3. lho, omega?

7.3K 451 1
                                    

---

Asher terbaring di kasur, menatap kosong ke langit-langit. Pikirannya berkelana, memikirkan apakah sifat bosnya yang dingin dan keras itu hanya untuk beberapa orang saja? Mengapa sifatnya kepada Asher berbeda seperti memiliki kepribadian ganda.

Tubuhnya mulai memanas, gelisah semakin merasuk. Gejala heat yang menyerangnya kian terasa. Ia segera meraih tasnya dan mulai mengacak-acak isinya, mencari suppresant. Sial, hanya ada satu pil tersisa. Padahal, untuk menekan heat, dia butuh dua.

Asher duduk termenung sejenak, mencoba memikirkan solusinya. Bi Shinta, mungkin dia punya suppresant, pikirnya. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera bangkit dan bergegas menuju dapur, tempat di mana biasanya Bi Shinta berada.

Namun, ketika tiba di dapur, Asher tidak menemukan sosok Bi Shinta di sana. Setelah ragu beberapa saat, ia memutuskan untuk mencari kotak obat di rumah ini. Sadar bahwa tindakannya kurang sopan, Asher tak punya pilihan lain. Dia sangat butuh suppresant itu.

Tangannya mulai membuka satu per satu kabinet dapur, berharap menemukan kotak obat. Nihil.

"Hayoh, ngelamun aja, dek," tiba-tiba suara Bi Shinta mengagetkannya. Tangan Bi Shinta menepuk pundak Asher, membuatnya sedikit terlonjak.

"Bibi! Kagetin aja," ujar Asher sambil menghela napas lega.

Bi Shinta tertawa kecil. "Lagi cari apa di sini, dek?"

"Aku nyari kotak obat, bi..."

"Loh, kamu sakit?" tanya Bi Shinta, kali ini nada suaranya terdengar lebih khawatir.

Asher menggelengkan kepalanya. "Enggak, bi. Apa bibi punya suppresant buat omega heat yang kayak gini?" Asher memperlihatkan bungkus suppresant-nya kepada Bi Shinta.

Bi Shinta mengambil bungkus itu, memeriksanya sebentar. "Oh, ada. Siapa yang heat?"

"Aku," jawab Asher sambil menghela napas.

Mata Bi Shinta membelalak kaget. "Kamu omega?"

Asher mengangguk pelan.

"Jangan bohong!"

"Nggak, beneran. Second gender aku memang omega, bi."

"Tapi, dek... Badan kamu itu loh, kayak alpha pada umumnya. Bibi pikir kamu alpha, makanya tadinya bibi mau ngenalin kamu ke anak bibi," kata Bi Shinta dengan canda, walau masih terlihat sedikit bingung.

Asher terkekeh. "Itu karena aku rajin olahraga, bi. Ditambah genetik orang tua juga berpengaruh."

Bi Shinta hanya mengangguk paham, lalu segera mengambil kotak obat dari nakas di ruang tengah. Tak lama kemudian, ia kembali dengan suppresant dan menyerahkannya kepada Asher.

"Nih, buat kamu," katanya sambil menyodorkan obat itu.

Asher segera mengambil dua pil suppresant dan menelannya sekaligus.

"Kok minum dua sekaligus?" tanya Bi Shinta, terkejut.

"Memang selalu begitu, bi. Kalau nggak minum dua, heat aku bisa makin parah dan merepotkan."

Bi Shinta menghela napas. "Jangan terus-terusan kayak gitu, dek. Nggak sehat. Mending kamu cari alpha aja."

Asher hanya tertawa canggung. "Hehe, iya, bi. Tapi sekarang aku masih fokus cari uang dulu."

"Uang mah nanti juga datang sendiri kalau jodoh udah ketemu," kata Bi Shinta sambil tersenyum penuh arti.

"Haha, iya...," jawab Asher, meski dalam hatinya ia tak sepenuhnya yakin.

***

Keesokan paginya, Asher keluar dari kamar bersamaan dengan Callum.

"Pagi, Ash," sapa Callum santai.

Asher menatap sekilas dan mengangguk. "Pagi, Pak."

"Ayo sarapan dulu, baru kita berangkat ke kantor."

Tanpa banyak kata, Asher mengangguk lagi. Keduanya menuruni tangga dan menuju dapur, di mana Bi Shinta sudah menyiapkan makanan di meja.

Melihat Callum tiba, Shinta segera menghampirinya. "Maaf, Pak, sarapannya kali ini cuma sayur. Akhir-akhir ini Bapak sudah terlalu sering makan daging, jadi saya buat menu yang lebih sehat."

Callum terkekeh pelan. "Gak masalah, Bi. Justru bagus."

Asher duduk agak jauh dari Callum, tetap diam sambil mulai memakan sarapannya.

Sambil sesekali membicarakan pekerjaan, tiba-tiba Asher berhenti makan. Ada aroma pheromones yang tercium samar. Dia melirik Callum. "Pak, Anda mengeluarkan pheromones? Maaf kalau pertanyaannya kurang sopan."

Callum tampak bingung sejenak. "Hah? Aku gak merasa... Eh, apa mungkin aku ngeluarin tanpa sadar? Maaf ya, bikin kamu gak nyaman?"

Asher buru-buru menggeleng. "Enggak, Pak..."

"Enggak gimana? Setahuku, kalau alpha lain mencium pheromones alpha, itu bisa bikin sesak napas."

"Oh, begitu ya..." gumam Asher dengan nada sedikit pelan. Sejujurnya, baru kali ini dia mendengar soal itu.

Setelah selesai sarapan, keduanya langsung pergi ke kantor.

Asher dan Callum tiba di kantor bersamaan, membuat beberapa karyawan terlihat heran. Callum segera disapa oleh banyak rekan kerja, yang langsung membicarakan pekerjaan. Asher, merasa tidak ingin mengganggu, memilih untuk meninggalkan Callum dan berjalan ke mejanya.

Setelah menaruh tas dan menyalakan komputer, Tyler yang duduk di sebelahnya menggoda, "Ciee... datang bareng Pak Callum nih."

Asher hanya mendengus pelan, "Cuma numpang doang, biasa aja."

Luke mendekat sambil membawa secangkir kopi. "Kamu sampai rumah dengan selamat, kan, Ash?"

Asher memutar kursi ke arah Luke. "Gara-gara lu, gue harus nginep di rumah Pak Callum!"

Luke tampak kaget. "Nginep?!"

Asher mengangguk. "Iya, lah! Rumah gue jauh, terus gue ketinggalan bus terakhir."

Luke hanya tertawa, menikmati situasi itu.

Setelah suasana agak tenang, Asher mengajak, "Eh, nanti pulang kerja pergi ke kafe yang baru buka di pertigaan itu yuk?"

Luke terdiam sejenak, melirik Tyler sebelum menjawab, "Enggak deh, kalo cuma berdua sama kamu, ayo aja."

Asher menatapnya heran. "Lho, kenapa? Kamu sama Tyler berantem?"

Tyler buru-buru menimpali, "Kita gak berantem, kok."

Luke hanya mengangkat bahu sambil menyesap kopinya, tanpa menjawab apa-apa lagi.

Asher semakin bingung, menatap kedua temannya bergantian. "Apaan sih? Ada apa, sebenarnya?"

Caught in boss's grip (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang