My Life Without You // Leila's POV

75 5 2
                                    


Tidak ada satu hari pun aku tidak melamun, memikirkan Gee yang kini sudah jauh dariku. Mungkin iblis-iblis di sekolahku dulu benar. Gee akhirnya sadar dan lebih memilih meninggalkanku. Namun aku tepis bayangan kelam masa laluku.


Kini memasuki minggu kedua musim semi di Washington. Aku mengeratkan blazer yang melekat di tubuhku. Tanganku sibuk memainkan ponselku. Ah sial, aku sudah terlambat. Aku kemudian menyusuri jalanan di depanku, lalu berbelok ke kanan di persimpangan. Pemandangan yang sudah hampir dua tahun ini sering kali kulihat membuatku tersenyum. Aku melangkahkan kakiku memasuki rumah yang tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar di depanku. Aku tersenyum lagi melihat seorang gadis kecil berlarian di depanku, menyebabkan rambut pirangnya melambai seiring angin musim semi berhembus.


"Carla." aku melapalkan nama gadis kecil dipelukanku. Sungguh, meskipun melihatnya setiap hari tapi tetap saja wajah manisnya itu membuatku merindukannya.


"Akhirnya mum datang juga." aku mengangguk.


"Kupikir kau tidak datang, Leila." aku mengangkat kepalaku melihat ke arah wanita paruh baya yang ada di depanku.


Aku berdiri perlahan, menyebabkan pelukanku pada Carla terlepas. Mrs. Cathleen menghampiriku kemudian memelukku singkat.


"Tentu aku datang, bu." aku tersenyum, "Bagaimana keadaan anak-anak?"


"Seperti biasa, mereka selalu merindukanmu. Padahal kau datang setiap harinya ke sini. Apalagi Carla, ya kau tau sendiri." aku terkekeh mendengar ucapan Mrs. Cathleen.


Aku merasakan ada yang memeluk erat kaki sebelah kananku. Menghadapkan kepalaku ke arah bawah, aku menemukan gadis yang belum genap berusia 4 tahun menghadap ke arahku.


Aku mengenggam tangan mungilnya, menuntunnya supaya ikut masuk ke dalam.


"Ayo masuk, Carla. Tenang saja, aku akan selalu datang." Carla tersenyum sambil memainkan tanganku digenggamannya.


Mrs. Cathleen hanya tersenyum melihatku dan Carla.


"Dia seperti menemukan ibunya kembali. Kau pasti sering mendengarnya memanggilmu dengan sebutan 'mum' bukan?"


"Aku sudah terbiasa dengan panggilan itu." aku tersenyum di akhir kalimatku.


Aku berjalan melangkahkan kaki memasuki panti, dengan Carla digendonganku dan Mrs. Cathleen di sebelahku. Di sana sudah banyak anak-anak yang menungguku dengan senyum bahagianya. Bahagia, walaupun mereka dan bahkan dunia tau kini mereka tidak lagi memiliki orangtua yang seharusnya membelai mereka dengan kasih sayang, tapi mereka yakin kalau masih ada yang ingin menyayangi mereka seperti menyayangi anak sendiri dan menjaga mereka seperti menjaga sesuatu yang berharga.


Kenanganku dua tahun yang lalu membuatku sadar, kalau aku harus memulainya dari awal. Kepergian Gee bukanlah akhir dari hidupku, namun awal dari segalanya. Meskipun ia mengatakannya lewat sepucuk surat bukannya berbicara langsung padaku. Aku mengerti maksudnya. Dia bilang, kini saatnya aku memulai hidupku yang baru. Aku harus mulai menyadari kalau masih ada kesempatan yang menungguku di depan. Namun, aku tidak akan lupa kalau harus menengok ke belakang dan melihat sosok Gee yang dulu pernah menyemangatiku.


Sewaktu itu, menjalani tahun terakhirku di High School City memang bukan suatu hal yang mudah tanpa ada sosok Gee di sampingku. Aku tetap bersikeras, setidaknya aku harus lulus dari High School City dan memulai membenahi kehidupanku di sini. Setelah hari kelulusanku, aku tak percaya kalau perkataan Gee waktu itu benar adanya. Masih ada kesempatan yang menungguku. Hari itu aku bertemu dengan Mrs. Cathleen, dia kaget melihatku setelah bertahun-tahun tidak melihatku katanya. Hal itu menjadi pertanyaan besar untukku. Bertanya-tanya, siapa Mrs. Cathleen di hidupku dulu?


LEILA [Short Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang