Partikel Badai 29

91.5K 6.5K 6.1K
                                    

Peraturan lapak Fey🧚‍♀️
● WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR
● WAJIB VOTE SEBELUM MEMBACA
● WAJIB TINGGALKAN JEJAK KOMEN

TARGET UP?

4,5k vote dan 6k komen🍒

Yuk ramaikan setiap paragraf dengan komen kalian💌

Happy reading!

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29. HANTU BERKEPALA YANG HAUS VALIDASI

Sudah bisa Hilario tebak, tilikan setajam silet akan ia terima begitu saja dari maminya setelah Matcha meninggalkan ruangan. Hanin juga sama kagetnya, tetapi gadis itu tetap diam meskipun ratusan pertanyaan telah menggelayuti pikirannya, disusul oleh dugaan-dugaan yang didukung oleh fakta-fakta hubungan percintaan kakaknya yang selama ini cukup ia soroti perkembangannya. Apakah perempuan tadi yang menjadi alasan mandeknya hubungan kakaknya dengan Nala yang sampai hari ini sepertinya hanya sebatas HTS? Gilanya lagi, pacar resmi kakaknya itu menyebut-nyebut soal alat pengetes kehamilan. Siapa yang tidak syok coba? Oleh karena itu, dengan sigap Hanindya memegang lengan wanita yang telah melahirkannya, jaga-jaga andai kata maminya tiba-tiba pingsan atau menunjukkan reaksi kaget berlebihan lainnya.

"Hilar, apa maksud wanita tadi?" Dengan penuh penekanan, Dewi Qanita menunjuk pintu ruangan yang tadi ditutup rapat oleh Matcha. Napasnya menderu kasar akibat emosi yang levelnya memuncak pasca mendengar pengakuan wanita yang putranya sebut sebagai seorang kekasih.

Alih-alih menjawab pertanyaan maminya, Hilario justru sibuk meraih dompet dan ponsel di nakas samping bangsal tempat tidur. Dia harus segera menyusul Matcha.

"Aku mohon, Mami jangan panik dulu." Padahal, Hilario sendiri juga tengah berusaha mengelola panik dalam dirinya dan sebisa mungkin tak menunjukkannya pada maminya.

Hanin menggigit bibir bawah kala menyadari bahwa tubuh maminya sedikit gemetar.

"Sudah sejauh itu hubungan kalian?" tanya Dewi dengan kedua mata yang masih membelalak menerawang.

Puing-puing rasa bersalah seketika menghantuinya, baik itu karena merasa gagal mendidik putranya ataupun bayangan-bayangan buruk dari masa lalu yang ia takut terulang kembali menimpa Hilario, anak angkat yang ia anggap seperti anak kandung, separuh jiwa dan raganya, serupa dengan anak-anaknya yang lain.

Hilario bergerak pelan saat turun dari bangsal akibat luka jahitan di kakinya yang masih terasa nyeri. Tindakan itu jelas mengundang tatapan heran dari Hanin dan maminya.

"Mas Hilar mau ke mana?" tanya Hanin dengan alis bertaut.

Suasana darurat itu tak lantas membuat Hilario mengabaikan maminya begitu saja. Langkah pria tersebut teriring menuju wanita paruh baya yang selama ini banyak memberinya perlindungan dan ketenangan atas berbagai kepelikan yang muncul akibat garis takdirnya yang membingungkan. Hilario memeluk erat maminya beberapa saat, tak lupa pula memberi elusan lembut di punggung maminya.

Partikel Badai Mars (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang