Itu adalah handphone milik Nana yang kemarin sedang diperbaiki di konter. Dan sekarang benda itu sudah berada di hadapannya dengan Jejen sebagai orang yang sudah membawanya.

Jejen tidak mengindahkan pertanyaan Nana. Remaja itu langsung melengos dan duduk di bangkunya tanpa peduli dengan Nana yang terus bertanya, bahkan sampai mengikuti ke bangkunya.

"Jen, ini yang bener aja HP gue kenapa ada di lo?" Nana bertanya lagi.

"Papa gue yang nyuruh." Jawab Jejen tanpa minat.

"Maksudnya?"

Jejen menarik nafas dalam. Sumpah! Nana cerewet sekali.

"Intinya anggap aja sebagai balas budi karena kemaren lo udah sudi nolongin gue."

Seketika lengkungan manis dari sudut bibir Nana terbentuk. Ternyata Jejen tidak sejahat itu. Buktinya dia masih tahu terima kasih pada Nana.

"Oh gitu. Emm.. Perlu ganti nggak?" Tanya Nana.

"Satu juta. Ada gak duit segitu?" Celetuk Jejen sekenanya.

"Mahal banget. Perasaan dari konternya nggak segitu."

"Punya nggak?"

"Kalau segitu nggak ada, Jen."

"Ya udah diem!"

"Beneran segitu nebusnya? Gue jadi nggak enak sama papa lo."

Jejen menadahkan tangan kanannya pada Nana. "Satu juta!"

"Jen-"

"Nggak punya kan? Ya udah diem! Atau gue banting lagi HP lo!" Tukas Jejen memotong ucapan Nana.

"Jangan!!" Refleks Nana langsung berteriak sambil memegang handphonenya erat-erat. Jujur, ia masih takut jika sampai handphone miliknya rusak lagi.

Jejen mendelik tak suka. "Sana lo! Ganggu aja!" usirnya.

Sedikit tersinggung namun Nana tetap bersyukur karena berkat papa Jejen ia bisa memiliki handphonenya kembali.

"Makasih ya Jen. Bilang makasih juga buat papa lo karena udah repot-repot bantuin gue." Ucap Nana tulus.

"Lo emang ngerepotin."

Nana hanya tersenyum tipis. Mencoba untuk tetap tenang dan memaklumi sifat Jejen yang memang menyebalkan.

Tidak ingin menambah Jejen kesal, Nana pun kembali ke bangkunya. Syukurlah Jejen masih mau membantunya walau katanya 'disuruh papa'. Tapi tidak masalah, yang terpenting benda pipih itu bisa kembali ke tangannya.

~•°•~

99,9% | Haechan-JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang