04

316 26 0
                                    

Setelah meninggalkan kantin, Ara berjalan kembali ke ruangan pribadinya. Sebenarnya, dia tidak benar-benar berniat kembali ke kelas. Ruangan pribadinya adalah tempat di mana dia bisa merasa bebas tanpa perlu memikirkan hal-hal yang membebani pikirannya, seperti kejadian selingkuh yang baru saja dia lihat. Pikiran tentang Chika, meskipun sudah berusaha dia abaikan, terus menghantuinya.

“Kenapa sih Chika harus muncul di kantin tadi?” gumam Ara, kesal tapi dengan sedikit rasa geli. Ara sebenarnya tidak peduli soal Chika dalam artian romantis, tetapi dia merasa terikat secara aneh pada kehadiran Chika. Setiap kali Chika ada di dekatnya, Ara merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Namun, dia tetap meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah kebetulan dan bahwa dia tidak peduli sama sekali.

Sesampainya di ruangan pribadi, Ara membuka pintu dan mendapati teman-temannya masih leyeh-leyeh di sana.

"Nah, si anak kantin sudah balik," canda Zee sambil tertawa kecil.

“Lu ketemu siapa tadi, Ra? Kok lama banget,” tanya Lulu yang sudah setengah mengantuk di sofa.

"Ketemu Chika di kantin. Dia ngotot ngajak gue balik ke kelas, tapi jelas gue ngindarin," jawab Ara santai sambil merebahkan diri di salah satu kasur yang tersisa.

“Hah? Chika lagi? Lu beneran deh, ada apa sih sebenernya antara lu sama Chika?” tanya Olla dengan tatapan penasaran.

Ara menghela napas panjang. "Ngaco lu. Gue udah bilang, gue gak ada perasaan apa-apa sama dia. Kalau dia ada di sekitar gue, itu kebetulan. Lagian, buat apa gue peduli sama cewek yang bahkan gak pernah liat gue lebih dari sekadar teman?"

Zee tertawa pelan. "Iya-iya, kita tahu kok. Tapi kalau lo beneran gak peduli, kenapa lo ngomongin dia terus?"

Ara mendengus dan melempar bantal kecil ke arah Zee. "Udah lah, jangan sok tahu. Gue cuma lagi capek aja, bukan karena dia."

Adel yang dari tadi hanya mendengarkan akhirnya bersuara, “Capek atau enggak, kalau lo terus-terusan mikirin Chika, lama-lama lo bakal ngerasain hal yang lo sendiri nggak sadar. Itu tuh awalnya benci, tapi lama-lama bisa jadi suka.”

“Nggak akan,” jawab Ara cepat, menolak saran Adel tanpa ragu.

“Ya udah deh, terserah lo. Tapi inget ya, orang yang sering lo bilang lo gak peduli malah biasanya adalah orang yang paling sering ada di pikiran lo,” tambah Flora sambil tertawa kecil, menggoda Ara.

Ara hanya mendengus sambil menutup matanya, berusaha mengabaikan komentar-komentar dari teman-temannya. Di satu sisi, Ara memang ingin sekali percaya kalau dia benar-benar tidak peduli dengan Chika, tapi di sisi lain, dia juga tidak bisa menyangkal bahwa kehadiran Chika entah bagaimana selalu mempengaruhi suasana hatinya. Namun, semua itu tidak penting sekarang. Ara terlalu lelah untuk memikirkan hal-hal rumit seperti itu.

"Besok aja lah gue pikirin lagi," gumam Ara pada dirinya sendiri sebelum akhirnya tertidur di ruangan yang nyaman itu.

Waktu berlalu cepat, dan ketika mereka terbangun dari tidur mereka, sekolah mulai sepi karena sudah jam pulang. Hanya tersisa geng BM di situ.

Olla meregangkan tubuhnya dan berdiri. "Eh, Ra, lu gak punya PR apa gitu? Jangan kelamaan tidur, ntar ketinggalan pelajaran."

Ara membuka matanya dan tersenyum lemah. "Nggak lah, gue bisa kejar kalo emang ketinggalan. Lagian, pelajaran apa yang penting banget? Nggak ada."

Lulu yang duduk di pojok ruangan sambil bermain ponselnya akhirnya bersuara, "Tapi, Ra, kita kayaknya emang harus lebih serius deh. Kalo terus-terusan kayak gini, gimana kita lulus nanti?"

Ara tertawa kecil. "Santai aja, Lu. Gue udah punya rencana. Setelah lulus, gue bakal langsung kerja atau kuliah di luar negeri. Jadi, buat apa ribet sekarang?"

Olla dan Lulu hanya menggelengkan kepala, tapi mereka tahu bahwa Ara selalu bisa menemukan jalan keluarnya. Meski terlihat seperti orang yang nggak peduli dan sembarangan, Ara sebenarnya pintar dan punya banyak potensi. Hanya saja, dia lebih suka menjalani hidup dengan caranya sendiri, tanpa terlalu terikat dengan aturan-aturan yang ada.

"Btw, kita harus bikin plan buat weekend. Gak asik kalo gak ngapa-ngapain," saran Olla.

“Betul tuh. Kita udah lama nggak ke pantai. Gimana kalo minggu ini kita road trip aja ke sana?” tambah Lulu.

Ara tersenyum, menyukai ide itu. "Setuju. Gua yang nyetir, lo yang siapin makanan."

Mereka pun mulai merencanakan liburan singkat ke pantai, berharap bisa melupakan semua masalah sejenak. Ara terutama, ingin sekali menyingkirkan semua pikiran tentang Chika dan kejadian-kejadian yang membuatnya merasa tertekan. Toh, dia masih berpegang teguh pada pendiriannya: dia tidak peduli pada Chika.

Di rumah....

Ara berdiri di balkon kamarnya, memandangi langit malam yang penuh bintang. Pikirannya kembali melayang pada sosok Chika.

"Kenapa sih dia harus muncul terus?" batin Ara sambil merengut. Namun, alih-alih merasa kesal, ada sedikit senyum di wajahnya. Ara tidak bisa menafikan bahwa kehadiran Chika selalu membuat harinya jadi lebih seru, meskipun dalam bentuk kebingungan dan sedikit rasa marah. Tapi tetap saja, dia tidak akan mengakui bahwa dia peduli. Setidaknya, tidak sekarang.

















TBC....

Sorry banget slow update tapi gua usahain up kalau ada waktu ya

Jika ada saran ataupun kritik boleh komen yaa terimakasih!!

Silahkan vote kalau suka 🤍

Sister or Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang