2. Kawan satu kamar

4 4 0
                                    

"Siapa kau?" tanya pria yang saat ini hanya terbalut handuk di pinggangnya.

"A-aku Radit, kau pasti Jordan, yah?"

Lelaki berbadan atletis itu mengangkat sebelah alisnya lalu menghampiri Radit yang hanya berdiri kikuk, gugup.

"Oh, kau teman sekamar baru itu, yah?"

"I-iya. Salam kenal, yah"

Tiba-tiba wajah Jordan berubah masam. Dia kemudian mendekatkan diri ke arah Radit hingga hembusan napasnya terasa hangat.

"Selamat datang, kawan!" Perlakuan Jordan yang tiba-tiba membuat Radit tersentak kaget, pasalnya pria itu juga mendadak memeluknya begitu erat.

"Oh, iya iya terima kasih, hehe," tukasnya setelah berhasil melepaskan diri dari bisep Jordan.

Aroma khas sabun mandi begitu kuat menguar menembus penciuman Radit. Harum sekali. Berbanding terbalik dengan keadaan kamar pria itu.

"Salam kenal, Radit. Aku Jordan. Lengkapnya Jordan Xie Wangking. Anak jurusan olahraga semester lima," paparnya.

Radit manggut-manggut mendengarkannya. Pantas saja, pertama kali dirinya melihat Jordan Radit agak terpana dengan perawakan seorang Jordan.

Badan kekar dengan tinggi sekitar 185 cm, kulitnya putih susu, serta wajahnya yang khas negeri tirai bambu. Ternyata dia memang keturunan sana, pikirnya.

"Nama yang bagus. Namaku Radit Benjamin Satria, panggil saja Radit. Mahasiswa jurusan Seni semester empat"

"Oh, ya, Radit. Semoga betah tinggal di sini, yah. Maaf karena keadaan kamar agak berantakan. Soalnya aku belum sempat merapikannya. Tadi malam habis begadang main futsal bersama fakultas lain. Kau tidak keberatan, 'kan jika kita bereskan bersama-sama?"

"Tentu saja tidak apa-apa. Tetapi aku harus merapikan dulu barang bawaanku"

Jordan menoleh ke arah dua koper di tentengan Radit.

"Kau seriusan membawa dua koper itu?"

"Iya. Kenapa?"

"Beratkah?" Jordan agaknya penasaran dengan apa saja yang dibawa pemuda dengan perawakan kurus dan cupu itu. "Biar aku bantu"

Radit tak bisa menghalangi keinginan Jordan untuk membantu membawa koper-kopernya. Namun, dugaan Jordan salah ketika mengira jika isinya mungkin saja ringan sehingga Radit dengan mudah membawanya.

Ternyata kedua koper itu berat sekali. Entah apa yang dibawanya. Batu gunung mungkin.

Jordan meletakkan koper Radit di dekat sebuah lemari kayu berwarna hijau keropi setelah menyeretnya karena jika ditengteng rasanya terlalu berat.

"Letakkan saja barang-barangmu di sini. Punyaku sudah dirapikan di lemari itu," tuturnya sembari menunjuk sebuah lemari yang sama, tetapi dengan warna yang berbeda. Punya Jordan berwarna biru langit. Lemari itu terletak tepat di dekat ranjang dua tingkat.

"Oh, iya. Terima kasih, Jordan. Aku akan rapikan dulu baju-bajuku"

"Kau bawa dua koper itu sendirian?"

"Ini? Tentu saja. Aku membawanya sendiri. Kenapa memangnya? Tenang saja, isinya tidak ada bom, kok"

"Haha. Bukan begitu maksudku. Jujur saja, ya, setiap hari aku angkat beban berat, tetapi rasanya sudah sekali membawa kedua koper itu. Kau punya ilmu kebal atau bagaimana?"

Radit terkekeh mendengar penuturan Jordan yang menurutnya nyeleneh itu.

"Mana ada begitu. Aku hanya sudah terbiasa saja membawa kedua koper ini. Memang, sih, orang yang tidak biasa membawanya akan bilang berat. Tetapi isinya hanya baju dan barang-barangku saja, kok"

Not MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang